Senin, 31 Oktober 2011

Carut Marut dan Compang-campingnya Pendidikan di Simalungun

Carut Marut dan Compang-campingnya Pendidikan di Simalungun
Oleh :Ramlo R Hutabarat

Apa boleh buat. Sejak dipimpin JR Saragih sebagai bupati, dunia pendidikan di daerah ini terkesan menjadi rusak porak poranda. Ragam masalah membelit dan menyelimuti. Semua ikut memperkeruh keadaan. Dan barangkali, inilah yang disebut JR Saragih pada musim kampanye pemilukada lalu : perubahan. Meski pun makna perubahan sesungguhnya adalah dari keadaan yang kurang baik menjadi lebih baik.
Keadaan dunia pendidikan yang carut marut dan compang camping di Simalungun melimuti banyak hal. Adalah soal pengangkatan Albert Sinaga sebagai Kepala Dinas, pemberhentian dan pengangkatan puluhan kepala sekolah, juga soal tidak dibayarkannya Tunjangan Sertifikasi hampir seratusan guru. Lantas, soal kejahatan pengalihan uang insentif guru swasta, kutipan-kutipan uang dari masyarakat yang dilakukan Komite Sekolah, tidak berfungsi dan tak berperannya Dewan Pendidikan.
Selanjutnya, adanya pengalihan sistem pasokan LKS (Lembar Kerja Siswa) ke sekolah-sekolah, tidak dibayarkannya uang proyek DAK (Dana Alokasi Khusus) Tahun Anggaran 2010, tenaga guru yang dialihfungsikan menjadi tenaga struktural, termasuk pembuatan plang sekolah yang diseragamkan. Selain itu, biasalah, ragamnya pungutan-pungutan terhadap orang tua siswa yang pada gilirannya menambah beban anak negeri semata. Oalah. Inilah rupanya perubahan yang dimaksudkan oleh JR Saragih ketika musim kampanye pemilukada lalu.
Awal Petaka
Kalau mau dicermati, carut-marut dan compang campingnya dunia pendidikan di Simalungun, sesungguhnya terjadi sejak awal pemerintahan JR Saragih. Kontan di bulan pertama kepemimpinannya, JR Saragih segera mengganti Kepala Dinas Pendidikan Nasional Simalungun, dari Jarinsen Saragih kepada Albert Sinaga. Termasuk, beberapa Kepala Bidang di SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) itu, serta Bendahara (Pemegang Kas)
Pergantian-pergantian secara tiba-tiba dan mendadak itulah yang agaknya membuat kondisi di Dinas Pendidikan Nasional Simalungun berubah menjadi bagaikan centang perenang saja. Ini terutama karena sebenarnya, Albert Sinaga sendiri sesugguhnya belum memenuhi persyaratan administratif untuk diangkat menjadi Kepala Dinas. Semula, dia tidak pernah menduduki jabatan apa pun, tapi atas kekuasaan JR Saragih justru diangkat menjadi pejabat untuk menduduki Eselon II. Padahal, berdasarkan aturan yang ada, seorang PNS dapat diangkat dalam jabatan struktural harus secara bertahap. Artinya, dari sejak eselon terendah hingga (bisa) diangkat selanjutnya ke eselon di atasnya.,
. Persoalannya tidak sampai disitu (saja) Ketika diangkat menjadi Kepala Dinas Pendidikan Nasional Simalungun, Albert Sinaga itu sebenarnya masih menduduki pangkat/ golongan IV/a. Padahal, pangkat/ golongan terendah seorang PNS untuk dapat diangkat untuk menduduki jabatan Eselon II harus minimal IV/b. Dan kondisi yang lebih parah, penggantian-penggantian itu dilakukan pada akhir tahun anggaran. Sehingga, banyak pekerjaan yang semula dilakukan oleh pejabat lama, tapi tidak dapat diteruskan oleh pejabat-pejabat baru.
Seiring dengan pengangkatan Albert Sinaga, menyusul jugalah secara sporadis orang yang satu ini melakukan pergantian-pergantian kepala-kepala sekolah. Berdasarkan amatan, banyak di antara kepala sekolah yang diangkat dan diberhentikan itu tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Peranan seorang marga Simanjuntak yang bukan aparat Dinas Pendidikan Nasional Simalungun, sangat mendominasi, sehingga munculnya riak-riak yang mengganjal. Muncul kabar-kabur yang menyebut-nyebut, pengangkatan seorang guru untuk mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah, dipengaruhi oleh ada tidaknya sejumlah uang yang diberikan sang guru kepada oknum marga Simanjuntka ini. Dan yang lebih parah, ada banyak mantan kepala sekolah yang tidak ditugaskan lagi sebagai guru. Tetapi mereka malah dialihtugaskan sebagai tenaga struktural, yang dengan demikian menjadikan mereka tidak berhak lagi untuk mendapatkan Tunjangan Sertifikasi.
Ketika Albert Sinaga sekaligus para pejabat di bawahnya tiba-tiba dan mendadak diangkat untuk menduduki jabatan berbagai bidang, ragam urusan dinas pun tidak dapat mereka lakukan sebagaimana adanya. Akibatnya, antara lain, Tunjangan Sertifikasi hampir seratusan guru pun tidak dapat dibayarkan. Termasuk sekarang ini sudah bertambah lagi untuk Tahun Anggaran 2011. Yang paling parah, yang sudah dibayarkan pun keadaannya centang perenang. Ada guru yang mendapatkan Tunjangan Sertifikasi dengan jumlah yang lebih, dan ada pula yang mendapatkan dalam jumlah yang kurang. Sampai sekarang masih berlumuran soal.
Yang paling riskan dan sesungguhnya berpotensi pidana (kejahatan) adalah tidak dibayarkannya Insentif Guru Swasta bernilai Rp 1, 2 miliar lebih. Dana ini berasal dari Pemerintah Propinsi Sumatera Utara, dan telah dicairkan Pemkab Simalungun. Namun, disebut berpontensi pidana karena sampai sekarang tidak (pernah) diserahkan Dinas Pendidikan Nasional Simalungun kepada masing-masing yang berhalk. JR Saragih sendiri di depan Sidang Paripurna DPRD Simalungun telah mengakui kejahatan yang dilakukannya itu, dengan mengatakan bahwa uang ini digunakannya untuk kegiatan lain. Sayangnya, DPRD Simalungun terkesan mandul karena sampai sekarang tidak mengambil sikap politik terhadap kejahatan yang dilakukan oleh JR Saragih ini.
Di bawah kepemimpinan Albert Sinaga, Komite-komite Sekolah yang ada di daerah ini pun nampaknya sangat leluasa untuk melakukan ragam kutipan terhadap orang tua murid. Segala macam alasan dikedepankan agar dapat melakukan kutipan yang sebenarnya bisa diklasifikasikan sebagai kutipan liar itu. Komite-komite Sekolah tidak lagi menjalankan fungsi dan tugasnya sebagaimana mestinya, tapi justru menambah-nambah beban anak negeri belaka. Padahal, apalagi jika dikaitkan dengan Wajib Belajar 9 Tahun, agaknya hal itu terkecuali di Simalungun. Dan Dewan Pendidikan pun tidak melakukan apa saja, malah kantornya pun sampai sekarang tak jelas dimana. Sementara, tidak jelas pula diketahui apakah Dewan Pendidikan Simalungun mendapatkan alokasi dana yang bersumber dari APBD.
Albert Sinaga dengan segenap jajarannya pun, agaknya tidak berdaya untuk menghempang campur tangan pihak lain, terutama oknum-oknum yang disebut-sebut sebagai mantan Tim Sukses JR Saragih. LKS untuk siswa misalnya yang selama ini dipasok oleh pihak penerbit langsung ke sekolah-sekolah, sekarang ini sudah dihentikan. Sebagai gantinya, pasokan LKS ini langsung ditangani Dinas Pendidikan Nasional ke sekolah-sekolah melalui perusahaan milik oknum-oknum mantan Tim Sukses JR Saragih. Ironisnya, berdasarkan temuan di lapangan materi LKS ini sama dengan tahun-tahun sebelumnya yang sudah dipublikasi penerbit tertentu, dengan hanya mengganti sampulnya saja.
Oknum Kepala Dinas Pendidikan Simalungun Albert Sinaga, juga dinilai tak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugasnya sebagai seorang pimpinan. Lihat misal, utang kepada pihak ketiga tahun anggaran lalu sebesar Rp 19, 5 miliar yang sampai sekarang belum dibayarkan. Utang itu adalah pembayaran pengadaan buku-buku, alat peraga, alat-alat kesenian dan lain-lain yang sumber dananya berasal dari DAK. Semula, ada perjanjian kerja (kontrak) antara Dinas Pendidikan Nasional Simalungun dengan pihak ketiga. Pihak ketiga tadi (kontraktor/ penyedia jasa) telah memasok barang-barang sesuai dengan perjanjian kerja yang dibuktikan dengan pembuatan Berita Acara, namun pihak Dinas Pendidikan Nasional Simalungun tidak membayarkannya sampai sekaranng. Bukankah peristiwa ini sudah dapat disimpul bahwa Albert Sinaga tidak memiliki kemampuan kerja yang profesional ?
Kebijakan Albert Sinaga yang mewajibkan semua sekolah untuk mengganti plang sekolahnya, juga dinilai merupakan suatu keputusan yang sangat tidak bijaksana. Seperti diketahui, sebagai Kepala Dinas Pendidikan Nasional Simalungun, Albert belum lama ini mengeluarkan instruksi kepada seluruh kepala sekolah di daerah ini, agar mengganti plang (merek) sekolahnya masing-masing dengan bentuk dan tipe yang sama. Nampaknya, kebijakan ini hanya sekadar ingin mendapatkan semacam fee belaka, apalagi kepada semua kepala sekolah dimintakan pula agar membuatkannya kepada seorang marga Saragih dengan nomor HP : 0852 7558 8320.
Selain itu, kewajiban belakangan bagi semua siswa di daerah ini yang menggunakan busana khas daerah, juga diduga memiliki nuansa KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme) apalagi pengadaannya tidak jelas oleh perusahaan mana dan diduga tidak melalui proses seperti yang diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku. Semua hanya menambah beban anak negeri.
Lantas Bagaimana
Kalau kondisi dunia pendidikan di Simalungun sejak daerah ini dipimpin JR Saragih sebagai bupati direkam dalam pita seluloid, sudah jelas akan terlihatlah album yang teramat sosiodramatis. Bahkan, tragis dan memilukan. Mau diruntut satu persatu, terlalu banyak masalah yang mengganjal, yang kesemuanya membutuhkan perhatian sekaligus perbaikan. Dan, agaknya, Albert Sinaga tidak akan mampu untuk memperbaikinya kecuali dia memiliki jiwa bagaikan seorang kesatria.
Sekiranya pun para aktifis pergerakan termasuk penggiat LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) termasuk pers mau bekerja lebih keras, carut – marut dan compang-camping sektor pendidikan di daerah ini sebenarnya masih bisa diungkap lebih banyak dan lebih jelas lagi. Sayangnya, semua komponen yang disebutkan tadi, agaknya masih terlena dengan kesibukan dan keasyikannya sendiri-sendiri, sehingga ragam carut-marut itu tidak terpantau dan dijadikan bahan untuk perbaikan.
Albert Sinaga sendiri misalnya sebagai orang yang dituding telah menciptakan carut – marut yang mengakibatkan compang-campingnya sektor pendidikan ini, sepertinya pun layak dan pantas sekali untuk meluruskan apa sebenarnya yang terjadi. Bahkan malah, Albert Sinaga bisa saja melakukan upaya hukum atas tudingan yang disampaikan kepadanya melalui paparan ini. Tudingan-tudingan ini, sesungguhnya belum tentu benar, dan karena itu Albert Sinaga konon sangat berpeluang untuk melakukan apa saja. Dan ini memang hanya mungkin dilakukannya jika dia telah memimpin Dinas Pendidikan Nasional Simalungun dengan baik dan benar.
Simalungun, 1 Nopember 2011 Ramlo R Hutabarat HP : 0813 6170 6993
_____________________________________________________________________

Selasa, 25 Oktober 2011

Setahun Pemerintahan JR Saragih, Simalungun Sakit Keras

Hari ini 28 Oktober 2011, persis satu tahun JR Saragih dilantik sebagai Bupati Simalungun. Dalam kurun waktu satu tahun ini, sudah barang tentu banyak pekerjaan yang sudah dilakukannya demi memenuhi janji-janjinya secara khusus pada saat kampanye pemilukada tahun lalu. Janji-janji yang harus dicatat, bersama wakilnya, Hj Nuriaty Damanik yang sekarang menjadi Wakil Bupati Simalungun.
Sebagai anak negeri Simalungun yang memposisikan diri sebagai pemerhati dan pengamat daerah ini, saya melihat banyak yang sudah dilakukan kedua pasangan ini di Kabupaten Simalungun. Perbuatan-perbuatan yang pantas untuk dicatat karena menarik untuk dicermati. Menarik, karena agaknya tidak bersentuhan secara langsung dengan anak negeri, dan jauh dari harapan banyak pihak.
Makanya, ketika seorang kawan bertanya :” Setahun pemerintahan JR Saragih, apakah ada perubahan yang dilakukannya di daerah ini ?”, saya jawab cepat dan tegas : Ada . Banyak ! Banyak sekali perubahan yang dilakukan JR Saragih di Simalungun ini selama setahun dia memimpin Simalungun sebagai bupati.
Pertama, JR Saragih dan Hj Nuriaty Damanik telah menciptakan suasana kerja yang tidak kondisif di tengah-tengah jajaran Pemkab Simalungun. Ini disebabkan hobbi aneh pasangan ini yang menggonta-ganti pejabat struktural di lingkungan Pemkab Simalungun yang mereka pimpin. Dilantik 28 Oktober, spontan pada 29 Oktober sudah mengganti beberapa pejabat, dan diikuti hari-hari selanjutnya entah sudah berapa puluh kali selama kurun waktu setahun ini.
Pergantian demi pergantian pejabat pun terus menerus dilakukan secara rutin dan terus menerus. Tak heran jika banyak PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang dalam kurun waktu satu tahun ini telah menduduki jabatan di beberapa SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Binsar Situmorang misalnya yang diimportnya dari Pemko Medan, masih bebarapa bulan bertugas di Pemkab Simalungun sudah pernah menjadi Asisten III, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan (sekarang) menjadi Kepala Bappeda (Badan Perencana Pembangunan Daerah)
Akibatnya gampang ditebak. Banyak PNS yang merasa resah karena bolak-balik diganti ke beberapa jabatan. Kecuali Sahat Hutauruk yang Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan, sudah semua pejabat Eselon II yang mondar-mandir diganti. Setiap hari, konon, seorang pejabat tetap merasa deg-deg ser apakah hari itu dia masih menduduki jabatannya atau bagaimana. Tak ada ketenangan dalam melaksanakan tugas, membuat program saja tak sempat tiba-tiba tak ada angin tak ada hujan diganti secara mendadak.
Pergantian demi pergantian yang dilakukan, melahirkan problema baru yang mengganjel pula. Konon, banyak PNS yang ditempatkan dalam suatu jabatan tapi tidak profesional melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Dana-dana yang berasal dari pemerintahan atasan pun Tahun Anggaran 2010 lalu misalnya, banyak yang tak berhasil dicairkan. Konsekwensinya, Pemkab Simalungun pun tidak bisa membayarkannya kepada pihak ketiga. Alhasil, utang pun membelit pinggang. Terpaksa kocar-kacir mencari pinjaman (baru) kesana-kemari dan belakangan berambisi menjual asset yang ada.
Kedua, JR Saragih dan Hj Nuriaty ternyata berambisi sekali menggunakan uang rakyat Simalungun untuk sesuatu yang sifatnya spektakular. Pengalokasian uang rakyat yang tidak bersentuhan secara langsung dengan kebutuhan anak negeri. Misalnya, mengucurkan dana untuk pembangunan landasan kapal terbang di Sondi Raya, pembangunan alun-alun juga di Sondi Raya, juga biaya renovasi/ rehabilitasi Rumah Dinas Bupati dan Rumah Dinas Sekdakab Simalungun, masih di Sondi Raya.
Menarik untuk dicermati, Rumah Dinas Bupati Simalungun itu semula adalah Guest House Pemkab Simalungun yang dibangun di masa pemerintahan Zulkarnaen Damanik, sementara Rumah Dinas Sekdakab semula adalah Laboratorium Bapeldalda yang pembangunannya berasal dari dana hibah Kementerian Lingkungan Hidup. Untuk merenonasi/ rehabilitasi Guest House itu saja dikucurkan dana rakyat Simalungun hampir Rp 2, 5 miliar, sementara untuk merenovasi/ rehabilitasi Rumah Sekdakab Simalungun tadi dikucurkan dana hampir Rp 500 juta. Sementara, pelaksanaan pekerjaannya pun tidak ditenderkan sebagaimana diatur dalam ketentuan.
Tapi di sisi lain, di banyak tempat ragam infrastruktur yang mutlak dibutuhkan anak negeri tidak dapat dipelihara, diperbaiki, dirawat atau ditingkatkan. Di mana-mana, sarana perhubungan (jalan dan jembatan) dalam kondisi rusak porak poranda, termasuk saluran-saluran air bagi kepentingan pertanian dalam arti luas. Di banyak tempat, anak negeri menjerit karena hasil bumi yang tak dapat diangkut dengan baik dari sentra-sentra produksi. Tak ayal, harga-harga ragam komoditas pun anjlok tak karu-karuan. Bahkan, ada komoditas yang tidak dipanen dan dipediarkan membusuk di ladang-ladang petani.
Ketiga, JR Saragih dan Hj Nuriaty ternyata sangat gemar untuk melanggar aturan yang ada, termasuk menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan. Lihat misal, pengalihan Dana Insentif Guru Swasta yang digunakan untuk membeli kendaraan dinas pimpinan DPRDSimalungun. Kalau dipikir-pikir, betapa keji dan sadisnya apabila hal itu memang dilakukan pimpinan pemerintahan Kabupaten Simalungun ini.
Seperti sudah diketahui, tahun lalu ada diserahkan Pempropsu sejumlah Rp 1, 2 miliar lebih dana sebagai Insentif Guru Swasta kepada Pemkab Simalungun untuk diberikan kepada mereka yang berhak. Nyatanya, uang tadi tidak diberikan Pemkab Simalungun kepada guru-guru swasta, tapi digunakan untuk membeli kendaraan dinas pimpinan DPRDSimalungun. Bukanakah perbuatan ini merupakan sebuah perbuatan yang amat keji bahkan tidak memiliki perasaan ?
Kebijakan Pemkab Simalungun di bawah kepemimpinan JR Saragih dan Hj Nuriaty Damanik pun yang tidak membayar hasil pekerjaan para rekanan kontraktornya, merupakan suatu perbuatan yang mematikan para pelaku dunia usaha. Entah berapa puluh miliar hasil pekerjaan tadi yang sampai sekarang belum dibayarkan, sementara untuk para kontraktor DAK Bidang Pendidikan saja tak kurang dari Rp 19, 5 miliar. Meski pun sebenarnya masih perlu untuk diteliti apakah memang pekerjaan-pekerjaan para kontraktor tadi sudah mereka laksanakan sesuai dengan perjanjian yang diikat dalam kontrak.
Keempat, begitu dilantik menjadi Bupati Simalungun JR Saragih spontan dilumuri issu yang tidak sedap. Adalah masalah suap di Mahkamah Konstitusi, termasuk masalah suap yang dituduh dilakukannya kepada Robert Ambarita anggota KPUSimalungun. Semua menjadikan nama baik JR Saragih tercemar dan hingga sekarang belum diupayakannya untuk dibersihkannya.
Seyogianya, JR Saragih memang terutama, harus menuntaskan persoalan tuduhan Robert Ambarita yang sudah dilaporkannya kepada KPK. Sebagai seorang Kepala Daerah, JR Saragih harus sadar namanya menjadi buruk sekali atas tuduhan Robert Ambarita ini. Meski pun di awal peristiwa ini terungkap kepada umum JR Saragih mengatakan akan balik mengadukan Robert Ambarita, tapi sampai sekarang hal itu tidak pernah dilakukannya.
Belakangan, pengaduan Bernad Damanik yang anggota DPRD Simalungun kepada KPK yang menuduh JR Saragih sudah melakukan tindak pidana korupsi senilai Rp 48 miliar lebih, juga sangat merusak nama baik oknum Bupati Simalungun itu. Sekiranya JR Saragih bersih, sejak awal dia sudah menepis tuduhan itu secara reaksioner. Bukan malah pasif sampai sekarang, tidak melakukan bantahan atau malah balik mengadukan Bernad Damanik. Apalagi, JR Saragih sebagai Bupati Simalungun memliki perangkat yang jelas dan permanen. Ada Kepala Bagian Hukum, ada Kepala Bagian Humas, ada Asisten, bahkan kabarnya pun dia memiliki Tim Asistensi yang dibentuknya setelah dia menjadi Bupati Simalungun.

Lantas Bagaimana
Alhasil disimpulkan, setahun pemerintahan JR Saragih Simalungun hari ini dalam kondisi sakit keras. Sakit keras yang seharusnya disembuhkan sehingga anak negeri bisa ditingkatkan kesejahteraannya. Tidak masanya lagi meratapi kondisi sakit keras itu, kecuali mencari upaya penyembuhan total.
Sudah barang tentu, upaya penyembuhan dapat dilakukan kalau dalam tahap awal yang dilakukan adalah mencarikan ‘dokter’ akhli atau spesialis. Sang ‘dokter’ barangkali bisa melakukan semacam diagnosa, untuk mencari tahu penyakit apa yang tengah diidap oleh Simalungun setidaknya dalam setahun terakhir. ‘Dokter’ dimaksud tentu terdiri dari tim yang lengkap dan memiliki keakhlian dalam bidang masing-masing. Boleh jadi ‘spesialis penyakit dalam’, ‘spesialis THT’, bahkan barangkali boleh jadi ‘spesialis kulit/ penyakit kelamin’ bahkan ‘spesialis kebidanan’
Kemudian dari pada itu, tradisi leluhur kita dahulu kala ketika menghadapi masalah barangkali sudah perlu diterapkan sekarang ini (lagi) Syahdan menurut penuturan tetua-tetua Simalungun, dahulu kala ketika berupaya mencari jalan keluar terhadap suatu masalah yang timbul, selalu dilakukan pertemuan para pemuka dalam berbagai bidang. Pertemuan ini kelak dalam sejarah disebut dengan istilah ‘Harungguan Bolon’ dimana para tetua, tokoh dan pemuka berembug untuk mengambil keputusan. Sudah masanya barangkali, sudah masanya.
Karena itulah terutama, semua komponen dan elemen anak negeri Simalungun termasuk mereka yang sekarang berada di perantauan, sudah masanya untuk mengadakan semacam ‘Harungguan Bolon’ Simalungun hari ini sudah dalam kondisi sakit keras yang kronis, tapi bagaimana pun masih bisa disembuhkan secara total.
_____________________________________________________________________Jakarta, 26 Oktober 2011 Ramlo Rhutabarat HP : 0813 6170 6993
_____________________________________________________________________

Selasa, 18 Oktober 2011

Setahun Pemerintahan JR Saragih : Simalungun Sakit Keras

Ramlo R Hutabarat





Setahun Pemerintahan JR Saragih :
Simalungun Sakit Keras














Siantar Estate, Oktober 2011



Pengantar
“Aku ingin pulang. Pulang ke rahim Ibunda. Ingin dipeluk dan didekap dengan kasih sayangnya yang mesra.” tulisku pada statusku difb pertengahan Oktober 2011. Dan seorang teman fb spontan menyergah : “Pulang? Pulang kembali ke rahim Ibumu? Apa masih muat?” tanyanya.
Kepada teman itu kukatakan, Ibunda ku adalah Bumi Simalungun. Dimana tanahnya kupijak, langitnya kujunjung. Juga airnya kuteguk setiap saat, udaranya kuhidup di setiap sekon detak jantungku. Akh, aku hampir menangis ketika menuliskan kalimat itu.
Untaian kalimat-kalimat itu sesungguhnya adalah ungkapan rasa cinta dan sayangku kepada daerahku, Simalungun. Benar aku orang yang berasal dari Tapanuli, tapi lebih separuh hidupku berada di Bumi Habonaron do Bona ini. Aku lahir di Pontianak, Kalimantan Barat dan darisana berpindah-pindahke Sintang, Jakarta, Rantauparapat, Medan, Tarutung, Pekanbaru, Kuala Simpang, Langsa dan Lampahan (Takengon), Aceh Tengah. Tapi seperti sudah kukatakan, lebih dari separuh hidupku kujalani di Bumi Simalungun. Karena itu, wajar dan pantas aku lebih cinta Simalungun dibanding semua daerah yang pernah kusinggahi.
Karena cintaku pada Tanoh Simalungun, sebagai jurnalis aku terus menulis apa saja tentang daerah ini. Tentang apa saja. Tentang petaninya yang menjerit pilu ketika akan mengusahakan lahan-lahan pertaniannya bahkan mereka menjerit pilu juga ketika panen tiba. Tentang peternakannya di pinggiran areal perusahaan perkebunan yang sulit mendapatkan rumput kering untuk makanan ternaknya, juga tentang deburan air Danau Toba di Pantai Sipolha.
Karena cinta juga kumpulan tulisanku ini kuusahakan kubukukan, Pembaca. Beberapa diantaranya sudah dipublikasikan di beberapa surat kabar seperti Harian Siantar Metropolis dan Surat Kabar ASPIRASI tempat ku bekerja sebagai Pemimpin Redaksi. Sebagai orang yang terbilang ceroboh, beberapa tulisanku tak bisa kuikutsertakan di sini karena hilang atau tercecer dimana-mana.
Entah apa dan bagaimana pun isi kumpulan tulisanku ini, yang pasti semua kulakukan demi cinta pada daerahku, Simalungun. Sebab, memang, cinta bisa saja diwujudkan entah dengan cara apa dan bagaimana kata orang-orang bijak, termasuk dengan mengkritisi gaya dan cara pemimpinnya ketika memimpin.
Sudah pasti, harapanku adalah perbaikan pada pola dan cara kepemimpinan di daerah ini, sehingga seorang pemimpin bias mensejahterakan anak negeri yang dipimpinya. Sehingga, pemimpin tidak lagi memakmurkan diri dari rakyat tapi justru berupaya dan terus berupaya memakmurkan rakyatnya.
Inilah yang bias kulakukan untukmu Simalungun. Tidak lebih. Dan aku memang, sungguh membutuhkan tanggapan serta respons dari siapa saja.
Secara khusus kepada istriku Delfria Simanullang, aku tentu menyampaikan terima kasih atas segala pengertiannya. Oleh siapa, kumpulan tulisan ini bisa kubukukan.

Nagori Sintar Estae, pada Tepian Bah
Bolon di pinggiran Kota Pematang Siantar


Ramlo R Hutabarat


Dari Suatu Masa, Pada Suatu Ketika

Simalungun boleh jadi adalah salah satu etnis yang ada di tanah air. Tapi juga boleh jadi sebuah daerah otonomi berbentuk kabupaten yang ada di Sumatera Utara. Sebagai etnis, Simalungun memiliki adat, budaya dan bahasa yang tersendiri yang berbeda dengan etnis lainnya di Nusantara. Etnis Simalungun juga memiliki aksara khusus yang tidak dimiliki sebagian besar etnis lainnya. Dan sebagai sebuah daerah otonomi, Simalungun tentu memiliki pemerintahan yang dinamakan Pemerintah Kabupaten Simalungun.
Sebagai etnis, Simalungun berasal dan mendiami Kabupaten Simalungun, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Batubara, dan sebahagian Kabupaten Asahan. Syahdan, Leluhur mereka awalnya berasal dari suatu daerah di India Selatan dan India Timur. Dan konon, sebahagian leluhur etnis Simalungun berasal dari daerah sekitarnya seperti Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Samosir, Pakpak Bharat dan Tanah Karo. Ada pula yang menyebut-nyebut, segelintir etnis Simalungun juga berasal dari orang-orang Melayu di pesisir Timur Sumatera.
Sebagai daerah otonomi yang berbentuk kabupaten, Simalungun berbatasan dengan Kabupaten Asahan, Kabupaten Batubara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Karo dan Kabupaten Deli Serdang. Luasnya 468.100 Hektar atau 9,24 persen dari luas keseluruhan Sumatera Utara. Anak negerinya 876.329 Jiwa yang sebahagian besar hidup dari sektor pertanian dalam arti luas. Disini ada 33 kecamatan dengan 22 kelurahan serta 329 desa yang di daerah ini disebut dengan istilah nagori.
Pada gelombang pertama (Proto Simalungun), leluhur etnis Simalungun datang dari kawasan Nagore di India Selatan dan Pegunungan Assam di India Timur sekira Abad V. Mereka menyusuri Myanmar, Siam hingga ke Semenanjung Malaka dan seterusnya menyeberang ke Sumatera Bagian Timur melalui Selat Malaka. Kelak mereka dikenal sebagai etnis Simalungun yang bermarga Sinaga, Saragih, Damanik dan Purba.
Pada gelombang kedua (Deutero Simalungun) luluhur etnis Simalungun datang dari Tapanuli Utara (Simamora Nabolak), Humbang Hasundutan, Pakpak (Dairi), Tanah Karo, dan Samosir. Bahkan ada juga dari Asahan yang sebelumnya berasal dari Dataran Tinggi Toba. Karena itu, tak heran ada etnis Simalungun yang sesungguhnya bermarga Turnip, Sidabalok, Simanihuruk, Simarmata, Napitupulu. Bahkan ada juga etnis Simalungun yang bermarga Munthe, Dajawak, Girsang dan Purba (Pakpak) Di perbatasan dengan Kabupaten Asahan ada malah marga-marga Sirait, Manurung serta Marpaung yang marah kalau disebut bukan etnis Simalungun.
Makanya tak heran jika pernah malah Ketua Umum Presidium Partuha Maujana Simalungun bermarga Munthe dan Girsang. Ephorus GKPS, juga pernah marga Munthe dan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat HIMAPSI (Himpunan Mahasiswa dan Pemuda Simalungun) pernah diduduki Darman Saragih yang sesungguhnya bermarga Simanihuruk. Sementara, khusunya marga Purba dari garis keturunan Tuan Manorsa merupakan berasal dari Tapanuli Utara, Begitu juga Purba Pakpak seperti namanya merupakan berasal dari Pakpak dan pernah menjadi raja di Kerajaan Purba.
Dalam masa Proto Simalungun, terdapat Kerajaan Nagur yang cukup terbilang di zaman itu. Rajanya berasal dari Dinasti Damanik yang memiliki Raja Goraha (panglima) yang bermarga Saragih, Sinaga dan purba. Ketiganya masing-maing dijadikan menantu oleh Raja Nagur yang belakangan mendirikan kerajaan-kerajaan pula. Saragih mendirikan Kerajaan Raya, Sinaga mendirikan Kerajaan Tanohjawa dan Purba (Tambak) mendirikan Kerajaan Silou.
Seiring perjalanan sejarah, kerajaan-kerajaan itu pernah terpecah belah menjadi beberapa kerajaan lain. Dan menurut catatan sejarah, pada masa pemerintahan kerajaan-kerajaan itu mereka sering mendapat serangan dari kerajaan-kerajaan lain di tanah air. Mulai dari serangan Singosari, Mojopahit, Kerajaan Aceh bahkan serangan dari Sultan-sultan melayu dan serangan yang bertubi-tubi serta sporadis dari Pemerintah Belanda. Bahkan sejarah mencatat pula bahwa kerajaan-kerajaan di Simalungun pun pernah mendapat serangan dari Kerajaan Chla Mandala dari India. Dan sejarah juga mencatat, Raja-raja Simalungun tetap dengan gagah perkasa mempertahankan kerajaanya sekaligus melindungi dan mengayomi anak negerinya.
Sejak 23 Oktober 1889, satu persatu kerajaan di Simalungun rontok. Ketika itu, Kerajaan Siantar menyatakan tunduk kepada Pemerintah Belanda. Menyusul Kerajaan Tanohjawa 1891, Kerajaan Silou dan terakhir Kerajaan Panei. Beberapa Partuanon Purba dan Partuanon Silimakuta. Sementara Partuanon Parbalogan, Partuanon Sipintuangin dan Partuanon Sipolha tidak pernah tunduk kepada Kompeni. Mereka terus menerus melakukan perlawanan secara bergerilnya sampai menjelang masa kemerdekaan.
Ada yang khusus dan unik pada etnis Simalungun. Berdasarkan Harungguan Bolon (Musyawarah Besar) Kerajan, di Simalungun disimpulakan terdapat empat marga asli etnis ini. Masing-masing Sinaga, Saragih, Damanik dan Purba. Keempat marga ini belakangan populer dengan istilah Sisadapur. Mereka berjanji untuk tidak saling meneyerang dan tidak (akan) saling bermusuhan. Ada ikrar : Marsiurupan bani hasunsahan na legan, rup mangimbang musuh. Dan seiring perjalan masa, ada pula keputusan lain yang juga ditetapkan dalam suatu Harungguan Bolon. Intinya, siapa saja bisa menjadi etnis Simalungun jika mereka “marahap” Simalungun. Zaman inilah yang disebut sebagai zaman pembauran marga-marga di tengah etnis Simalungun. Makanya, tak heran di kalangan etnis Simalungun sekarang ada marga Napitu, Sidabalok, Simarmata, Turnip, Simanihuruk, Munthe, Dajawak, Girsang.
Ada perbedaan mencolok antara etnis Simalungun dengan etnis yang berasal dari Tapanuli. Etnis Simalungun tidak terlalu mementingkan silsilah seperti saudara-saudara mereka yang berasal dari Tapanuli tadi. Perkerabatan untuk menentukan jauh dekatnya hubungan kekeluargaan adalah tempat asal leluhur (hasusuran) dan kedudukan/ peran (parhundul) dalam acara-acara adat (horja). Makanya ketika bertemu dan berkenalan, etnis Simalungun tidak bertanya “Aha marga ni ham” (apa marga Anda) seperti orang Tapanuli. Tapi mereka akan bertanya “Hunja do hasusuran ni ham” (dari mana asal usul Anda).
Karena itulah ada ungkapan Simalungun yang popular : Sin Raya, sin Purba, Sin Dolog, Sin Panei. Na ija pe lang na umbah, asalma marholong ni atei. (Dari Raya), dari Purba, dari Dolog, dari Panei, tak penting sekali. Yang perlu (bagi kita) adalah cinta kasih. Dan orang-oraeng etnis Simalungun tidak mengenal istilah ‘panghuling ni mudar’ atau ‘marbulu suhar’ seperti orang-orang Tapanuli.
Ketika Belanda membuka usaha perkebunan besar-besaran di Simalungun, mereka mendatangkan buruh (kontrak) dari Jawa. Para buruh yang didatangkan dari jawa ini beranak pinak di Bumi Simalungun, dan enggan pulang ke kampung halamannya meski masa kontrak mereka sudah berakhir. Anak cucu mereka membuka lahan-lahan yang masih luas di pinggiran areal perkebunan untuk dijadikan lahan pertanian dan permukiman. Seperti prinsip orang Jawa banyak anak banyak rezeki, sekarang jumlah mereka di Simalungun sudah lebih banyak dari etnis Simalungun itu sendiri.

Untuk mencukupi kebutuhan pangan buruh-buruh perkebunan itu, Pemerintahan Belanda pun mendatangkan orang-orang dari Toba umumnya untuk membuka areal persawahan. Maka berduyun-duyunlah migran Toba ke Simalungun yang menebas hutan untuk dijadikan areal persawahan. Etnis Simalungun, tidak suka melakukan cocok tanam di sawah. Klop, orang-orang dari Dataran Tinggi Toba pun mencetak ribuan hektar areal persawahan yang sampai sekarang tersebar di kawasan Tanah Jawa, Bandar, dan Kecamatan Siantar Sekarang. Seluas-luas mata memandang, tanaman padi disana bisa dilihat dengan mata telanjang.
Belakangan, orang-orang dari Minangkabau, Mandailing, Sipirok, Nias, Karo, Melayu, bahkan Banjar, Sunda, Aceh dan Melayu, juga Pakistan dan Afganistan, datang pula ke Simalungun. Ada yang menjadi pedagang yang orang-orang Minangkabau khususnya untuk buruh-buruh perkebunan yang daerah Jawa, ada yang jadi kerani atau mandor terutama orang-orang dari Tapanuli. Termasuk tenaga-tenaga medis yang umumnya juga orang-orang Tapanuli. Dan ketika beranak pinak pun, mereka enggan pulang ke tanah asalnya. Mereka kawin mawin sesamanya, menjadikan orang-orang di Simalungun hidup tenteram dalam rasa persaudaraan yang dalam. Sampai sekarang, tidak pernah terjadi perang antar etnis di daerah ini apalagi perang antar agama. Semua hidup rukun dan damai diikat rasa persaudaraan yang akrab dan mesra. Meskipun, orang-orang yang berasal dari Jawa faktanya sekarang lebih banyak jumlahnya dari etnis lain termasuk dengan etnis Simalungun sendiri.
Sebagai sebuah kabupaten, Simalungun sudah terlalu luas. Bandingkan saja dengan Kabupaten Asahan ditambah dengan Kabupaten batubara yang luasnya hanya 468.100 hektar. Bandingkan juga dengan Kabupaten Deli Serdang ditambah Kabupaten Serdang Bedagai yang luasnnya hanya 445.402 hektar. Tapanuli Utara, ditambah Kabupaten Toba Samosir, Kabupatyen Humbang Hasundutan serta Kabupaten Samosir luasnya hanya 1.006.050 hektar saja. Sementara, seperti yang sudash disebutkan di atas, Kabupaten Simalungun luasnya 444.438 hektar.
Perkara kecamatan, Kabupaten Simalungun menjadi number one barangkali di tanah air. Seperti sudah disebutkan tadi, disini ada 33 kecamatan mulai dari Ujung Padang di perbatasan dengan Kabupaten Asahan, sampai ke kecamatan Dolog Silou di perbatasan dengan Kabupaten Karo. Mulai dari kecamatan Girsang Sipanganbolon di perbatasan degnan Kabupaten Toba Samosir sampai ke Kecamatan Silou Kahean di perbatasan dengan Kabupaten Serdang bedagai. Padahal, Kabupaten Tapanuli Utara hanya memiliki 15 Hektar, bahkan Kabupaten Humbang Hasundutan hanya memiliki 10 kecamatan.
Penduduk Kabupaten Simalungun juga terbilang banyak sekali. Sebagai perbandingan lihat di Thailand sana. Provinsi Phuket disana penduduknya hanya 543.000 jiwa yang mendiami 288.000 hektar luas wilayahnya. Di Piliphina, Municiphality Melolos di Propinsi Balacan hanya berpenduduk 170-an ribu jiwa saja. (Municiphality di Piliphina sama dengan kabupaten di Indonesia)
Barangkalilah, karena luasnya yang luar bisa ditambah anak negerinya yang teramat banyak, Pemkab Simalungun terkesan tidak berdaya untuk menjadikan daerah ini sebagai suatu daerah yang maju dan berkembang. Tapi barangkali pun, boleh jadi justru karena Pemkab Simalungun salah kelola atau salah urus, sehingga daerah in terasa jalan di tempat dari masa ke masa. Pelayanan umum terasa tipis sekali. Infrastruktur berbagai jenis rusak dan tak terawat bahkan jalan-jalan banyak yang rusak tak karu-karuan. Akibatnya gampang ditebak. Hasil bumi sulit diangkut dari sentra produksi, dan harganya anjlok melorot tak sesuai degnan ongkos produksi. Anak negeri menjerit histris, sementara Pemkab Simalungun tak mampu berbuat apa saja. Alasan klasik selalu dikemukakan, dana APBD yang sangat terbatas. Padahal, korupsi menjadi merajalela di hampir semua SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Dugaan Korupsi di Dinas PU Bina Marga yang sekaragn tengah ditangani Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara misalnya, serta dugaan korupsi pada pembangunan kantor-kantor SKPD di Sondi Raya yang sekarang ditangani Kejaksaan Agung.
Sejak zaman pemerintahan almarhum JP Silitongan (Dua periode, 10 Tahun), masa pemerintahan almarhum Djabanten Damanik (dua periode, 10 tahun), masa pemerintahan John Hugo Silalahi, masa pemerintahan Zulkarnaen Damanik hingga masa pemerintahan JR Saragih sekarang, wajah anak negeri Simalungun masih saja resah mendesah tak pernah berubah. Padahal, JR Saragih ketika berkampanye pada masa pemilukada lalu mengusung jargon ‘perubahan’. Sekarang, setelah satu tahun pemerintah JR Saragih, apanya yang berubah?
Dimasa almarhum JP Silitonga, antara lain ada proyek raksasa membuka jalan dari Negeri Dolog Kecamatan Silou Kahean melalui Nagori Kariahan di Kecamatan Raya. Entah sudah berapa besar dana yang dikeluarkan untuk itu, tapi sampai sekarang mudah-mudahan belum juga bisa dilalui kendaraan roda empat yang artinya belum juga terbuka. Di masa almarhum Djabanten Damanik , ada pembangunan Gedung Pusat Dokumentasi Pariwisata di Sipolha yang menelan biaya besar sekali, tapi setelah selesai tak pernah dimanfaatkan. Di zaman Hugo, ada pembangunan Balai Benih Ikan di Rambung Meraeh yang menelan biaya miliaran rupiah, tapi sampai sekarang sia-sia tak pernah menghasilkan benih ikan. Begitu juga pembangunan pekan Tanah Jawa, termasuk pembangunan Lumbung Padi di Raja Maligas yang berbiaya miliaran rupiah tapi sekarang sia-sia karena tak pernah dimanfaatkan atau digunakan. Juga pembangunan Gelanggan Olahraga Radjamin Purba berbiaya puluhan miliar di Kilometer 8 Kecamatan Siantar. Di zaman pemerintahan Zulkarnaen, hampir sama dengan. Misalnya, pembangunan Balai Benih Ikan di Jawa Tongah yang cenderung dimanfaatkan sebagai balai benih korupsi semata.
Sekarang, di masa kepemimpinan JR Saragih, kondisi Simalungun malah makin runyam padahal masih satu tahun era pemerintahannya. Di awal bulan-bulan pertama pemerintahannya, JR Saragih kontan diterpa kasus suap hingga berurusan dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) seperti yang dilaporkan Robert Ambarita salah seorang anggota KPU (Komisi Pemilihan Umum) Simalungun. Termasuk, belakangan JR Saragih pun agaknya akan larut dengan persoalan hukum di KPK sekaitan dengan laporan pengaduan yang dilakukan oleh Bernand Damanik salah seorang anggota DPRD Simalungun. Dan beberapa media televisi swasta nasional pun menayangkannya secara luas termasuk media cetak serta media online.
Alhasil, tak terlalu salah jika disimpulkan Simalungun sekarang sudah dalam keadaan sakit keras. Sakit keras yang boleh jadi sudah kronis dan harus mendapat perawatan serta pengobatan dari para dokter ahli dan spesialis. Dibutuhkan memang sebuah diagnosa yang pas, sehingga penyakit itu bisa dienyahkan dari tubuh Simalungun yang kurus bagai tak terurus. Boleh jadi bahkan, Simalungun hari ini justru bagai mengidap penyakit kanker pada stadium tinggi. Dan, sekarang juga dibutuhkan upaya penyembuhan, antara lain dengan menghadirkan buku kecil ini kepada Anda – Pembaca – Secara khusus putra-putri Simalungun yang berada di perantauan.
Dahulu kala, leluhur orang-orang Simalungun dalam memutuskan sesuatu yang dianggap penting dan prinsip selalu dilalui lewat Harungguna Bolon. Sekarang barangkali, Harungguan Bolonpun perlu dilaksanakan dengan menghadirkan segenap komponen, elemen dan segala lapisan serta tingkatan yang ada. Baik di simalungun sendiri, juga dari berbagai kota di tanah air bahkan manca negara. Simalungun membutuhkan perhatian agar sembuh dari penyakitnya yang menggurita.

Wahai putra-putri Simalungun. Ibumu kini sakit keras !









































Diadukan Tapi Tak Mengadu

Adalah Robert Ambarita. Dia anggota KPU (Komisi Pemilihan Umum) Simalungun. Waktu Pemilukada Simalungun 2010 lalu, kebetulan dia dipercaya sebagai Ketua Kelompok Kerja Verifikasi Pencalonan Kepala Daerah pada Komisi Pemilihan Umum Simalungun. Sementara, Jopinus Ramli Saragih waktu itu merupakan salah seorang bakal calon Bupati Simalungun yang digelar pada 26 Agustus 2010.
Alkisah, pada 12 Juni 2010 seseorang suruhan JR Saragih menunggui Robert di Kantor KPU Simalungun di Jalan Asahan. Orang itu mengajak Robert ke Brastagi untuk bertemu dengan JR Saragih. Robert awalnya mengelak, dengan memberi alasan masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikannya. Apalagi, saat itu sedang berlangsung Rapat Verifikasi Peserta Pemilukada.
Orang suruhan JR Saragih itu mendesak Robert agar mengikutinya untuk bertemu dengan JR Saragih di Brastagi. Dan orang itu juga, mengikuti Robert saat Robert kembali ke rumahnya di Jalan Anjangsana Blok Gadung, Kelurahan Tambun Nabolon, Siantar Martoba. Dan akhirnya, Robert pun dengan terpaksa mengikuti orang suruhan JR Saragih itu ke Brastagi, malam sekira pukul 21.30.
Di Brastagi, Robert menginap di Hotel Mutiara atas pesanan JR Saragih. Dan pagi keesokan harinya sekira pukul 07.00 WIB, Robert bertemu dengan JR Saragih di lobby hotel itu. Mereka berbincang panjang lebar. Saat itu, Robert Ambarita adalah anggota KPU Simalungun dan JR Saragih adalah salah seorang bakal calon Bupati Simalungun. Sambil berbincang ria, mereka berdua menikmati sarapan pagi.
Di antara perbincangan mereka berdua kala itu, JR Saragih meminta agar selaku Ketua Kelompok Kerja Verifikasi Pencalonan Kepala Daerah Robert mencoret nama pasangan Zulkarnan Damanik – Marsiaman Saragih dan Kabel Saragih – Muliono sebagai calon Bupati Simalungun 2010 – 2015. Tak jelas alasan JR Saragih mengapa meminta Robert untuk mencoret kedua pasangan itu. Yang jelas, saat itu Robert menolak permintaan JR Saragih.
“KPU tidak berpihak kepada satu pasangan calon. KPU itu hanya wasit”, kata Robert memberi alasan.
Lalu setelah itu, JR Saragih mengajak Robert ke Rumah Sakit Umum Efarina Etaham, masih di Brastagi. Disitulah JR Saragih memberikan selembar cek kepada Robert. Cek itu merupakan cek BNI atas nama PT Efarina bernomor CP 505776 bernilai Rp 50 juta. Robert pun terkesima dan segera menerimanya.
Saat itu menurut Robert, mesin helikopter JR Saragih sudah meraung-raung siap terbang. Dalam situasi seperti itu, Robert mengaku kehilangan alasan untuk menolak cek pemberian JR Saragih. “Saat diberi cek saya seperti terhipnotis kehilangan alasan untuk tidak menerima cek itu.” kata Robert Ambarita.
Tapi, Robert ternyata tidak pernah mencairkan cek pemberian JR Saragih itu. Setelah pemberian cek itu, pernah orang tuanya katanya sakit keras dan opname di rumah sakit, tapi cek itu tak juga digunakan Robert. Padahal, ketika orang tuanya sakit dan dirawat di rumah sakit, Robert membutuhkan uang yang cukup banyak. Persoalannya, saya menduga pemberian cek itu merupakan suap kepada dia, katanya.
Lantas pada 29 Desember 2010, Robert mengadukan persoalan ini ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sebagai kasus penyuapan. Sekaligus, hari itu juga Robert membuat laporan kepada LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) Robert mengaku merasa tidak nyaman atas pengaduannya ke KPK tadi. Setidaknya, dengan melapor ke LPSK akan ada perlindungan terhadap dia serta keluarganya, katanya.
Rupanya, KPK cukup tanggap. Pada 14 Januari 2011, Robert ditelepon KPK untuk melakukan telaah kasus. Selanjutnya, pada 18 Januari 2011, Robert pun menerima surat dari KPK yang memintanya hadir di Gedung KPK pada 20 Januari 2011 untuk memberi keterangan berkaitan dengan pengaduannya. Dan, pada 25 Januari 2011, Robert pun menyerahkan cek yang diterimanya dari JR Saragih itu kepada KPK.
Tapi, JR Saragih membantah keras tuduhan Robert Ambarita itu.
“Saya tidak pernah memberikan cek kepada Robert Ambarita. Dia yang harus dilaporkan karena menguasai milik orang lain”, kata Bupati Simalungun itu. JR Saragih yang sebelumnya juga dijerat percobaan penyuapan hakim Mahkamah Konstitusi itu oleh mantan pengacaranya Refly Harun juga membantah pernah memberikan ancaman kepada orang lain termasuk Robert.
Kalau Robert Ambarita mengaku menerima cek dari dia, kata JRSaragih, “Mana Buktinya. Coba perlihatkan mana surat tanda terimanya” Selain itu, JR Saragih juga mengatakan, mengapa baru sekarang Robert Ambarita membeberkannya. Ada apa dan kepentingan politik siapa, katanya. Dan terkait dengan pengaduan Robert Ambarita ke KPK ini, JR Saragih mengaku siap menghadapinya.
JR Saragih juga mengatakan, mana mungkin dia memberikan cek senilai Rp 50 juta kepada Robert Ambarita dan mengancam Robert untuk menerimanya agar memenuhi keinginannya. JR Saragih malah meminta Robert ‘mencuci’ otak kotornya. Sebab, kejadiannya Juni lalu tapi baru sekarang dilaporkan, kata JR Saragih lagi.
“Pada saat itu, 13 Juni 2010, proses pemilukada sedang berlangsung. Saya harus fokus untuk pemenangan. Tak ada waktu untuk bertemu dengan Robert”, katanya. JR Saragih juga mengatakan, semua yang dikatakan Robert bohong.
Lantas, Ketua KPU Simalungun Nurdin Sinaga mengatakan, pihaknya akan mendalami dugaan pelanggaran kode etik setelah pengakuan Robert Ambarita yang pernah menerima cek senilai Rp 50 juta dari JR Saragih. Kata Nurdin, pihaknya tidak bersikap reaksioner dalam kasus ini, meski ada pengakuan langsung dari Robert. Barangkali kata Nurdin, ada faktor-faktor yang melatarbelakangi pengakuan Robert Ambarita itu. Faktor-faktor itulah yang akan dijajaki KPU Simalungun, katanya.
Nurdin menambahkan, KPU akan mengecek apakah cek itu diterima Robert prapemilihan atau pascapemilihan. Bila pascapemilihan, itu berarti urusan pribadi. Tapi kalau prapemilihan itu melibatkan institusi KPU, katanya lagi. Sementara, masih menurut Nurdin, bila terbukti benar Robert melakukannya, itu menjadi wilayah tanggung jawab dari Badan Kehormatan yang akan dibentuk KPU Propinsi Sumatera Utara. Sanksi terberat, yakni pemecatan bakal menghadang bila terbukti menerima suap dari peserta pemilukada, kata Nurdin Sinaga.
Di sisi lain, Robert Ambarita sendiri mengaku siap menerima sanksi terberat akibat pengakuannya itu. Kata Robert, dia mengadukan JR Saragih kepada KPK karena telah menyuapnya, setelah terinspirasi kasus JR Saragih di Mahkamah Konstitusi. Kasus itu tidak punya bukti kuat, padahal kasus penyuapan oleh JR Saragih terhadap dia katanya memiliki bukti yang sangat kuat, yakni lembaran cek yang diberikan oleh JR Saragih kepadanya.
Robert mengatakan, JR Saragih memang punya bakat dalam soal suap menyuap. Namun sayangnya, dalam kasus yang dilaporkan Refly Harun tidak memiliki bukti yang kuat sementara dalam kasus yang dilaporkannya ada bukti yang sangat kuat dan sekarang sudah ada di tangan KPK. Sekarang, tinggal bagaimana KPK mengolah kasus yang dilaporkannya ini hingga bisa diproses secara hukum. Kalau KPK mau, kasus yang dilaporkan Robert Ambarita itu katanya bisa menjerat JR Saragih dan menyeretnya ke penjara.
Robert menyebut tidak memiliki target apapun meski harus mengadukan JR Saragih kepada KPK. Juga, katanya, tak ada kepentingan lain atas pembeberan kasus penyuapan yang dilakukan JR Saragih ini. Katanya, dia hanya ingin berpartisispasi untuk menegakkan hukum di negeri ini. Seorang pemimpin yang suka melakukan penyuapan, sudah pasti akan korup ketika memimpin, kata Robert Ambarita. Padahal, katanya lagi, perang yang terutama harus kita lakukan adalah peperangan melawan korupsi.
“Pemimpin harus bersih dari suap dan korupsi”, kata Robert Ambarita lepas dan puas. Sepertinya, lega sudah rongga dadanya setelah melaporkan kasus suap yang dilakukan Bupati Simalungun JR Saragih itu.

Tindaklanjut

Sekarang, jelang satu tahun pemerintahan JR Saragih sebagai Bupati Simalungun, bagaimana kelanjutan kasus penyuapan yang dilakukan JR Saragih seperti yang dilaporkan Robert Ambarita kepada KPK itu ?
Di mata Bernand Damanik, anggota DPRD Simalungun, kasus penyuapan terhadap Robert Ambarita yang dituding dilakukan JR Saragih dinilai telah merusak citra Kabupaten Simalungun. Sementara, Pdt Dionisius Panomban mendukung penuh sikap Robert Ambarita yang melaporkan JR Saragih yang mencoba menyuapnya dengan cek senilai Rp 50 juta.
“Kalau itu memang untuk membuktikan kebenaran, tentu saja kita akan memberikan apresiasi penuh.” kata Pdt Dion sambil menambahkan agar apa yang dilakukan Robert Ambarita adalah murni atas dasar hati nurani dan bukan untuk mencari sensasi. Secara Kristiani, apa yang dilakukan Robert Ambarita adalah demi mengungkap tindak pidana korupsi yang bisa menghancurkan dan bertentangan dengan agama.
“Ini demi mengungkap dugaan korupsi. Jadi semua masyarakat harus tanggap. Jangan cepat berpikir negatif sebelum semuanya selesai di ranah hukum. Mari sama-sama kita menunggu kebenaran yang sesungguhnya.” katanya.
Kata Bernand Damanik, persoalan pengaduan Robert Ambarita kepada KPK karena JR Saragih menyuapnya, harus dituntaskan segera agar citra Simalungun tidak semakin terpuruk. Kalau kasus ini tidak tuntas, dipastikan citra Simalungun akan semakin terpuruk hingga bagai ke lumpur yang paling dalam, katanya. Sementara menurut dia, citra sebuah daerah dapat ditunjukkan melalui sosok seorang pemimpinnya. Kalau sosok pemimpinnya baik, maka baiklah daerahnya. Sebaliknya, jika sosok pemimpinnya buruk maka buruklah citra daerah yang dipimpinnya, katanya.
“Karena itu, JR Saragih harus segera dapat menyelesaikan kasus ini, hingga citra JR Saragih sekaligus citra daerah ini bisa kembali baik di mata masyarakat.” katanya lagi.
Sementara itu menurut tokoh pemuda Simalungun Erdiaman Purba, di Simalungun semuanya harus diawali dengan kebenaran sesuai dengan falsafah Habonaran do Bona. Peristiwa penyuapan yang dilakukan JR Saragih terhadap Robert Ambarita kalau memang benar, menurut Erdiaman bagaikan tumor yang membuat kepercayaan masyarakat kepada JR Saragih menjadi luntur. Dan kalau hal ini sudah terjadi, betapa malangnya Simalungun, katanya.
Cerita tentang pengaduan Robert Ambarita kepada KPK ini memang, merupakan suatu pukulan bagi seluruh anak negeri Simalungun terutama mereka yang memilih JR Saragih pada pemilukada lalu. JR Saragih, terpilih secara cemerlang menjadi Bupati Simalungun, karena diharapkan mampu membawa daerah ini ke arah yang lebih baik. Sudah terlalu lama Simalungun dipimpin tidak secara baik dan benar, hingga menimbulkan daerah ini bagai mengalami sakit keras yang kronis. Dimana-mana pelayanan publik tidak memuaskan anak negeri, infrastruktur yang porak poranda tak karu-karuan, serta banyak hal yang mengecewakan. Dengan memilih JR Saragih dalam pemilukada lalu, mimpi tentang suatu negeri yang indah diharapkan akan terwujud di bawah kepemimpinannya.
Sayangnya, pengaduan Robert Ambarita ini menjadi tamparan yang telak dan menyakitkan bagi anak negeri. Dan karena itulah wajar dan pantas sekali jika sekarang juga kasus ini harus ditindaklanjuti hingga segalanya bisa jelas dan terang. Seperti yang dikatakan Bernand Damanik, citra Simalungun harus dipulihkan, jangan dibiarkan justru tenggelam ke dalam lumpur yang maha dalam.
Yang terang, kasus pengaduan Robert Ambarita tadi sampai sekarang masih diliputi tabir kegelapan. KPK entah karena alasan apa belum juga memprosesnya sesuai hukum yang berlaku, sementara KPU Sumatera Utara pun terkesan pasif yang hingga sekarang belum membentuk Dewan Kehormatan untuk menyelidiki persoalan anggotanya Robert Ambarita. Padahal, sekiranya KPU Sumatera Utara sudah membentuk Dewan Kehormatan, boleh jadi satu sisi sudah terselesaikan. Bisa positif Robert Ambarita dikenakan sanksi hukum oleh Dewan Kehormatan sesuai dengan aturan yang berlaku, dan boleh jadi juga Robert Ambarita terlepas dari jerat yang menimpanya.
Tapi di sisi lain, JR Saragih pun sebagai pihak yang diadukan Robert Ambarita harus responsif dan songsong bola. Bupati Simalungun itu tak elok justru karena sampai sekarang masih tetap diam membisu atas pengaduan Robert Ambarita. Padahal, jauh hari sebegitu diadukan Robert Ambarita ke KPK, JR Saragih pernah mengatakan akan balik mengadukan Robert Ambarita. Bukankah Robert Ambarita layak diadukan misalnya karena telah melakukan pencemaran nama baik ?
Karena itulah barangkali, demi nama baik Bupati Simalungun JR Saragih, dia harus menuntaskan kasus ini. Ini harus dan perlu, sebab seperti dikatakan Bernand Damanik, pengaduan Robert Ambarita ke KPK merupakan citra buruk Simalungun. Bukan semata citra buruk JR Saragih. Menuntaskan kasus ini, dengan balik mengadukan Robert Ambarita. Tentu.















Terancam Bangkrut dan Pailit

Ini benar-benar kabar buruk yang tak enak didengar. Pemerintah Kabupaten Simalungun yang sekarang dipimpin JR Saragih, terancam bangkrut alias gulung tikar. Aneh bin ajaib, bagaimana daerah yang dipimpin orang sekaliber JR Saragih itu bisa terancam pailit. Padahal jauh sebelum ini JR Saragih dikenal sebagai seorang pengusaha sukses tiada tara. Banyak orang tahu, perusahaan miliknya berkembang pesat di berbagai tempat di tanah air.
Bangkrutnya Pemkab Simalungun di bawah kepemimpinan JR Saragih sekarang, antara lain ditandai dengan menumpuknya utang Pemkab ke berbagai pihak. Ada yang ke pegawai non PNS (Pegawai Negeri Sipil), ada yang ke PNS, dan ada juga kepada beberapa penyedia barang dan jasa. Tidak jelas sekali berapa angka pastinya jumlah semua utang Pemkab Simalungun tadi. Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Asset Daerah Simalungun Resman Saragih, agaknya enggan untuk memberi jawab. Dia tidak bergeming ketika ditanya lewat SMS yang dikirmkan ke telepon selularnya.

Pergantian Pejabat

Utang Pemkab Simalungun kepada pegawai non PNS itu antara lain meliputi pembayaran Tunjangan Guru Swasta senilai Rp 1, 2 miliar. Dananya, bersumber dari APBD Sumatera Utara, berupa Bantuan Keuangan Propinsi. Pempropsu sendiri, sudah mencairkan dana tadi ke Kas Pemkab Simalungun, namun sampai sekarang tidak disalurkan Pemkab Simalungun kepada masing-masing yang berhak. Apa penyebabnya uang itu tidak atau belum juga disalurkan Pemkab Simalungun kepada masing-masing guru yang berhak, justru disinilah letak soalnya. Boleh jadi uang itu dipakai Pemkab Simalungun bagi peruntukan lain. Gali lobang tutup lobang.
Utang Pemkab Simalungun kepada PNS-nya, antara lain berupa pembayaran Uang Makan untuk Januari 2011. Selain, untuk pembayaran Tunjangan Sertifikasi 68 guru (lagi) di daerah itu. Tidak diketahui secara persis berapa jumlahnya. Hanya saja kalau dikalkulasi secara enteng, nilainya tak kurang dari miliaran rupiah juga. Mengapa bisa terjadi seperti itu, kembali, inilah soal yang ingin dipercakapkan sekarang.
Lantas, utang Pemkab Simalungun ke beberapa perusahaan penyedia barang dan jasa antara lain meliputi pembayaran berbagai proyek yang dibiayai dari sumber dana APBN Addhock, berupa kegiatan program Percepatan Pembangunan Infrastruktur. Ada yang di Dinas Pendidikan Nasional, ada yang di Dinas Bina Marga dan ada pula yang di Dinas Tata Ruang dan Pemukiman. Di Dinas Pendidikan Nasional jumlahnya Rp 2, 1 miliar, sementara di Dinas Bina Marga dan di Dinas Tarukim nilainya Rp 1, 6 miliar. Kenapa bisa menjadi utang, inilah soal mengapa tulisan ini saya buat.
Masih di Dinas Pendidikan Nasional, Pemkab Simalungun pun masih berutang kepada beberapa perusahaan penyedia barang dan jasa senilai Rp 19, 5 miliar. Utang itu meliputi pembayaran pelaksanaan kegiatan pengadaan buku, alat peraga, alat laboratorium, buku kesenian dan muatan lokal. Kegiatan tadi merupakan bahagian dari DAK (Dana Alokasi Khusus) Tahun Anggaran 2010 untuk SD dan MI yang dananya sudah disalurkan Kementerian Pendidikan Nasional ke Kas Daerah Pemkab Simalungun, namun belum dibayarkan Pemkab Simalungun kepada yang berhak. Kenapa bisa begitu, inilah yang menjadi soal.
Bupati Simalungun sendiri JR Saragih dengan nada enteng memberi alasan, utang-utang tadi tidak bisa dibayarkan karena stafnya tidak membuat laporan atau terlambat membuat laporan ke pemerintah pusat atas pelaksanaan pekerjaan yang tengah berlangsung di lapangan. Akibatnya ya itu tadi, pemerintah pusat pun akhirnya tidak dapat mencairkan dananya ke Pemkab Simalungun. Habis perkara?
Sekiranya ada yang menanyakan kepada saya kenapa semua ini bisa terjadi, saya akan jawab karena arogansi JR Saragih yang menggonta-ganti banyak pejabat di jajaran Pemkab Simalungun sebegitu dia dilantik akhir Oktober tahun lalu. Terutama, tentu, para pejabat yang mengelola keuangan termasuk para pejabat yang menangani teknis proyek. Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelola Asset Daearah saja pun misalnya, Duarman Purba, dicopot JR Saragih secara mendadak dan menggantikannya dengan Resman Saragih yang diimprt dari Pemko Pematangsiantar.
Bendahara Dinas Pendidikan Nasional Lamhot Haloho, juga dicopot JR Saragih secara mendadak hanya karena tidak bersedia menutup buku sesuai dengan permintaan JR Saragih. Padahal, kalau Lamhot melakukan penutupan buku seperti diminta JR Saragih, tanggung jawabnya menjadi beban Lamhot.
Dalam pandangan saya pergantian pejabat memang merupakan sesuatu yang lumrah bahkan merupakan bagaikan jodoh saja bagi setiap PNS. Namun pergantian pejabat tentunya harus diimbang dengan siapa dan bagaimana penggantinya Jadi, artinya, harus proporsional dan profesional. Tidak sembarang ganti karena emosi semata bahkan berdasarkan selera , bahkan sebaiknya bukan karena senang atau tidak senang, suka atau tidak suka. Pergantian Lamhot Haloho kepada seorang staf Dinas Pendidikan Nasional yang sebelumnya bertugas di kecamatan, agaknya memang mesti diprihatini sebagai suatu tindakan kalap.
Sejumlah proyek di SKPD-SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) apalagi yang sumber dananya APBN addhock harus dilaporkan proses pekerjaan fisiknya secara rutin ke pihak pemberi dana (Kementerian) Ini berguna agar pemerintah pusat mendapat laporan pasti sebagai dasar untuk mengucurkan dan mencairkan dana proyek tersebut. Hal inilah yang tidak dilakukan para pejabat-pejabat yang diganti mendadak tadi, karena sememang mereka tidak memahami tugasnya mengingat mereka baru saja diangkat sementara pengangkatan mereka tidak didasarkan oleh profionalisme dan kecakapan yang dibutuhkan.
Dalam pandangan saya, para pejabat yang mengganti para pejabat yang dicopot secara mendadak tadi, umumnya tidak memiliki kecakapan yang standart sehingga menimbulka kesan mereka bekerja tidak dengan disiplin atas pengelolaan proyek di berbagai SKPD. Sehingga akibatnya gampang ditebak, mengakibatkan terganggunya cash flow (kedatangan uang dari sumber).

Salah Bayar ?

Sampai sekarang, bagi saya sendiri membengkaknya utang Pemkab Simalungun ini sebenarnya masih merupakan misteri yang harusnya bisa diungkap oleh (terutama) DPRD Simalungun. Tapi apa boleh buat, nampaknya pun oknum-oknum disana sekarang sudah memposisikan diri sebagai wakil penguasa, terutama Binton Tindaon sendiri yang sekarang Ketua DPRD Simalungun. Mimpi saja agaknya kalau mengharap Binton membela kepentingan rakyat yang diwakilinya.
Saya pun tidak percaya sepenuhnya, utang Pemkab Simalungun sekarang membengkak akibat tidak adanya laporan pelaksanaan proyek kepada pihak pemberi (sumber) dana. Artinya, bukan hanya karena uangnya belum cair dari sumber dananya, tapi juga antara lain karena dilakukannya penggunaan lain yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
Seperti yang dapat disaksikan dengan kasat mata, banyak sekali pekerjaan di Pemkab Simalungun di bawah kepemimpinan JR Saragaih yang tak jelas dari mana sumber dananya. Sebut misal pembuatan lapangan terbang di Sondi Raya, pembuatan pagar pada kantor-kantor gedung SKPD, juga pekerjaan pelebaran ruas jalan menuju kota Pamatang Raya.
Saya malah menduga, pengadaan beberapa kendaraan roda empat untuk Pimpinan DPRD termasuk untuk Pimpinan Fraksi di DPRD Simalungun, uangnya digunakan bukan dari sumber yang sesungguhnya. Setahu saya, semula program itu dikucurkan dengan sumber dana PAD (Pendapatan Asli Daerah), padahal PAD saja belum memenuhi target sementara kendaraan roda empat tadi sudah dibeli. Boleh jadi diibaratkan, Pemkab Simalungun di bawah kepemimpinan JR Saragih sekarang menggunakan uang listrik untuk membayar air misalnya, padahal dalam sistempengelolaan keuangan daerah hal itu sudah bisa dikatagorikan sebagai suatu penyimpangan. Pastinya, sampai sekarang PAD belum masuk secara maksimal sesuai target, tapi mobil Fortuner, Pajero dan Inova sudah dibelikan untuk DPRD.
Singkat cerita, terancam bangkrutnya Pemkab Simalungun sekarang ini, saya pikir hanya karena ulah dan tingkah polah JR Saragih sendiri yang memimpin daerah ini dengan suka dan seleranya sendiri. Berbagai ketentuan diabaikan dengan dan atas nama kekuasaan, sehingga tindakan salah bayar pun kerap dilakukan dengan prinsip gali lobang tutup lobang.
JR Saragih sendiri agaknya belakangan ini sudah mulai kalap dalam memimpin daerah ini. Itu antara lain ditunjukkannya pada Senin pekan ini di Gedung DPRD Simalungun. Ketika diberi kesempatan untuk menyampaikan sambutan kepada penerimaan DPRD atas Ranperda yang diajukan menjadi Perda, JR Saragih malah mengancam para camat di Simalungun agar memenuhi target PAD sesuai dengan yang ditetapkan. Camat yang tidak memenuhi target PAD akan dicopot dari jabatannya katanya, padahal itu disampaikan pada suatu Rapat Paripurna DPRD yang notabene terbuka untuk umum. Padahal menurut saya, lebih keras dari itu bisa saja dilakukannya, tapi tentu dalam kesempatan lain, para Rapat Koordinasi misalnya.
Alhasil, sebagai warga Simalungun saya pun tidak berharap banyak lagi terhadap JR Saragih yang sekarang Bupati Simalungun. Punya utang saya pikir merupakan sesuatu yang biasa, tapi kalau utang seperti utangnya Pemkab Simalungun yang dipimpin JR Saragih ini, saya pikir sudah tidak biasa. Karenanyalah, dalam menanggapi utang Pemkab Simalungun ini, saya tidak mau bersikap biasa-biasa.














Mutasi, Hantu Menyeramkan

Sebenar-benarnya, mutasi di jajaran aparat penyelenggara pemeritahan adalah sesuatu yang lumrah dan wajar. Mutasi merupakan sesuatu penyegaran di lingkungan kerja, yang bisa terjadi disebabkan terlalu lamanya seseorang menduduki suatu jabatan. Terlalu lamanya seseorang menduduki suatu jabatan, bisa melahirkan kejenuhan. Seseorang yang ingin memiliki wawasan dan ruang lingkup yang lebih luas lagi, wajar dan pantas untuk minta dimutasi. Selain, seorang pimpinan pun harus melihat itu hingga melakukan mutasi terhadap pejabatnya.
Tapi sepertinya, pendapat itu tak berlaku bagi JR Saragih, Bupati Simalungun. Orang yang satu ini, justru punya hobbi yang sangat aneh : Terlalu suka melakukan mutasi. Mutasi di jajaran Pemkab Simalungun selama dipimpin JR Saragih, tak terbilang lagi sudah berapa puluh kali dilakukannya. Pekan ini si A dimutasinya ke jabatan B, pekan depan sudah dimutasi lagi ke jabatan C. Yang paling aneh, boleh jadi pekan ini si D dimutasi ke jabatan F, tapi pekan depan dikembalikannya lagi ke jabatan semula. Aneh bagi orang lain, tapi sepertinya tidak aneh bagi JR Saragih. Apa boleh buat. Tokh JR Saragih sekarang ini adalah orang yang paling berkuasa di Kabupaten Simalungun.
Akibat mutasi yang dilakukan secara berlebih-lebihan tadi, suasana kerja di lingkungan Pemkab Simalungun pun menjadi tidak kondusif lagi. Sangat tidak nyaman bahkan acak-acakan. Ada PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang dimutasi ke suatu jabatan tapi belum sempat membuat konsep kerja bahkan barangkali pun belum mengenal struktur SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang dipimpinnya sudah dimutasi lagi ke jabatan lain. Malah, boleh jadi pejabat tadi belum memahami Tupoksi (Tugas Pokok dan Fungsi) SKPD yang dipimpinnya.
Binsar Situmorang misalnya, PNS yang diimport JR Saragih dari Pemko Medan sebegitu dia menjadi Bupati Simalungun. Mantan calon Wakil Walikota Medan yang kalah dalam pemilukada ini mulai bertugas di Pemkab Simalungun pada 8 Nopember 2010. Tapi sejak 12 Nopember 2010, dia sudah diangkat JR Saragih sebagai Asisten III pada Setdakab Simalungun. Ekh, masih tiga bulan menduduki jabatan itu, Binsar dimutasi menjadi Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Dan dua bulan berikutnya, Binsar dimutasi lagi menjadi Kepala Bappeda (Badan Perencana Pembangunan Daearah).
Jabatan-jabatan strategis, jugaa tak luput dari acak-acakan JR Saragih. Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelola Asset Daerah misalnya, sejak JR Saragih menjadi Bupati Simalungun sudah tiga kali digantinya. Mula-mula, jabatan itu diduduki Duarman Purba, lantas digantikan JR Saragih kepada Resman Saragih yang diimportnya dari Pemko Pematangsiantar. Masih beberapa bulan Resman menduduki jabatan itu, mendadak digantinya kepada Gideon Purba yang sebelumnya Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.
BKD (Badan Kepegawaian Daerah), juga menjadi bulan-bulanan JR Saragih. Awalnya, Kepala BKD adalah Djamasdin Purba, kemudian digantinya kepada Garinsen Saragih. Dari Garinsen, diganti JR Saragih kepada Wilson Simanihuruk dan sekarang diganti lagi oleh JR Saragih kepada Resman Saragih. Jungkir balik, tunggang langgang tak karu-karuan. Sekali lagi, siapa saja tak bisa bilang apa.
Celakanya, akibat mutasi yang acak-acakan tak karu-karuan ini JR Saragih pun mengalami persoalan mengganjal. Hutang-hutang Pemkab Simalungun yang puluhan miliar rupiah sekarang terjadi, antara lain disebabkan tidak profesionalnya pejabat-pejabat yang diangkat oleh JR Saragih. Seperti diakui sendiri oleh JR Saragih, hutang-hutang itu terjadi dikarenakan pejabatnya tidak membuat laporan pelaksanaan pekerjaan secara periodik kepada kementerian yang menyediakan dana. Karena laporan tadi tak dibuat, akhirnya pihak kementerian tidak mencairkan dana itu dan Pemkab Simalungun pun tidak dapat membayarkannya kepada pihak ketiga.
Selain itu, JR Saragih juga ternyata orang yang tidak bisa dipegang omongannya. Sejak awal sebelum dilantik menjadi Bupati Simalungun dia mengatakan tidak akan melakukan mutasi sebelum melakukan evaluasi terhadap kinerja pejabat yang bersangkutan. JR Saragih juga mengatakan, tidak akan memperpanjang masa tugas PNS yang sudah pensiun. Kalau sudah tiba pada batas usia pensiun ya pensiunlah agar tidak menghambat karis PNS yang lain, katanya.
Tapi apa yang dilakukan JR Saragih ternyata paradoksal dengan ucapannya. Jadiaman Purba, James Simamora dan Anna Girsang yang semula merupakan Staf Akhli Bupati Simalungun dan sudah memasuki masa pensiun dan diperpanjang tugasnya justru dimutasi JR Saragih untuk menduduki jabatan Eselon II lainnya. Jadiaman diangkat menjadi Kepala Badan Kesbang Linmas, James diangkat menjadi Kepala Dinas Tenaga Kerja, sementara Anna diangkat menjadi Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Padahal, kalau pun masa tugas seorang PNS diperpanjang, dia harus tetap ditugaskan pada posisi semula. Tidak boleh malah dimutasi ke posisi lain.
Ketika JR Saragih dilantik sebagai Bupati Simalungun pada Kamis 28 Oktober 2010, spontan besoknya Jumat 29 Oktober 2010 JR Saragih melakukan mutasi terhadap enam pejabat di lingkungan Pemkab Simalungun. Revanus Sormin yang waktu itu Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dicopotnya dengan alasan karena sudah memasuki masa usia pensiun. Anehnya, pengganti Revanus adalah Anna Girsang yang juga sudah memasuki masa usia pensiun. Dan Senin 1 Nopember pun, puluhan pejabat diganti JR Saragih termasuk beberapa camat. Orang-orang pun tersentak kaget dan juga tak bisa bilang apa-apa.
Berturut-turut JR Saragih pun melakukan mutasi demi mutasi, seolah ingin mempertontonkan kekuasaannya di daerah ini. Tak luput, puluhan kepala sekolah mulai dari tingkat SD hingga SLTA dimutasinya, bahkan banyak kepala SMP yang ditugaskannya sebagai tenaga struktural pada Dinas Pendidikan Nasional. Akibatnya, para guru yang ditugaskan sebagai tenaga struktural itu tak lagi menerima tunjangan profesinya. Suatu kebijakan yang hampir sama dengan pembunuhan. Padahal, boleh saja seorang guru yang mendapat tugas tambahan sebagai kepala sekolah sebaiknya dikembalikan lagi menjadi guru ,tidak malah dialihtugaskan menjadi tenaga struktural. Sekali lagi, dengan mengalihkan tugas seorang guru menjadi tenaga struktural artinya yang bersangkutan tidak lagi dibenarkan menerima tunjangan profesi. Tragedi yang mengharukan bagi yang bersangkutan.
Ubahman Sinaga misalnya yang semula Camat Raya, entah sudah berapa kali dimutasi JR Saragih dari suatu jabatan ke jabatan lain. Begitu juga Sudiahman Saragih yang pernah menjadi Kepala Bagian Umum, dimutasi ke jabatan lain tapi kemudian dimutasi lagi kembali menjadi Kepala Bagian Umum pada Setdakab Simalungun. Sementara, limapuluhan sekarang ini PNS yang berpangkat Golongan IV di Pemkab Simalungun bagai terkatung-katung tidak didudukkan JR Saragih dalam jabatan apapun. Mereka akhirnya menamakan diri sebagai SSA (Statnya Staf Akhli) yang tak punya kerjaan apa pun selain ongkang-ongkang dan ngalor ngidul.
Hobbinya JR Saragih melakukan mutasi, menimbulkan keresahan di kalangan PNS sendiri. Seharian mereka gedebak-gedebuk siapa tahu mendadak dimutasi entah ke jabatan mana saja. Seorang pejabat mengaku begitu berangkat ke kantor pagi harinya, di tengah perjalanan harus berpikir apakah sesampainya di kantor nanti masih menduduki jabatannya atau sudah dimutasi. Sepanjang catatan, sudah semua pejabat Eselon II yang bolak-balik dimutasi JR Saragih, kecuali Sahat Hutauruk yang sekarang Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan. Sejak JR Saragih menjadi Bupati Simalungun, Sahat Hutauruk memang tidak pernah digesernya kejabatan mana pun.
Kuatir diperlakukan semena-mena barangkali, banyak PNS di jajaran Pemkab Simalungun yang hengkang ke daerah lain. Thamrin Simanjuntak yang pernah mendapat tugas belajar dari Pemkab Simalungun ke UGM (Universitas Gajahmada) justru hengkang ke Pemkab Tobasa diikuti Robert Pardede dan Robert Gono Hutajulu. Jumsadi Damanik yang semula Kepala Bappeda, pindah atas permintaan sendiri ke Pempropsu di Medan. Dan yang paling anyar, Marto Silalahi yang mendapat gelar doktor karena ditugasbelajarkan Pemkab Simalungun sekarang sudah ikut-ikutan hengkang dari Pemkab Simalungun. Kabarnya, Marto sekarang sudah menjadi staf pengajar (dosen) Padahal kalau JR Saragih sadar, situasi ini justru sangat merugikan Pemkab Simalungun sendiri.
Mutasi demi mutasi yang dilakukan JR Saragih, pada giliranya pun menjadi momok yang menakutkan bahkan menjadi bagaikan hantu yang menyeramkan bagi kalangan PNS di Pemkab Simalungun. Mutasi tidak lagi diartikan sebagai proses pemindahan fungsi, tanggung jawab dan status ketenagakerjaan ke situasi teretentu agar tenaga kerja yang bersangkutan memperoleh kepuasan kerja yang mendalam dan dapat memberikan prestasi kerja yang semaksimal mungkin, atau atas dasar kebutuhan. . Mutasi pun, tidak lagi dilakukan karena keinginan tenaga kerja, melainkan hanya sekadar keinginan JR Saragih yang kesannya, sekali lagi : mempertontonkan kekuasaan dan arogansi semata.
Kondisi seperti ini barangkali, boleh jadi tidak melanggar aturan yang berlaku karena boleh jadi memang tidak ada aturan yang mengaturnya. Tapi dari sisi azas kewajaran dan kepatutan, agaknya mutasi demi mutasi yang dilakukan JR Saragih, tidak lagi wajar dan pantas. Apalagi mutasi demi mutasi itu berakhir dengan keadaan yang tidak kondusif serta melahirkan ketidaknyamanan.
JR Saragih agaknya tidak perlu (lagi) mempertontonkan kekuasaannya di daerah ini, sebab sudah semua orang tahu bahwa dialah yang maha kuasa di Pemkab Simalungun ini selama dia menjadi bupati. JR Saragih pun memang pasti tahu bahwa sekarang dialah pemegang kekuasaan tertinggi di Pemkab Simalungun. Yang barangkali JR Saragih tidak tahu adalah suatu masa kekuasaannya itu akan tanggal dengan sendirinya bisa karena proses mekanisme sesuai produdural, tapi boleh jadi dikarenakan proses hukum di pengadilan.
Karenanya dan oleh karena itu, mutasi demi mutasi yang tak ada arah serta tak ada juntrungannya itu, sekarang juga agaknya harus dirubah dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. JR Saragih harus menyadari sepenuhnya, penyelenggaraan pemerintahan di Simalungun cuma bisa dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua komponen yang ada di daerah ini. Termasuk, bersama-sama dengan putra-putri Simalungun yang ada di perantauan. Simalungun memang hanya bisa dibangun dengan kebersamaan. Bukan oleh satu pihak saja, apalagi oleh seorang JR Saragih
Maka, mimpi untuk menyembuhkan Simalungun dari sakit kerasnya selama ini barangkali boleh tercipta. Sebab sakit keras yang mengkronis ini terjadi anatara lain adalah dikarenakan hobbi JR Saragih yang suka melakukan mutasi dengan selera dan sekehendak hatinya melulu. Sebagai seorang doktor dalam bidang ilmu pemerintahan, JR Saragih memang wajib untuk menerapkan ilmu yang pernah didapatnya. Dan karena diyakini memiliki ilmu itulah anatara lain, JR Saragih dipilih rakyat untuk menjadi Bupati Simalungun. Jadi tidak hanya karena JR Saragih memiliki pesawat helikopter seperti disebut-sebut orang lain.

Amburadul dan Centang Perenang

Belum satu tahun pemerintahan JR Saragih di Simalungun, ragam persoalan mengganjal dan melilit daerah itu. Berbagai kalangan kecewa atas kepemimpinan doktor ilmu pemerintahan itu, dan lapisan masyarakat pun menyesal memilihnya pada pemilukada tahun lalu. Sementara, beberapa PNS yang berpotensi akhirnya memilih hengkang dari Simalungun untuk mengabdikan dirinya ke daerah lain. Thamrin Simanjuntak misalnya yang dikenal sangat profesional dalam bidangnya, sekarang sudah di Pemkab Tobasa dan dipercaya Bupati Tobasa sebagai Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Asset Daerah. Begitu juga Jumsadi Damanik yang mantan Kepala Bappeda, sekarang sudah bekerja di Pempropsu dan dalam waktu dekat akan menduduki salah satu jabatan strategis.
JR Saragih antara lain dikenal sebagai orang yang tak bisa dipegang ngomongannya. Sebelum dilantik sebagai Bupati Simalungun, dia bilang tidak akan memutasi para pejabat struktural sebelum dilakukan evaluasi pekerjaannya. Dia juga mengatakan, tidak akan memperpanjang batas usia pensiun PNS kecuali mengefektipkan tenaga-tenaga PNS yang masih produktif. Selain JR Saragih pernah mengatakan, tidak akan memakai PNS yang pernah terlibat judi untuk menduduki jabatan di pemerintahan.
Tapi apa yang dilakukannya justru cuma isapan jempol belaka bahkan paradoksal dari ucapannya. Sehari setelah dilantik misalnya, dia langsung mencopot beberapa pejabat eselon II. Suatu peristiwa langka dan agaknya baru pertama sekali terjadi di tanah air. Anna Girsang yang waktu itu Staf Akhli Bupati Simalungun dan sudah memasuki batas usia pensiun, justru diperpanjangnya masa tugasnya dan diangkat JR Saragih menjadi Kepala Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan. Sementara Jhonny Saragih dan kawan-kawan yang pernah ditangkap polisi karena bermain judi, justru diangkat JR Saragih untuk menduduki jabatan. Sekarang Jhonny malah sudah menduduki jabatan sebagai Asisten Pemerintahan di Setdakab Simalungun.
Sebaliknya, beberapa PNS yang tak pernah bermasalah justru dikandangkan JR Saragih sebagai Staf Staf Akhli (SSA) Sekarang jumlah mereka ada 50-an orang yang dikumpulkan di ruangan Staf Akhli dengan tugas dan pekerjaan yang tidak jelas. Ruangan Kerja Staf Akhli pun dibuatkan di salah satu gedung SKPD yang sempit. Akibatnya, mereka harus berdesak-desakan memenuhi ruangan yang disediakan. Meski pun mereka umumnya sampai sekarang cuma hadir untuk mengisi absen, ngobrol sesama sekejab lantas pulang atau meninggalkan kantornya.
Disisi lain, JR Saragih tidak mampu mendisiplinkan banya PNS senior yang diketahui sampai sekarang tidak jelas statusnya. Sebut misal Duarman Purba yang di masa pemerintahan Zulkarnaen Damanik menjadi Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Asset Daerah. Juga Martua Tamba yang semula Kepala Dinas Perkebunan. Keduanya tidak pernah lagi kelihatan bertugas di Pemkab Simalungun, hadir saja pun tidak. Dan JR agaknya tidak berdaya menghadapi kedua oknum PNS senior ini. Sementara Mahrum Sipayung yang mantan Sekdakab Simalungun, kabarnya sekarang sudah bertugas di Dinas Pertanian Sumatera Utara di Medan.
JR Saragih pun dikenal sebagai seorang Kepala Daerah yang merasa sebagai seorang kebal hukum. Padahal, di negeri kita ini tak seorang pun yang kebal hukum. Seorang pun tidak. Biar Presiden, Menteri, Gubernur apalagi Bupati kecuali orang gila, itu pun barangkali saja.
Disebut sebagai seorang yang merasa kebal hukum, banyak peraturan perundangan yang berlaku justru dilanggar dan dikangkangi JR Saragih sebagai Bupati Simalungun. Dan DPRD Simalungun pun tidak melakukan apa saja terhadap pelanggaran hukum yang dilakukan JR Saragih ini. Agaknya DPRD Simalungun sekarang yang dipimpin Binton Tindaon, sudah merasa hebat karena mereka bagaikan buta dan tuli. Dan mereka pun agaknya, bangga dengan kondisinya yang bagaikan buta dan tuli itu. Sementara, semua kompoen yang ada di daerah ini belakangan diam membisu seolah menjadi penonton yang baik.
Rancangan Peraturan Daerah tentang perubahan status Nagori Sondi Raya, Dalig Raya dan Merek Raya menjadi kelurahan yang diajukan JR Saragih dan sekarang sudah menjadi Peraturan Daerah misalnya, sesungguhnya dibuat JR Saragih dengan cara melanggar peraturan yang berlaku. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa khususnya pada Pasal 5 disebutkan desa dapat dirubah menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa desa dan BPD (Badan Perwakilan Desa)
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2006 tentang pembentukan, penghapusan, penggabungan desa dan perubahan status desa menjadi kelurahan khususnya pada Pasal 11 antara lain menyebutkan, BPD (Maujana Nagori)membuat Berita Acara Rapat. Padahal, sampai sekarang baik Maujana Nagori Sondi Raya mau pun Maujana Nagori Dalig Raya belum pernah membuat Berita Acara dimaksud.
“Tegasnya, dan Maujana Nagori Sondi Raya tidak pernah melakukan rapat seperti yang dimaksud Peraturan Pemerintah dan Peraturan Mendagri itu, tapi JR Saragih sudah mengajukan Ranperda Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan.” kata Adil M Saragih seorang aktifis pergerakan di Simalungun, yang dibenarkan oleh Hermanson Purba Ketua Maujana Nagori Sondi Raya.
Pembayaran-pembayaran yang dilakukan Pemkab Simalungun pimpinan JR Saragih sekarang yang tidak sesuai dengan peruntukannya, juga merupakan pelanggaran dan pengangkangan terhadap peraturan yang berlaku. Akibatnya memang, keuangan Pemkab Simalungun sekarang dalam kondisi morat-marit dan kacau balau serta centang perenang. Pembayaran-pembayaran atas tagihan yang diajukan pihak ketiga ke Pemkab Simalungun tapi tidak sesuai dengan peruntukannya ini juga menyebabkan timbulnya utang Pemkab Simalungun yang jumlahnya sampai puluhan miliar rupiah. Dan semakin aneh, jika DPRD Simalungun pun tidak bergeming seolah memperdiarkan kejadian ini. Sikap pembiaran ini pun sesungguhnya sudah merupakan sesuatu tindak pidana yang seyogianya dikenakan kepada orang-orang di DPRD Simalungun.
Selain itu, pengadaan dan penyediaan kendaraan roda empat jenis Inova kepada pimpinan-pimpinan Fraksi di DPRD Simalungun, juga merupakan penyimpangan serta pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007, Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009, serta Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010. Meski pun, JR Saragih telah memakai akal-akalan untuk memberikan mobil jenis Inova tadi kepada pimpinan-pimpinan fraksi di DPRD Simalungun, dengan istilah dipinjampakaikan.
Mutasi dan promosi PNS pun yang dilakukan JR Saragih dipenuhi dengan pelanggaran-pelanggaran peraturan yang berlaku. Misalnya, dengan mencopot seseorang PNS dari jabatan struktural tanpa alasan yang jelas sekaligus menonjobkannya. Termasuk pengangkatan Victor Siahaan yang berpangkat/ golongan IV/c mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga menjadi Sekretaris Dinas Bina Marga, merupakan pelanggaran peraturan yang tak bisa diabaikan. Juga, dr Purba yang mantan Kepala Dinas Kesehatan yang sekarang ditugaskan sebagai Kepala Rumah Sakit Umum Daerah di Parapat.
Di sisi lain, kalau benar JR Saragih telah melanggar peraturan perundangan yang berlaku, sesungguhnya DPRD sudah bisa melakukan keputusan politik untuk mengusulkan pemberhentiannya sebagai Bupati Simalungun.. Namun sampai sekarang, agaknya DPRD masih saja membiarkan pelanggaran demi pelanggaran peraturan perundangan yang dilakukan oleh JR Saragih. Tidak jelas apakah hal ini dipediarkan DPRD sampai JR Saragih masuk penjara dengan sendirinya, atau karena sesuatu yang terselubung yang sudah menjadi pengetahuan umum masyarakat.
Kalau DPRD Simalungun mau, mereka sebenarnya sekarang juga bisa melakukakan sesuatu untuk mempertimbangkan (kembali) keberadaan JR Saragih sebagai Bupati Simalungun. Utang Pemkab yang kini melilit misalnya, bisa dijadikan jalan masuk untuk mempertanyakan status JR Saragih sebagai Bupati Simalungun. Termasuk, pelanggaran-pelanggaran terhadap ragam peraturan perundangan yang dilakukan JR Saragih.
Selain itu, JR Saragih juga dikenal sebagai seorang yang rakus uang. Misalnya ini dapat dicermati, dari keputusannya yang tidak memberikan Insentif PBB yang diberikan oleh Kementerian Keuangan kepada Zulkarnaen Damanik, mantan Bupati Simalungun.
Seperti diketahui, Pemkab Simalungun pada Tahun Anggaran 2009 lalu mendapat penghargaan dari Kementerian Keuangan atas prestasinya mencapai target pembayaran PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) sebesar 100 persen. Penghargaan itu berupa pemberian uang sebesar Rp 2, 5 miliar yang secara aturan dibagi-bagikan kepada penyelenggara pemerintahan di daerah ini.
JR Saragih sendiri, kabarnya tidak memberikan insentif tadi kepada Zulkarnaen Damanik sampai saat ini. Padahal, Mahrum Sipayung selaku mantan Sekdakab Simalungun mengaku telah menerimanya sebesar Rp 180 juta dipotong pajak.”Kutampari mereka kalau insentif PBB tadi tak diberikan sama aku”, kata Mahrum lewat telepon selularnya ketika dihubungi, Minggu.
Resman Saragih sendiri selaku Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Asset Daerah pada Pemkab Simalungun membenarkan, pihaknya menerima Insentif PBB itu dari Kementerian Keuangan pada akhir Desember tahun lalu senilai Rp 2, 5 miliar. Sesuai dengan ketentuan kata dia, uang itu dibagi-bagikan kepada beberapa lapisan penyelenggara pemerintahan di daerah ini mulai dari Pangulu hingga kepada Bupati Simalungun.
“Bupati Simalungunlah yang menerimanya karena Bupati Simalungun adalah JR Saragih sedang Zulkarnaen Damanik hanya mantan Bupati Simalungun.” kata Resman enteng dan menambahkan bahwa dalam ketentuan yang ditetapkan penerima insentif itu adalah Bupati Simalungun.
Walah-walah. Semakin menarik untuk dicermati !














JR. Saragih dan Cabai

Cabai, sering ditulis orang cabe, siapa lagi yang tak kenal. Tanpa cabai masakan sering terasa hambar. Hampir mirip dengan garam. Dan orang Indonesia dikenal sebagai pemakan cabai yang lahap. Waktu cabai pernah harganya melangit, dimana-mana orang kelabakan. Bahkan dari Istana Nagara pun, cabai diperbincangkan dalam suatu Sidang Kabinet. Tak kurang, Presiden Soeharto (waktu itu) ikut memperbincangkannya.
Sekarang ada cerita tentang cabai di Simalungun. Harganya pekan-pekan terakhir, anjlok melorot antara Ro 3000 sampai dengan Ro 3500 per kilogram di tingkat petani. Akibatnya gampang ditebak. Petani cabai yang jumlahnya banyak sekali pun di daerah ini resah gelisah. Mereka merugi, sebab sedikitnya harga cabai di tingkat petani idealnya minimal Rp 7000 agar petani mendapat untung. Sementara untuk membudidayakan cabai dibutuhkan uang Rp 1, 5 juta per rante.
Di Nagori Purba Sipinggan, Urung Purba dan Ujung Purba Kecamatan Purba misalnya, sekarang ada puluhan bahkan ratusan hektar tanaman cabai anak negeri. Tapi karena harga cabai melorot tajam,petani enggan untuk memanennya. Alasan mereka, biaya panen lebih besar dari harga jualnya. Alhasil, cabai mereka pun dipediarkan membusuk di lahan pertaniannya. Dari pada dipanen dan dijual tapi merugi untuk apa, memang.
Lantas tahukah Anda – Pembaca – berapa kerugian yang dialami anak negeri Simalungun petani cabai sekarang ini ? Saya tidak mendapat data resmi berapa hektar luas tanaman cabai di Simalungun. Kalau di Kecamatan Purba saja ada 100 hektar itu artinya Rp 1.500.000 x 25 x 100 = Rp 3.750.000.000. Suatu jumlah yang cukup fantastis bagi anak negeri, meski pun belum seberapa bagi koruptor sekelas M Nazaruddin anggota DPR – RI yang mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat
Lantas, JR Saragih, juga siapa yang tak kenal. Dia sekarang dipercaya anak negeri Simalungun sebagai bupati yang dipilih secara langsung pada pemilukada 2010 lalu. Orangnya kurus, selintas bagai kurang gizi. Padahal sebenarnya, dia merupakan seorang yang teramat cerdas bahkan barangkali berotak brilian. Meski pun tamat SD ketika sudah berusia 16 tahun, namun gelar doktornya diperolehnya dalam waktu yang sangat singkat. Barangkali, JR Saragihlah satu-satunya di muka bumi ini yang mampu menyelesaikan program doktor dalam hitungan bulan.
Waktu masa kampanye pemilukada tempo hari, JR Saragih antara lain menggembar-gemborkan konsepnya jika dipilih menjadi Bupati Simalungun..Konsepnya itu disebutnya Gerakan Perekonomian Desa MANTAB. Maksudnya, Makmur perekonomiannya, Adil, Nyaman, Taqwa, Aman dan Berbudaya. Konsep ini didasarkan pada pendekatan kebutuhan riel masyarakat desa. Apalagi, 80 persen lebih penduduk Simalungun berada di pedesaan, katanya.
Lalu JR Saragih pun melanjutkan, waktu itu. Dia pun akan bertekad bulat dan kuat untuk menyelenggarakan dan mempercepat pembangunan infrastruktur antar desa, kecamatan hingga ke ibukota kabupaten. Selain untuk mempercepat urusan pemerintahan dan kebutuhan masyarakat, juga hasil pertanian anak negeri pun gampang untuk diangkut.
Masih menurut dia, lahan-lahan yang belum dimanfaatkan sesuai peruntukannya, akan direvitalisasi dengan sistem petahanan pangan dan dimanfaatkan secara maksimal. Sektor pertanian dalam artian luas akan diperhatikan secara khusus. Sebab, sektor pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan serta pariwisata merupakan sumber daya alam yang merupakan modal utama dalam pembangunan Simalungun, katanya lagi.
Masih cerita JR Saragih waktu tempo hari pingin dipilih menjadi Bupati Simalungun, pembangunan daerah ini akan diarahkan pada peningkatan perkapita melalui pertumbuhan ekonomi yang mengkedepankan pemerataan. Dengan begitu akan mengurangi kemiskinan serta mengurangi jumlah pencari kerja. Sementara katanya, peningkatan pendapatan daerah dilakukan dengan intensifikasi maupun ekstensifikasi. Juga, optimalisasi penerimaan dari hasil pajak daearah, retribusi daerah, hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipasarkan.
“Untuk itu investor harus dicari sebanyak-banyaknya, dan Perda-perda yang tak berguna direvisi saja. Sementara Perda-perda yang masih layak akan dikawal penerapannya”, katanya bersemanagat sekali.
Kalau dipilih menjadi Bupati Simalungun, JR Saragih katanya waktu itu, akan menciptakan iklim yang kondusif di sektor agribisnis dan pariwisata. Yang untuk itu, katanya, dia akan mengajak investor untuk menanamkan modalnya di daerah ini terutama di sektor agribisnis yang meliputi perkebunan, pertanian, industri dan pariwisata.
Yang paling nyaring diterompetkan JR Saragih waktu itu, kalau dia katanya dipilih menjadi Bupati Simalungun, efektivitas dan efisiensi pengadaan barang daerah akan ditingkatkan perencanaannya terlebih dahulu berdasarkan kebutuhan mendesak. Tidak akan sembarang membeli kalau cuma untuk bermewah-mewah, katanya ketikan itu. Termasuk, peningkatan modal seperti pembangunan, pengembangan, rehabilitasi, serta peningkatan sarana dan prasarana jalan, drainase, transportasi, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Semua untuk meningkatkan pelayanan umum secara optimal kepada masyarakat, katanya.

Fakta Sekarang

Janji-janji kampanye memang, sebenarnya hanya janji doang. Tak perlu kecewa atau bagaimana, jika janji-janji kampanye tidak pernah diwujudnyatakan. Namanya saja janji poliitik, si pemberi janji tidak merasa apa-apa kalau tak pernah ditepati. Kampanye tanpa janji terasa hambar, mirip makan tidak pakai cabai atau tidak pakai garam. Hambar.
Menilai JR Saragih sebagai Bupati Simalungun pun sekarang ini agaknya masih terlalu dini. Apalagi menjadi Bupati Simalungun pun dia sampai sekarang masih dalam hitungan jari tangan saja. Namun agaknya, karena masih dalam hitungan jari tangan inilah makanya JR Saragih harus dikritisi. Ini supaya dia tidak tergelincir dan terperosok ke jurang yang menganga dan dalam.
Yang menjadi fakta sampai hari ini adalah, JR Saragih masih asyik dengan gonta-ganti PNS untuk menduduki jabatan struktural. Lantas, membuat lapangan terbang, bukan menciptakan lapangan pekerjaan seperti yang dikatakannya tempo hari. Mendirikan perusahaan penerbitan pers milik sendiri, termasuk mendirikan stasiun radio sekaligus mendirikan statiun pemancar televisi. Juga mendirikan ruko di tanah miliknya di Sondi Raya, tidak bersama rakyat pemilik tanah.
Selebihnya, JR Saragih pun membeli beberapa kendaraan dengan uang rakyat untuk semua pimpinan DPRD. Merenovasi Guest House milik Pemkab Simalungun untuk Rumah Dinas Bupati, termasuk merenovasi Laboratorium yang dana pembangunannya berasal dari Kementerian Lingkungan untuk Rumah Dinas Sekdakab. Lantas, memindah-mindahkan kantor-kantor SKPD dari suatu tempat ke tempat lain, termasuk menggusur pengusaha kantin.
Akan halnya anak negeri Simalungun yang banyak sekali mengandalkan kebutuhan hidupnya dari hasil pertanian, masih dalam mimpi saja diperhatikan JR Saragih Kalau pun diperhatikan, paling-paling hanya ada dalam angan-angan. Konon pula mengupayakan peningkatan pendapatan anak negeri. Manalah sempat JR Saragih sebab masih terlalu banyak yang diperbuatnya untuk diri sendiri.
Sekiranya JR Saragih mau berpaling pada kondisi petani cabai yang sekarang kollaps akibat harga cabai yang melorot tajam, sebenarnya tak terlalu sulit untuk mengatasinya. Saya tentu tidak akan menggurui JR Saragih bagaimana mengatasi problem yang kini menyelimuti para petani cabau itu, sebab JR Saragih merupakan seorang yang cerdas, brilian dan barangkali pun jenius. Para Staf Akhli Bupati Simalungun saja tak mampu memberi telaah, konon pula saya.
Cuma kalau saya Bupati Simalungun, saya akan tugaskan pihak PD Agromadear untuk mencari jalan keluar problem petani cabai sekarang. Boleh jadi juga saya akan perintahkan pihak Dinas Perdagangan dan Perindustrian untuk mencari peluang pasar cabai Simalungun ke perusahaan-perusahaan mie instant yang banyak menggunakan cabai kering dalam kemasannya. Atau, saya akan undang investor untuk mendirikan perusahaan pembuat saos cabai di Simalungun. Atau juga, saya akan berupaya mencari dana untuk membangun semacam gudang pendingin tanaman sayuran termasuk cabai.
Sayangnya, saya bukan Bupati Simalungun. Saya hanya jurnalis, itu pun jurnalis yang kerap dipinggirkan. Apalagi saya tinggal dan bermukim di pinggiran Simalungun pula di Tepian Bah Bolon pada Kawasan Siantar Estate yang berbatasan dengan Kota Pematangsiantar. Makanyalah, saya tidak bisa berbuat banyak kecuali menulis. Ya, menulis meski JR Saragih tak pernah peduli. Saya memang akan terus menulis sebab kerja saya memang penulis. Sementara soal petani cabai yang sekarang menjerit histeris, saya pikir itu merupakan urusan JR Saragih !



























Timbulkan Misteri

Ada banyak hal yang pantas dan layak untuk dicatat setelah JR Saragih menjadi Bupati Simalungun. Layak dan pantas, karena menarik untuk dicermati. Meski pun, menarik bukan karena populis. Tapi justru karena unik dan barangkali pun nyentrik. Kebiasaan yang tidak biasa. Alhasil, melahirkan sesuatu yang boleh disebut sebagai luar biasa.
Salah satu di antaranya adalah kebiasaan JR Saragih untuk melakukan mutasi dan promosi bagi para PNS (Pegawai Negeri Sipil) di lingkungan Pemkab Simalungun. Sejak dilantik pada 28 Oktober 2010, entah pun sudah berapa puluh kali dilakukannya. Sehingga, bagi banyak pihak disebut-sebut JR Saragih punya hobbi aneh : memutasikan dan mempromosikan PNS. Dan, hobbi yang begini sangat jarang ditemui di muka bumi ini. Makanya disebut hobbi aneh.
Bayangkanlah. Sehari setelah dilantik, JR Saragih langsung melakukan mutasi terhadap beberapa PNS di jajaran Pemkab Simalungun. Artinya, sekarang dia dilantik, besoknya langsung melakukan mutasi dan promosi. Almarhum Revanus Sormin yang waktu itu Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, diberhentikannya dengan alasan telah memasuki batas usia pensiun. Menjadi aneh, sebab pengganti Revanus, Anna Girsang, juga sudah memasuki batas usia pensiun.
Senin 1 Nopember 2010 artinya 4 hari setelah JR Saragih dilantik menjadi Bupati Simalungun, dia juga melakukan mutasi dan promosi bagi banyak PNS di daerah ini. Ada camat yang tidak lagi didudukkannya sebagai camat, ada yang tidak camat diangkatnya menjadi camat. Ada PNS yang semula tidak menduduki jabatan struktural diangkatnya untuk menduduki jabatan struktural, ada pula PNS yang semula menduduki jabatan struktural tapi dinonjobkannya.
Begitulah berturut-turut sampai dengan hari ini. JR Saragih pun masih tetap asyik dengan hobbi anehnya. Sangkin hobbinya melakukan mutasi dan promosi, ada malah PNS yang dalam tempo tujuh bulan ini dimutasinya dalam tiga jabatan. Binsar Situmorang misalnya, yang semula diangkat menjadi Asisten III Setdakab Simalungun, tapi mendadak dimutasi menjadi Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Ekh, tak ada hujan tak ada angin, tiba-tiba pula Binsar dimutasi (lagi) menjadi Kepala Bappeda (Badan Perencana Pembangunan Daerah).
Kalau mau dirunut terus, terlalu banyak untuk dikedepankan betapa JR Saragih memang punya hobbi aneh dan selalu melakukan hobbinya yang aneh ini. Ubahman Sinaga yang Camat Raya, bolak-balik dimutasi JR Saragih ke beberapa jabatan. Begitu juga Sudiahman Saragih yang tempo hari Kepala Bagian Umum Setdakab, sempat dimutasi ke jabatan lain tapi kembali ditempatkannya lagi ke Bagian Umum Setdakab Simalungun. Ucapan JR Saragih ketika belum dilantik yang mengatakan tidak akan memakai PNS yang sudah pensiun pun, menjadi isapan jempol semata. Buktinya, James Simamora yang sudah pensiun sekarang diperpanjang JR Saragih juga masa kerjanya dan diangkatnya menjadi Kepala Dinas Tenaga Kerja. Aneh bagi orang lain, meski pun tidak aneh barangkali bagi JR Saragih. Selera dan rasa setiap orang memang berbeda-beda.

Arti dan Makna

Dalam pengertian sederhana, mutasi adalah merupakan hal yang biasa terjadi dan merupakan suatu penyegaran di lingkungan kerja. Mutasi bisa terjadi antara lain disebabkan terlalu lamanya seseorang dalam suatu jabatan, atas permintaan yang bersangkutan, atau boleh jadi berdasarkan kebutuhan. Terlalu lamanya seseorang menduduki suatu jabatan memang, bisa saja melahirkan kejenuhan. Seseorang yang ingin memiliki wawasan dan ruang lingkup yang lebih luas lagi juga wajar dan pantas untuk meminta mutasi. Sementara, seorang pimpinan memang boleh jadi merasa ada desakan kebutuhan terhadap seseorang stafnya yang dinilai berpotensi.
Dalam pengertian lebih luas, mutasi dimaksudkan sebagai kegiatan memindahkan tenaga kerja dari suatu tempat kerja ke tempat kerja lain. Akan tetapi, mutasi sebenarnya tidak selamanya sama denegan pemindahan. Mutasi meliputi memindahkan tenaga kerja, pengoperan tanggung jawab, pemindahan status ketenagakerjaan dan sejenisnya. Sementara pemindahan hanya terbatas pada meengalihkan tenaga kerja dari suatu tempat ke tempat lain. Jadi, mutasi lebih luas ruang lingkupnya ketimbang pemindahan. Salah satu perwujudan kegiatan mutasi adalah pemindahan tenaga kerja dari suatu tempat kerja ke tempat lain.
Berdasarkan uraian itu seperti disebutkan Dr B Siswanto Sastrohadiwiryo dalam salah satu bukunya, mutasi adalah kegiatan ketenagakerjaan yang berhubungan dengan proses pemindahan fungsi, tanggung jawab dan status ketenagakerjaan tenaga kerja ke siatuasi tertentu agar tenaga kerja yang bersangkutan memperoleh kepuasan kerja yang mendalam dan dapat memberikan prestasi kerja yang semaksimal mungkin.
Proses mutasi tenaga kerja – demikian Dr Siswanto - dari status semula ke status yang lain dapat terjadi karena keinginan tenaga kerja maupun kebijakan manajemen lini atau mamanjemen tenaga kerja. Baik mutasi atas keinginan tenaga kerja sendiri maupun keinginan manajemen umumnya memiliki tujuan yang pasti. Yakni untuk pembinaan dan peengembangan tenaga kerja yang menjadi tanggung jawab manajemen seluruh hirarki.
Disadari bahwa tenaga kerja merupakan salah satu unsur terpenting dari perusahaan yang harus dibina dan dikembangkan. Hasrat dan keinginan tenaga kerja untuk mutasi dari satu bagian ke bagian lain terutama disebabkan tenaga kerja merasa kurang mampu bekerja sama dengan kolega atau karena tugas dan pekerjaannya kurang sesuai dengan kualifikasi, kondisi fisik, dan keinginan yang diharapkan.
Promosi dalam arti sempit, bisa diartikan sebagai peningkatan karir. Tenaga kerja yang berprestasi misalnya, wajar dan pantas untuk diberikan promosi jabatan ke jenjang yang lebih tinggi. Seorang PNS yang semula menduduki jabatan Eselon IV misalnya kalau berprestasi, wajar dan pantas untuk didudukkan menjadi Eselon III dan seterusnya.
Dalam arti yang lebih luas, promosi dapat diartikan sebagai proses perubahan dari suatu pekerjaan lain dalam hirarki wewenang dan tanggung jawab yang lebih tinggi dari pada dengan wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepada tenaga kerja pada waktu sebelumnya. Promosi adalah proses menaikkan tenaga kerja kepada kedudukan yang lebih bertanggung jawab. Kenaikan ter5sebut tidak terbatas pada kedudukan manajerial saja, tetapi mencakup setiap penugasan kepada pekerjaan yang lebih berat atau kebebasan beroperasi tetapi kurang penyeliaan. Promosi selalu diimbangi dengan kenaikan kompensasi bagi tenaga kerja yang bersangkutan.

Lantas Bagaimana

Menyimak dan mencermati berbagai mutasi dan promosi jabatan yang dilakukan JR Saragih sebagai Bupati Simalungun, agaknya terkesan tidak ada arah dan juntrungannya. Mutasi hanya dilakukan sebatas selera bahkan bisa dianggap sekadar untuk mempertontonkan kekuasaan. Agak kurang santun untuk menyebut, hanya sekadar menunjukkan arogansi kekuasaan semata.
Hal ini disebutkan karena banyaknya mutasi dan promosi di Pemkab Simalungun yang tak karu-karuan. Ada PNS yang dilantik untuk menduduki jabatan sebagai salah satu kepala Bidang di Dinas Perhubungan seperti Riswanto Simarmata, tapi belum sempat memasuki ruang kerjanya sudah digantikan oleh seorang PNS lain marga Panjaitan. Ada PNS yang dimutasi ke suatu jabatan tapi belum sempat membuat konsep kerja bahkan pun barangkali belum mengenal struktur SKPD yang dipimpinnya sudah dimutasi lagi ke jabatan lain. Boleh jadi pun, PNS yang bersangkutan belum memahami tupoksi (tugas pokok dan fungsi) SKPD yang dipimpinnya, ekh sudah dimutasi lagi ke SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang lain (lagi).
Kondisi ini barangkali, tidak melanggar aturan yang berlaku karena boleh jadi tidak ada aturan yang mengaturnya. Apalagi dengan sistem yang kita anut sekarang, dimana seorang kepala daerah memang sangat berkuasa di daerah yang dipimpinnya. Dia memang maha kuasa apalagi mengingat seorang kepala daerah di zaman otonomi ini dipilih rakyat secara lanagsung. Sehingga, ketika seorang kepala daerah memposisikan dirinya sebagai ‘raja kecil’ tak ada yang bisa bilang apa. Menteri Dalam Negeri saja tak bisa bilang pisang, apalagi Gubernur.
Tetapi terlepas dari ukuran azas kewajaran dan kepatutan, agaknya mutasi dan promosi yang terlalu acap dilakukan JR Saragih justru wajar jika akhirnya menimbulkan misteri dan teka-teki. Misteri yang sulit untuk dikuak, teka-teki yang rumit untuk dijawab. Selain oleh JR Saragih sendiri. Sementara, para pemerhati dan kaum yang peduli pada Simalungun cuma dapat menebak-nebak semata. Namanya saja tebakan, sudah barang tentu lebih acap tidak mengena.
Yang menjadi soal akhirnya adalah, di negeri ini mutasi dan promosi selalu seiring sejalan dengan uang atau hal-hal yang berkaitan dengan yang bersifat material. Apalagi, ada istilah yang populer sekarang ini : Tak ada makan siang yang gratis ! Kencing saja pun mesti membayar.























Hempang Karir PNS

Barangkali JR Saragih lah Kepala Daerah yang paling jago di Sumatera Utara. Dan boleh jadi malah, di tanah air. Betapa tidak. Lulus SD ketika (sudah) berumur 16 tahun, tapi mampu menyelesaikan pendidikan strata 2 cepat sekali setelah mendapatkan gelar akademis strata 1. Belum lagi satu tahun menjadi Bupati Simalungun, sudah memiliki dan mendirikan perusahaan penerbitan surat kabar, perusahaan penyiaran radio, juga perusahaan jaringan televisi. Termasuk, mendirikan kompleks perumahan di Sondi Raya (ruko), membiayai pembangunan landasan kapal terbang perintis, dan sebagainya-dan sebagainya. Hebat nggak ?
Tapi dalam menjalankan dan memimpin pemerintahan di Simalungun , dalam pandangan saya JR Saragih yang doktor ilmu pemerintahan itu tidak jago sekali. Setidaknya, dia terkesan loyo bagai kurang darah. Banyak PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang ditugaskannya dalam suatu jabatan dengan pola coba-coba, terkesan tanpa pertimbangan yang matang dan mantap. Nggak tahu saya, apakah dalam mengangkat PNS di lingkungan Pemkab Sinalungun untuk menduduki jabatan struktural dia memberdayakan Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan)
Akibatnya gampang ditebak. Banyak PNS yang tiba-tiba diberhentikannya dari jabatannyam tapi tiba-tiba pula diangkat kembali untuk menduduki jabatan yang lain. Banyak PNS yang diangkat untuk menduduki jabatan tertentu secara tiba-tiba, tapi banyak pula yang tiba-tiba dimutasi lagi ke jabatan lain. Ada malah PNS yang diangkat untuk satu jabatan, tapi begitu sang PNS hendak masuk untuk bekerja tapi sudah ada PNS lain yang menduduki jabatan tadi. Lihat misal Simarmata yang diangkat menjadi salah seorang Kepala Bidang di Dinas Perhubungan, tapi begitu dia masuk ternyata seorang PNS lain marga Panjaitan sudah menduduki jabatan tadi. Kacau. Ngawur. Meski pun barangkali inilah yang dimaksud JR Saragih dengan perubahan yang acap didengung-dengungkannya itu.
DR Binsar Situmorang misalnya lagi, tiba-tiba terhitung pada 8 Nopember 2010 pindah dari Pemko Medan ke Pemkab Simalungun. Ekh, secara mendadak pada 15 Nopember tahun itu juga diangkat JR Saragih sebagai Asisten III di Setdakab Simalungun. Tapi siapa mau bilang apa kalau hanya dua tiga bulan menduduki jabatan itu Binsar sudah dimutasi pula menjadi Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Termasuk, beberapa PNS yang hengkang dari Pemkab Tanah Karo secara tiba-tiba diangkat JR Saragih untuk menduduku jabatan di Pemkab Simalungun. Entah pertimbangan apa yang dipakainya untuk mengangkat mereka.
Yang paling aneh dalam pandangan saya adalah soal Ubahman Sinaga dan Sudiahman Saragih, masing-masing mantan Camat Raya dan mantan Kepala Bagian Umum pada Setdakab Simalungun. Juga, sebenarnya, termasuk Boru Marbun yang pernah diangkat JR Saragih sebagai Camat Parapat.
Ubahman, masih hitungan hari setelah JR Saragih berkuasa di Simalungun, kontan dicopot dari jabatannya sebagai Camat Raya. Masih dalam hitungan hari pula Ubahman dinonjobkan, mendadak diangkat pula menjadi Kepala Bagian Umum di Setdakab Simalungun. Ekh, begitu lewat tahun baru 2011, kembali Ubahman dicopot sebagai Kepala Bagian Umum dan seterusnya hingga hanya dalam hitungan 5 bulan Ubahman sudah 6 kali dimutasi.
Mutasi Sudiahman juga menarik untuk dicermati. Begitu JR Saragih dilantik, Sudiaham dimutasinya dari Kepala Bagian Umum menjadi Kepala Kantor PIT (Pelayanan Izin Terpadu) Cuma beberapa pekan menjadi Kepala Kantor PIT, dia pun digeser (lagi) kembali menjadi Kepala Bagian Umum. Seolah jadi lelucon, beberapa pekan menjadi Kepala Bagian Umum, Sudiahman yang satu ini pun dimutasi pula (kembali) menjadi Kepala Kantor PIT. Lucu wakau tak geli. Dan saya pun tak tahu apakah dalam waktu dekat Sudiahman dikembalikan lagi ke Bagian Umum.
Tentang si Boru Marbun, Nopember 2010 diangkat JR Saragih sebagai Camat Girsang Sipangan Bolon di Parapat. Tapi begitu lewat Tahun Baru 2011, si Boru Marbun mendadak dicopot dari jabatannya dan tidak didudukkan pada jabatan yang sama eselonnya. Padahal, si Boru Marbun bukan mengundurkan diri, bukan meninggal, bukan memasuki batas usia pensiun, bukan berhalangan tetap, bukan pula tugas belajar lebih dari enam bulan.
Kalau mau dirunut dan dijajarkan semuanya, banyak sekali PNS di Simalungun yang dicopot JR Saragih dari jabatannya tapi tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Hamdan Nasution misalnya yang mantan Kepala Dinas Pertanian, Duarman Purba mantan Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Asset Daerah, Karshel Sitangang mantan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Untung saja memang, tak seorang pun yang mem-PTUN-kan JR Saragih karena mereka tahu menang pun di PTUN tapi tak akan ada eksekusinya. Dan keuntungan ini, berada di pihak JR Saragih.
Yang sangat menyebalkan saya, JR Saragih yang satu ini sungguh tidak konsekwen dan tidak pula konsisten. Meski pun saya tahu, kalau saya sebal atau bagaimana, tak ada urusan dengan JR Saragih. Saya sadar sekali, kalau pun saya sebal, kesal, kecewa dan entah apa lagi, JR Saragih boleh tak merasa apa-apa. Wajar memang sebab saya tidak siapa-siapa. Tak ada urusan JR Saragih kepada saya meski pun saya merupakan salah seorang dari sekeian ratus ribu warganya.
Saya ingat sekali. Waktu belum dilantik sebagai Bupati Simalungun tempo hari, JR Saragih cuap-cuap lewat media massa. Dia bilang waktu itu, kalau dia dilantik tidak akan melakukan mutasi pada semua PNS yang menduduki jabatan. Kecuali, katanya waktu itu, mereka yang sudah memasuki usia batas pensiun. Menurut dia, kalau dilantik kelak semua PNS yang sudah memasuki batas usia pensiun akan dipensiunkan, sebab yang pensiun ya pensiunlah, katanya.
Dengan alasan itulah tentunya, kawan saya almarhum Revanus Sormin dicopot JR Saragih dari jabatannya sebagai Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Sampai disini, saya masih mendukung kebijakan JR Saragih. Sebab saya pikir memang, kalau seorang PNS sudah pensiun, ya pensiunlah. Tak elok PNS yang sudah memasuki batas usia pensiun masih tetap dipakai. Kalau yang sudah pensiun masih juga diperpanajang masa dinasnya seolah tidak ada lagi PNS lainnya yang bisa menggantikannya. Apalagi, perpanjangan masa dinas PNS bisa menghambat karir PNS lainnya. Kapan lagi yang muda-muda mendapatkan peluang.
Tapi apa dinyana. JR Saragih malah ternyata mengangkat Anna Girsang yang juga sudah memasuki batas usia pensiun untuk menggantikan Revanus Sormin (yang beberapa bulan kemudian meninggal) Saya kaget, koq Revanus yang diberhentikan dari jabatannya dengan alasan sudah pensiun tapi diangkat pula penggantinya Anna Girsang yang (juga) sudah pensiun. Sekali lagi saya sebal dan kecewa sekali, tapi sekali lagi memang JR Saragih tak ada urusan dengan saya. Kenapa rupanya, apalagi kata teman saya Bresman Marpaung, di zaman otonomi ini semuanya bisa dilakukan oleh semua kepala daerah. Kenapa rupanya ?
Yang paling parah dan ini barangkali merupakan suatu pelanggaran dari aturan yang berlaku, adalah soal pengangkatan James Simamora sebagai Kepala Dinas Tenaga Kerja. James itu, ketika menjadi Staf Akhli Bupati Simalungun sudah diperpanjang masa batas usia pensiunnya. Itu boleh saja dan masih sesuai aturan yang berlaku. Bupati Simalungun memang punya wewenang untuk memperpanjang masa dinas seorang PNS dengan alasan tenaga yang bersangkutan masih dibutuhkan. Kawan saya Tony Sihombing mantan Kepala BKD (Badan Kepegawaian Daerah) Pemkab Humbang Hasundutan yang sekarang menjadi Asisten Pemerintahan Setdakab Humbang Hasundutan, membenarkannya.
Yang menjadi soal saya pikir adalah pengangkatan James sebagai Kepala Dinas Tenaga Kerja sekarang, sesungguhnya sudah melanggar aturan. Aturan mana yang dilanggar, silahkan Sardion Purba Kepala BKD Simalungun sekarang yang menjelaskannya. Sebab sebagai Kepala BKD, Sardion tentu lebih tahu soal aturan-aturan kepegawauan dari saya sendiri. Saya ini apalah. Saya cuma jurnalis itu pun jurnalis yang kerap dipinggirkan apalagi saya memang bermukim di daerah pinggiran Simalungun di Tepian Bah Bolon yang airnya terus mengalir dan mengalir terus.
Karena saya awam dalam pengalaman pemerintahan apalagi dalam ilmu pemerintahan, saya cuma pakai logika doang. James Simamora itu tempo hari diperpanjang masa dinasnya karena tenaganya masih dibutuhkan sebagai Staf Akhli Bupati. Dengan kata lain ingin saya katakan, karena sebagai Staf Akhli Bupatilah tenaga James (masih?) dibutuhkan. Dan, karena itulah masa dinasnya diperpanjang. Sesungguhnya, dengan pengulangan ini Anda – Pembaca – sudah paham apa yang saya maksud. Artinya, kalau bukan Staf Akhli Bupati, tenaga James tidak dibutuhkan. Tenaga James dibutuhkan karena (untuk) sebagai Staf Akhli Bupati.
Tapi menjadi rancu ketika JR Saragih justru mengangkat James sekarang menjadi Kepala Dinas Tenaga Kerja. Emangnya tak ada lagi PNS di Simalungun yang layak dan pantas diangkat untuk menduduki jabatan itu sehingga yang sudah pensiun pun masih tetap dipercaya ? Dimana-mana, PNS yang menduduki jabatan Eselon II diperpanjang masa dinasnya hanya untuk menduduki jabatannya yang semula. Tak pernah ada PNS yang menduduki Eselon II dan diperpanjang masa batas usia pensiunnya tapi dimutasi ke jabatan lain dengan eselon yang sama. Atau kalau ada, tolong diberi tahu (kepada) saya.
Hal-hal inilah yang membuat saya menyebut JR Saragih merupakan seorang yang tidak konsekwen sekaligus tidak seorang yang konsisten. Tapi apa boleh buat. Meski seorang Kepala Daerah wajib merupakan seorang yang konsekwen dan seorang yang konsisten, anak negeri Simalungun sekarang tidak memiliki pemimpin yang demikian. Saya, tentu, tidak akan meminta JR Saragih agar merubah sikap apalagi keputusannya. Sebab seperti saya, JR Saragih tentu akan menjadi JR Saragih apabila dia menjadi dia. Tidak menjadi orang lain.

















Antara Binton Tindaon dan JR Saragih

Menyebut nama Binton Tindaon, orang Simalungun nyaris semua tahu. Dia sekarang menjadi Ketua DPRD Simalungun dan bermukim di Perdagangan. Politisi Partai Golkar, yang dibesarkan Syahmidun Saragih. Bukan cuma Partai Golkar Simalungun yang pernah dibesarkan Syahmidun, tapi juga Binton Tindaon. Tak terlalu salah jika dikatakan, mulai merangkak hingga menetek Binton Tindaon dibesarkan Syahmidun. Kalau sekarang Binton durhaka pada Syahmidun, itu lain soal. Agaknya politisi banyak yang bersikap seperti itu.
JR Saragih, juga nama yang tak asing di Simalungun. Sekarang dia menjadi Bupati Simalungun, setelah dipilih langsung oleh anak negeri pada pemilukada 2010 lalu. Namanya berkibar di daerah ini pada musim kampanye pemilukada lalu, antara lain karena menggunakan helikopter saat kampanye. Biasalah. Karena bagi anak negeri Simalungun pesawat heli masih populer, lantas dipilihlah dia menjadi bupati. Orang pikir, kalau memiliki pesawat heli sudah barang tentu akan memimpin dengan baik dan benar.
Saya tidak tahu bagaimana proses politiknya hingga Binton Tindaon terpilih menjadi Ketua DPRD Simalungun. Yang saya tahu, di DPRD Simalungun ada beberapa politisi yang terbilang senior. Sebut misal nama Timbul Jaya Sibarani, dan Hj Nuryati Damanik yang sekarang Wakil Bupati Simalungun. Tapi begitulah. Binton Tindaon juga yang ditetapkan menjadi Ketua DPRD Simalungun. Yang pasti, Binton ditetapkan menjadi Ketua DPRD Simalungun, karena dia berasal dari Partai Golkar. Kalau Binton berasal dari partai lain, sudah jelas bukan dia yang menjadi Ketua DPRD Simalungun, sekarang.
Maka sekarang, jadilah Binton Tindaon Ketua DPRD Simalungun, dan JR Saragih Bupati Simalungun. Dalam peraturan perundangan yang berlaku, kedua lembaga ini memiliki fungsi masing-masing, meski pun tidak bisa jalan sendiri-sendiri. Kerjasama dan kemitraan perlu dibangun dan dikembangkan pada kedua lembaga ini, karena apa pun fungsi yang dijalankan pada gilirannya adalah untuk mensejahterakan masyarakat.
Bukan untuk menggurui, saya sekadar ingin mengingatkan saja. DPRD Simalungun yang sekarang dipimpin Binton Tindaon, antara lain bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga eksekutif yang sekarang dipimpin JR Saragih. Pengawasan itu meliputi pelaksanaan Peraturan Daerah dan peraturan perundangan, pelaksanaan Keputusan Bupati Simalungun, pelaksanaan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) , kebijakan daerah dan pelaksanaan kerjasama internasional di daerah. Juga, menampung dan menindaklanjuti aspirasi Daerah dan masyarakat.
Jadi tegasnya, DPRD Simalungun yang sekarang dipimpin Binton Tindaon bertugas antara lain melakukan pengawasan terhadap lembaga eksekutif yang sekarang dipimpin JR Saragih. Meski pun, pengawasan yang bersifat politik, bukan pengawasan teknis mau pun administratif. Sebab DPRD adalah lembaga politik. Tegasnya, harus jelas siapa mengerjakan apa dan bagaimana caranya.. Muaranya tetap untuk menjalankan kepentingan publik, bukan untuk kepentingan kelompok atau golongan tertentu.
Tapi apalah mau dikata dan bagaimana. Ketika Binton Tindaon secara nyata-nyata memposisikan diri sebagai bagian dari eksekutif, anak negeri hanya bisa gigit jari. Misalnya, dalam suatu Sidang Paripurna DPRD Simalungun tempo hari, Binton mendadak menjelaskan kepada seorang anggota DPRD tentang kebijakan Bupati Simalungun yang menggonta-ganti PNS dalam menduduki jabatan struktural. “Itu hak preogratif bupati.” kata Binton tiba-tiba. Meski pun barangkali Binton sendiri tidak paham apa yang dimaksud dengan Hak Preogratif.
Ketika Binton menyampaikan kalimat itu, saya sendiri sebagai warga Simalungun menjadi resah mendesah. Ini pertanda sudah ada yang tidak beres. Bahkan, saya menilainya sudah pada tingkat bahaya. Bahaya bagi anak negeri Simalungun tentunya. Ketika Binton Tindaon yang Ketua DPRD Simalungun itu sudah memposisikan dirinya sebagai juru bicara JR Saragih yang Bupati Simalungun. Sudah bersikap sebagai juru bicara, salah pula. Setidaknya, Binton tidak memahami apa yang dikatakannya. Asal ngucap. Ngucap asal. Padahal setahu saya, dulunya Binton itu guru. Lagi pula, menjadi sia-sialah ajaran Syahmidun Saragih padanya.
Antara DPRD sebagai lembaga legislatif dengan Pemkab sebagai lembaga eksekutif memang memiliki fungsi masing-masing. Meski pun, keduanya tidak berjalan sendiri-sendiri. Kerjasama dan kemitraan perlu dibangun dan dikembangkan karena apa pun fungsi yang dijalankan pada gilirannya adalah untuk mensejahterakan masyarakat.
Bahwa antara DPRD Simalungun dengan Pemkab Simalungun memang dibutuhkan ‘kemesraan’. Sepanjang, ‘kemesraan’ itu tidak dilakukan dalam segala hal atau digunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. ‘Kemesraan’ antara legislatif –eksekutif seharusnya dipandang dari sudut pandang yang cermat, dalam kerangka bagi kepentingan kemajuan daerah. Artinya, eksekutif dan legislatif tidak harus selalu berada pada posisi yang berseberangan dan saling ngotot.
Justru tidak menguntungkan jika legislatif dan eksekutif selalu berada dalam situasi yang berseberangan, seperti di Siantar. Sebab, dalam kondisi seperti itu kerja sama kedua lembaga akan sulit disenergikan untuk kemajuan pembangunan daearah secara berdayaguna dan berhasilguna. Jadi, kemesraan yang nampak itu jangan dinilai dalam segala hal sehingga menimbulkan rasa curiga apalagi buruk sangka. Kedudukan DPRD yang sejajar dan menjadi mitra Pemerintah Daerah dimaksudkan untuk menciptakan hubungan kerja yang harmonis, stabil dan demokratis.
Binton dalam pandangan saya, sebenarnya harus memposisikan diri sebagai Ketua DPRD, dimana kepentingan yang yang dilakukannya adalah kepentingan seluruh anak negeri Simalungun. Jadi Binton ada untuk seluruh anak negeri. Apalagi, dia bukan Kepala apalagi Komandan DPRD, tapi jelas dan pasti hanya Ketua DPRD.
Seyogianya, Binton yang Ketua DPRD Simalungun itu mencermati kondisi riel yang sekarang terjadi dan ada di daerah ini. Di kalangan PNS misalnya, sekarang ada sekira 50-an orang yang berpangkat dan golongan IV, tapi tidak didudukkan dalam jabatan struktural. Suatu kondisi yang memilukan, dan mengharapkan perhatian khusus. Tidakkah Binton melihat hal ini sebagai suatu tragedi yang menggenaskan?
Gonta ganti jabatan atau kedudukan di kalangan PNS pada jajaran Pemkab Simalungun yang sekarang ddilakukan JR Saragih, sebenarnya harus tidak luput dari perhatian Binton. Dia, sebagai Ketua DPRD mestinya mengambil langkah-langkah yang bersifat politis untuk mencegah terjadinya semacam kisruh di negeri ini. Banyaknya PNS yang tidak menduduki jabatan, boleh jadi melahirkan suatu situasi yang tidak menguntungkan daerah ini. JR Saragih sebenarnya, harus mencari jalan keluar. Bukan jadi tidak peduli seperti yang dilakonkannya sekarang.
Penonjoban PNS dari jabatan struktural yang tak sesuai aturan dilakukan JR Saragih, juga semestinya mendapat perhatian Binton Tindaon sebagai Ketua DPRD Simalungun. Apa boleh buat, sebagai Bupati Simalungun JR Saragih sudah melakukan pengangkangan dan pengingkaran terhadap aturan perundangan yang berlaku. Dan sebagai Ketua DPRD, Binton tidak perlu diajari apa yang harus dilakukannya jika seorang Kepala Daerah melanggar sumpah/ janji jabatan. Secara khusus dalam kasus ini, sikap DPRD Sumatera Utara terhadap Plt Gubsu Gatot, perlu dicontoh.
Harapan anak negeri pun terhadap keberpihakan DPRD di bawah kepemimpinan Binton Tindaon jangan dipediarkan hanya ada dalam mimpi semata. Binton harus sadar diri, bagaimana dan karena apa akhirnya dia bisa menduduki jabatannya sekarang sebagai Ketua DPRD Simalungun. Jangan hanya karena berharap mendapatkan ragam fasilitas dan kemudahan dari Pemkab Simalungun akhirnya Binton seolah lupa diri dan tutup mata dengan segala macam situasi yang terjadi.
Semua pihak di negeri ini berharap, agar antara Binton dan JR Saragih tidak terjadi ‘kemesraan’ yang pada gilirannya justru merugikan seluruh komponen yang ada. Semua komponen disini merasa sama-sama pemilik dan sama –sama punya hak. Bukan hanya milik Binton Tindaon dan JR Saragih saja!





































Ketika Saulus menjadi Paulus

Orang Kristen, siapa sih yang tak pernah dengar nama Paulus. Semula, namanya Saulus. Dia merupakan seorang petinggi dalam status atau kedudukan di lembaga keagamaan Jahudi. Dan dengan kedudukannya itu dalam sejarah dia dicatat sebagai seorang yang pernah memburu dan membunuh pengikut Kristus. Sampai suatu masa matanya pun buta, dan dia berubah justru menjadi seorang Rasul. Perkembangan agama Kristen pada zaman ini, banyak dipengaruhi oleh hasil pekerjaan Paulus. Sampai-sampai pun setelah membaca Alkitab, saya jadi ragu ajaran siapa sih yang paling banyak dianut orang Kristen.Ajaran Yesus atau Paulus.
Orang Simalungun pun, siapa sih yang tak pernah dengar nama JR Saragih. Dia merupakan Bupati Simalungun hasil pemilukada 2010. Begitu menjadi bupati, dia pun membuat ragam gebrakan dan terobosan. Pada 28 Oktober 2010 dilantik menjadi bupati, pada 29 Oktober besoknya langsung mencopot beberapa PNS di jajarannya dari jabatannya. Senin 1 Nopember 2010, belasan PNS lainnya pun kembali dicopotnya dari kedudukan dan jabatannya.
Wajar kalau akhirnya banyak PNS di Pemkab Simalungun yang gedebak-gedebuk. Kapan dicopot atau bagaimana.Selanjutnya dan selanjutnya, segala macam dilakukan JR Saragih sebagai Bupati Simalungun. Gonta ganti jabatan bagi PNS terus dilakukannya terus menerus. Dia memang menjadi Bupati Simalungun bukan karena Gubernur Sumatera Utara, Menteri Dalam Negeri, termasuk bukan karena Presiden. Dia menjadi Bupati Simalungun karena dipilih oleh anak negeri Simalungun. Makanya, kekuasaannya di Simalungun boleh jadi melebihi kekuasan Presiden, Menteri Dalam Negeri, apalagi Gubenrnur Sumatera Utara. Logis itu, menurut saya.
Sikap, tindakan dan keputusan JR Saragih begitu dia menjadi Bupati Simalungun, saya nilai sebagai ibarat rusa masuk kampung. Lari kesana lari kesini tak jelas apa yang mau dikejar. Alhasil yang terjadi adalah tabrak sana tabrak sini tak jelas juntrungannya. Di atas jalan raya pun didirikan kantin, dan pengusaha kantin lama pun harus didepak. Semua gedung kantor SKPD dipagar dengan sejenis seng yang akhirnya mengurangi nilai estetikanya. Gedung kantor BKD (Badan Kepegawaian Daerah), dirubah menjadi rumah sakit meski jauh dari pemukiman anak negeri. Bahkan, kantor bupati yang ada dan dibangun dengan uang puluhan miliar ditinggalkan begitu saja. “Tak layak huni”, katanya, dan selesai.
Akibatnya gampang ditebak. JR Saragih pun di mata banyak orang dianggap dan dinilai sebagai Saulus. Terlalu banyak PNS yang sudah menjadi korban memang. Sebut misal Karshel Sitanggang, Martua Tamba, Hamdan Nasution, Frisdar Sitio dan entah siapa lagi. Nama-nama yang saya sebut tadi sekarang sudah tidak berarti di Pemkab Simalungun. Belum termasuk Mahrum Sipayung, Duarman Purba, Jumsadi Damanik, Thamrin Simanjuntak, Robert Pardede.
Tapi di mata saya, JR Saragih yang sekarang dinilai dan dianggap banyak orang sebagai Saulus, saya yakini pada masanya akan berubah bagai mirip Paulus. Simalungun khususnya Kecamatan Raya, pada suatu masa pada suatu ketika akan berubah menjadi suatu daerah yang sejahtera. Anak negerinya akan hidup dengan berkecukupan dan dengan pendapatan yang tinggi. Hingga suatu masa juga, Sondi Raya plus Pamatang Raya akan menjadi metropolitan.Tanda-tanda kearah itu saya lihat sekarang, setelah JR Saragih membangun lapangan terbang, memperlebar jalan, membangun ruko sekaligus memekarkan Kecamatan Raya menjadi tiga kecamatan. Benar sekarang ruko yang dibangun JR Saragih masih beberapa belas, tapi saya yakini itu akan dilanjutkannya kelak dengan puluhan hingga ratusan.

Di mata saya sekarang saja, Kecamatan Raya khususnya akan menjadi suatu daerah yang cemerlang.Saya sendiri, sudah berada di Simalungun sejak masa pemerintahan almarhum JP Silitonga. Dalam dua periode masa pemerintahannya ( 10 tahun ), yang saya catat agaknya perlu dicatat yang dilakukannya adalah pembukaan ruas jalan Negeri Dolok – Kariahan yang menghubungkan Kecamatan Silou Kahean dengan Kecamatan Raya melalui Bukit Pening. Tak jelas bagi saya sudah berapa uang yang digelontorkan untuk membuka ruas jalan itu, dan mudah-mudahan sampai sekarang jalan antara Negeri Dolok – Kariahan tetap tidak bisa dilalui kenderaan roda empat. Saya pun pening juga kalau menerawangkan pikiran pada program almarhum JP Silitonga di Bukit Pening ini.
Ketika tampuk pemerintahan berpindah ke tangan almarhum Djabanten Damanik, saya mencatat segala macam pembangunan dilakukannya di kampung asalnya, Sipolha. Ada Gedung Pusat Informasi dan Dokumentasi Pariwisata dibangun di sisi ruas jalan Tiga Runggu- Parapat dibangunnya, tapi sejak dibangun hingga sekarang tak pernah dimanfaatkan. Banyak sekali yang waktu itu semuanya menelan biaya sekira Rp 30-an miliar, termasuk pembuatan “ikan mas” yang sekarang sudah menjadi sarang ular. Kalau dengan uang sekarang, nilai yang sekira Rp 30-an miliar itu sudah dikali lima. Dan almarhum Djabanten pun, berkuasa di Simalungun selama 10 tahun (dua periode).
Di masa John Hugo Silalahi, saya mencatat Gelanggang Olahraga Radjamin Purba di Batu VIII dan Pasar Tanahjawa yang dibangunnya. GOR Radjamin Purba, direncanakan dibangun dengan dana Rp 50 miliar, dan sampai Hugo tak lagi menjadi Bupati Simalungun sudah sekira Rp 30-an miliar yang dikucurkan. Pasar Tanahjawa, kalau saya tak salah ingat, dananya sekira Rp 12 miliar. Belum termasuk jaringan air bersih di Kecamatan Raya yang dananya sekira Rp 6 miliar. Tapi mudah-mudahan jugalah, sampai sekarang semua dana itu menjadi sia-sia karena semua bangunan tadi tidak bisa dimanfaatkan.
Ketika Zulkarnaen Damanik menjadi Bupati Simalungun, kondisinya hampir sama dengan ketika daerah ini dipimpin JP Silitonga, Djabanten Damanik, dan Hugo. Dibangun STA di Saribudolog, mudah-mudahan sampai sekarang tak pernah dimanfaatkan padahal biaya pemebangunannya miliar rupiah. Begitu juga Balai Benih Ikan yang ada di Rambung Merah dan Jawa Tongah juga dibangun dengan dana miliaran rupiah tapi sampai sekarang tak pernah menghasilkan benih ikan. Kecuali, menurut saya hanya dijadikan sebagai benih korupsi. Apalagi, menurut saya Sahat Hutauruk yang sekarang Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan Simalungun tidak berkemampuan mengelolanya. Apalagi, manalah pedulinya itu.
Tapi lihat JR Saragih. Meski begitu dilantik menjadi Bupati Simalungun dia langsung grasa-grusu tak karu-karuan, apa pun katanya yang diperbuatnya sekarang secara khusus di Kecamatan Raya adalah sesuatu program monumental yang akan dicatat sejarah. Saya melihat, prospek Kecamatan Raya akan cemerlang dengan segala macam yang sudah dan akan dilakukan JR Saragih disini. Sehingga pada masanya saya yakin sekali JR Saragih yang semula dianggap dan dinilai bagai Saulus akan berubah dianggap dan dinilai sebagai Paulus.
Masalahnya, apabila pun JR Saragih tidak akan terpilih lagi menjadi Bupati Simalungun pada periode berikutnya (dan saya yakin itu), persoalannya sudah berbeda dengan JP Silitonga, Djabanten Damanik, Hugo, apalagi Zul.
JR Saragih saya pikir akan dikenang orang Kecamatan Raya sebagai putra daerah yang telah berhasil merubah daerah itu menjadi suatu daerah yang kaya bahkan makmur. Dalam kepemimpinan JR Saragih sebagai Bupati Simalungun, saya berani taruhan Kecamatan Raya pasti berubah menjadi suatu negeri yang sejahtera, sentosa, bahkan makmur. Suatu negeri yang sekarang cuma ada dalam mimpi.
JR Saragih memang jago. Jago sekali. Bupati Simalungun itu saya yakini pasti bisa membangun Kecamatan Raya dengan cemerlang. Selamat bagi JR Saragih !














































Wajah Bopeng Pendidikan Simalungun

Pendidikan itu penting. Penting sekali pun. Makanya tak heran, sebegitu Perang Dunia II usai Kaisar Jepang bertanya : Berapa lagi guru kita yang masih hidup ? Kaisar tak mempertanyakan berapa lagi jenderal mereka yang (masih) hidup. Negeri yang hancur porak-poranda akibat perang itu pun belakangan bangkit menyusul difokuskannnya pembangunan di sektor pendidikan. Dan sekarang, Jepang dikenal sebagai salah satu negara yang maju pesat dan berkembang.
Lantas, bagaimana perhatian sekaligus sikap Bupati Simalungun JR Saragih secara khusus dalam sektor pendidikan ?
Tidak gampang untuk menilainya. Yang gampang untuk dicermati adalah fakta yang ada dan terjadi di Bumi Habonaron do Bona ini. Apa faktanya ? Masih dalam hitungan bulan setelah dilantik menjadi Bupati Simalungun, JR Saragih langsung mengobrak-abrik dan mengobok-obok dunia pendidikan di sini. Misalnya, dengan secara mendadak mengganti Kepala Dinas Pendidikan dengan seorang PNS yang sesungguhnya tidak memenuhi persyaratan, dan yang paling memilukan adalah mengganti banyak sekali kepala sekolah. Di tingkat SMP saja, dari 51 Kepala SMP Negeri di Simalungun di antaranya 28 yang segera dicopot JR Saragih dari kedudukannya.
Pencopotan para Kepala SMP Negeri ini, tak jelas latar belakangnya. Cuma kabar kabur yang beredar, mereka semua dicopot lantaran tidak mendukung JR Saragih di masa musim pemilukada. Parahnya, ada juga yang menyebut-nyebut, para Kepala SMP Negeri itu sebelumnya merupakan pendukung Zulkarnaen Damanik waktu musim pemilukada lalu. Namanya saja kabar kabur dan desas-desus, manalah bisa dicari kebenarannya.
Secara sederhana, pergantian atau pencopotan seorang PNS dari jabatan struktural sebenarnya merupakan sesuatu yang wajar-wajar dan biasa saja. Boleh jadi karena ini atau karena itulah yang sesuai dengan aturan yang berlaku. Yang tidak biasa dan tidak wajar justru adalah ketika JR Saragih menggantikan Jarinsen Saragih kepada Albert Sinaga karena nama yang disebut belakangan tidak memenuhi persyaratan untuk diangkat menjadi Kepala Dinas Pendidikan Nasional Simalungun.
Albert Sinaga sebelumnya adalah seorang tenaga fungsional di lingkungan Dinas Pendidikan Nasional Simalungun. Dia adalah Pengawas yang sebelumnya merupakan salah seorang kpala sekolah. Karenanya, sebelum diangkat menjadi Kepala Dinas Pendidikan Nasional Simalungun yang Eselon II, dia tidak pernah menduduki jabatan strktural. Padahal, untuk menduduki jabatan Eselon II seseorang PNS harus sudah pernah menduduki eselon di bawahnya. Lagi pula, waktu diangkat menjadi Kepala Dinas Pendidikan Nasional Simalungun, Albert masih memiliki pangkat/ golongan IV/a.
Tentang pencopotan banyak kepala sekeolah, JR Saragih juga terkesan sewenang-wenang bahkan penuh kelaliman. Banyak di antara mereka yang dicopot sebagai Kepala SMP Negeri itu, yang ditempatkan JR Saragih menjadi staf di Dinas Pendidikan Nasional Simalungun. Disebut kesewenang-wenangan penuh kelaliman, karena atas penempatan tadi para mantan Kepala SMP Negeri iu tidak lagi berhak menerima tunjangan jabatan sekaligus Tunjangan Sertifikasi. Apa boleh buat, itulah JR Saragih yang sekarang Bupati Simalungun.




Kualitas Pendidikan

Salah satu upaya yang wajib dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Simalungun tentunya adalah meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan bagi anak negerinya. Mutu atau kualitas pendikan ini mutlak dibutuhkan, demi tercapainya tujuan pendidikan nasional. Sementara di sisi lain, sampai sekarang tidak ada yang dapat dibanggakan dalam hal mutu serta kualitas pendidikan di daerah ini. Saya belum pernah mendengar misalnya, ada siswa dari Simalungun yang terpilih untuk mengikuti entah olimpiade apa pun jangankan untuk tingkat Sumatera Utara apalagi untuk tingkat Nasional.
Lantas, dalam upaya untuk meningkatkan mutu serta kualitas pendidikan itu, langkah apa yang harus dilakukan ?
Jawabannya tentu macam-macam tergantung dengan situasi dan kondisi riel yang ada. Boleh jadi misalnya untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan diperlukan sarana dan prasarana yang baik. Boleh jadi juga mutu dan kualitas pendidikan bisa dicapai apabila murid atau siswa mendapat pasokan makanan yang cukup dan bergizi dalam kesehariannya. Bahkan boleh jadi, mutu dan kualitas pendidikan bisa dicapai dengan adanya jalinan kerja sama yang baik antara lembaga penyelenggaran pendidikan dengan masyarakat sekaligus bersama pemerintah daerah Dalam arti yang luas, banyak faktor yang bisa dilakukan untuk menciptakan pendikan yang baik dan berkualitas.
Menurut hemat saya, pendidikan yang bermutu dan berkualitas bisa dicapai dengan adanya dana yang cukup untuk membiayai pendidikan itu. Lantas, dana yang cukup tadi selain berasal dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah tentunya juga harus ada dari orang tua atau masyarakat. Dana bisa didapat dari orang tua siswa jika sebuah sekelah memiliki siswa yang cukup banyak. Selanjutnya, sekolah bisa memiliki siswa yang cukup banyak apabila guru-guru di sekolah yang bersangkutan cukup profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai guru yang disebut-sebut orang sebagai ujung tombaknya pendidikan. Sementara, guru-guru pun bisa menjalankan tugasnya dengan baik dan profesional, apabila kepada mereka diberikan kebutuhan hidup yang standart dan hak-hak yang normatif. Akh, bagaikan lingkaran setan jadinya. Sulit sekali rasanya mau kita mulai dari mana.
Sebagai Bupati Simalungun, JR Saragih belum saya lihat memiliki itikad baik dalam rangka mencapai mutu dan kualitas pendidikan di daerah yang dipimpinnya ini. Lihat saja misalnya kebijakannya yang konon belum juga membayarkan kepada pihak ketiga sekira Rp 19, 5 miliar untuk pengadaanbuku, alat peraga, alat laboratorium, serta buku keseniian dan muatan lokal pada tahun anggaran 2010 lalu. Panjang sekali jalan ceritanya kenapa uang yang berasal dari DAK Pendidikan itu belum juga dibayarkan Pemkab Simalungun kepada para penyedia barang dan jasa. Singkat cerita, meski masa kontraknya sudah berakhir dan pelaksanaannya sudah dilakukan penyedia barang dan jasa, namun uangnya belum dibayarkan.
Yang paling berengsek, Pemkab Simalungun yang dipimpin JR Saragih ternyata juga belum membayarkan Tunjangan Guru Non PNS tahun anggaran lalu. Sumber dananya berasal dari Pemprop Sumatera Utara berupa Bantuan Keuangan Propinsi , yang sudah dicairkan Pempropsu ke Kas Daerah Pemkab Simalungun. Ontahlah jang, mangapo konon hinggo hari ni tak jua dibayarkan kepada masing-masing guru yang berhak. Untung jugalah para guru swasta itu sampai hari ini masih bersabar menunggu. Dan JR Saragih pun sebagai Bupati Simalungun, agaknya belum menunjukkan tanda-tanda untuk membayarkannya.
Dalam pandangan saya, kebijakan JR Saragih yang belum juga membayarkan uang pelaksanaan DAK Pendidikan Tahun Anggran 2010 hingga belum dibayarkannya Tunjangan Guru Non PNS serta pencopotan puluhan kepala sekolah secara mendadak, merupakan wajah bopeng dunia pendidikan di Simalungun ini. Wajah yang penuh borok dan harus dibersihkan melalui ‘operasi plastik’ oleh tim dokter yang profesional. Termasuk, belum dibayarkannya Tunjangan Sertifikasi puluhan guru di daerah ini serta pemutasian kepala-kepala sekolah menjadi staf di Dinas Pendidikan Nasional.
Makanya memang, apa pun cerita wajah bopeng pendidikan di Bumi Simalungun ini harus dikikis dan dibersihkan oleh segenap lapisan anak negeri. Meski masih hitungan bulan sejak negeri ini dipimpin JR Saragih, tapi agaknya sudah masanya untuk dievaluasi apakah semua kita masih saja menjadi manusia yang pasif dan bersikap dan prinsip AMAT (Ambil Muka Angkat Telor).





































Mana Lebih Baik, Hulman atau JR Saragih?

Dalam suatu diskusi kecil di Siantar kemarin pagi, salah seorang peserta bertanya kepada saya “”Mana lebih baik. Hulman Sitorus atau JR Saragih ?” Saya pun merasa tidak perlu berpikir panjang untuk menjawabnya :”Tidak ada. Tidak ada seorang pun di antara mereka yang baik”, kata saya jelas dan tegas. Dan suasana diskusi kami pun pagi itu menjadi riuh rendah.
Jawaban saya, sebenarnyalah asal-asalan saja saya kemukakan. Ini didasarkan pertanyaan salah seorang peserta yang saya anggap juga asal-asalan. Karena pertanyaannya asal-asalan, maka jawabannya pun tentu asala-asalan. Kenapa asal-asalan, sebab saya yakin seperti saya, dia pun sesungguhnya tidak paham sekali mana yang baik dan mana pula yang buruk. Sebab memang, sekarang ini tak jelas lagi perbedaan mana yang baik dan mana pula yang buruk. Kalau dulu, waktu saya remaja, antara yang baik dan yang buruk masih ada bedanya. Meski pun cuma bayang-bayang. Dan bayang-bayang itu tipis sekali. Setipis kulit ari.
Di kampung kami misalnya, ada anggota DPRD. Seperti umumnya anggota DPRD lainnya, sudah jelas dia korup. Di lembaga terhormat itu, bersama kawan-kawannya sudah barang tentu mereka hanya memikirkan bagaimana caranya untuk mendapatkan uang. Sejak dilantik menjadi anggota dewan terhormat, mereka sering sekali melakukan hal-hal yang tidak terhormat. Studi banding atau entah istilah apa pun kerap kali dilakukan yang menyita uang rakyat berjibun-jibun.
Tapi anggota DPRD tadi, sungguh teramat rajin beribadah ke rumah ibadahnya. Ya, beribadah ke rumah ibadah. Di rumahnya, dia tak pernah beribadah. Apalagi di tempat lain. Di rumah ibadahnya pun, dia rajin dan setia memberikan sumbangan. Boleh jadi uang kontan yang berjibun-jibun, boleh jadi pula dalam bentuk natura/ material. Semua temannya satu jemaat mengatakan anggota DPRD tadi baik. Dia dikenal sebagai orang yang baik. Ketika suatu masa dia ditangkap dan dipenjarakan karena divonnis bersalah setelah melakukan korupsi berjemaah, orang-orang kampung saya masih tetap mengatakan dia orang baik.
Masih di kampung saya, ada warga yang seharian kerjanya jual sate. Anaknya lima orang. Semua sekolah. Istrinya parengge-rengge di pasar pagi. Rengge-renggenya pun hanya daun singkong, genjer, kunyit, lengkuas dan kadang serai mau pun jagung muda. Dan sebagai tukang jual sate, kawan saya satu kampung itu memang seharian lebih banyak berkipas-kipas. Pulang ke rumahnya menjelang dini hari ketika orang lain sudah nyenyak dengan seribu mimpi di peraduan. Tiba di rumah pun, masih harus menghitung berapa belas ribu rupiah pendapatannya sejak sore hingga menjelang dini hari.
Dalam kondisi yang demikian, pasangan keluarga itu nyaris tidak pernah beribadah ke rumah ibadahnya. Konon pula memberi sumbangan meski dalam bentuk apapun. Waktu STM (Serikat Tolong Manolong) di kampung kami mengadakan perayaan natal, hanya keluarga ini yang tidak memberikan sumbangan sepeser pun. Kenapa tak pernah beribadah ke rrumah ibadahnya, sebab tiap hari mereka harus melakukan aktivitasnya supaya bisa makan anak beranak. Hari ini bekerja untuk makan hari ini. Kalau hari ini tidak bekerja tentu tidak akan bisa makan hari ini. Dan orang kampung kami tak ada yang menyebut keleuarga ini sebagai orang baik.
“Roama pangalaho ni. Marminggu pe ndang hea. So hea muse manumbang manang aha pe na masa di hutanta on.” kata orang-orang kampung saya.
Dari kedua ilustrasi itulah memang, akhirnya saya menyimpulkan bahwa saya menjadi tidak tahu lagi mana yang baik dan mana yang buruk. Ada perampok, penipu, korup tapi rajin membantu orang lain dikatakan baik. Ada orang yang setia pada pekerjaannya tapi hidup ngos-ngosan Senin – Kemis, disebut buruk. Ke rumah ibadahnya pun paling-paling waktu anaknya tardidi atau pada saat natal.
Lantas, Hulman Sitorus dan JR Saragih itu pemimpin. Keduanya disebut pemimpin karena keduanya sekarang menjadi kepala daerah. Hulman Walikota Pamatangsiantar dan JR Bupati Simalungun. Keduanya, menjadi pemimpin setelah dipilih rakyat secara langsung dalam suatu pemilukada. Menurut orang-orang di kampung saya, memilih pemimpin secara langsung adalah suatu sistem yang sangat demokratis. Di zaman orde baru, memilih pemimpin secara langsung hanya ada dalam mimpi. Jadi kita harus tidur dulu baru bisa mendapatkan pemimpin yang dipilih secara langsung. Kalau tak tidur, bagaimana bisa mimpi.
Sepanjang yang saya cermati, karena Hulman dan JR dipilih rakyat secara langsung tadilah maka keduanya (menjadi) tidak ada yang baik. Bagaimana keduanya bisa baik, sebab rakyat yang memilihnya juga tidak baik. Dalam pikiran saya, dari rakyat yang tidak baik mana mungkin lahir pemimpin yang baik. Biji yang baik pasti tidak akan mendatangkan buah yang baik. Pasti itu. Tak perlu dipikirkan.
Dulu, sudah lama sekali, ketika manusia belum mengenal pemilu mereka memilih pemimpinnya sering sekali dilakukan dengan cara kekerasan bahkan pertumpahan darah. Bunuh membunuh. Siapa yang paling kuat, dialah yang menjadi pemimpin. Sering sekali pula, rejim yang berkuasa ditumbangkan dengan cara kekerasan pula, meski pun ketika berkuasa dia akan dilengserkan dengan cara yang sama. Menyusul peradaban manusia yang semakin maju, para pemikir besar politik pun mencari upaya agar memilih pemimpin jauh dari kekarasan. Sistem memilih pemimpin yang dipikirkan para pemikir besar politik itulah sekarang yang kita kenal dengan nama pemilu sebagai bagian dari demokrasi.
Tapi saya pikir, demokrasi yang kita terapkan dan maknai sekarang ini, sebenarnya belum masanya untuk kita terapkan. Demokrasi yang sesungguhnya tidak laku pada masyarakat marjinal seperti kondisi yang ada pada masyarakat kita sekarang pada umumnya. Artinya, demokrasi tidak laku pada orang-orang miskin dan bodoh. Hak demokrasi yang dimilikinya, sudah barang tentu akan dijadikan sebagai suatu barang dagangan. Hak demokrasi yang dimiliki orang per orang, diperjualbelikan dengan angka-angka teretentu.
Kita, sebenarnya harus jujur dan terbuka pada diri sendiri. Semua kita tahu bahkan mengalami. Dalam setiap pemilu apakah itu pemilu presiden, pemilu legislatif, pemilukada bahkan pada pemilihan kepala desa apalagi, selalu kita manfaatkan untuk mendapatkan sesuatu yang sifatnya material. Kita tidak pernah memikirkan apa dan bagaimana seorang calon pemimpin yang akan kita pilih. Tapi sesungguhnya, kita justru berpikir apa yang kita bisa dapatkan dari seorang yang akan kita pilih. Kita dapatkan saat itu juga. Tidak besok apalagi lusa. Makanya, ada istilah yang populer :”Cair do ?”
Di Siantar misalnya. Waktu pemilukada lalu ada dua orang yang saya pikir sangat pantas dan layak untuk dipilih menjadi pemimpin. Saya mau menyebut kedua nama itu : Mahrum Sipayung atau Herowin Sinaga. Alasan saya jelas. Yang pasti kedua nama itu merupakan sosok yang sudah sarat pengalaman di bidang pemerintahan dan segala macam. Tapi, orang Siantar lebih memilih Hulman yang memberikan voucher atau janji voucher. Peduli apa pada sosok yang dinilai wajar dan pantas kalau tokh tidak memberikan apa pun pada pemilukada?
Fakta inilah yang saya sebutkan bahwa sesungguhnya masyarakat kita sekarang sebenarnya sudah dalam kondisi sakit yang kronis. Ibaratnya sudah merupakan kanker yang menggurita di sekujur tubuh. Tak seorang pun lagi dokter yang bias menyembuhkannya. Sudah layak untuk alfatiha.
Dari situasi yang seperti itulah akhirnya muncul pemimpin, yang lucu dan anehnya diharapkan oleh rakyat pula agar memimpin dengan baik dan benar. Manalah logis itu. Saya pun, kalau kelak menjadi Walikota Pamatangsianatar atau Bupati Simalungun tapi harus membayar suara, manalah mungkin saya akan menjadi pemimpin yang baik. Wajar dan pantas sajalah kalau saya tidak pernah memikirkan kepentingan rakyat yang saya pimpin. Saya tentu, akan memikirkan kepentingan saya terlebih dahulu. Sementara, kepentingan saya sendiri pun tidak memiliki batas dan ukuran. Dan, seperti yang Anda tahu – Pembaca – manusia tidak pernah puas dengan apa yang dimilikinya selama dia tidak membuat ukuran dan batas yang jelas.
Okelah. Sebenarnya saya tidak suka berandai-andai apalagi marangan-angan. Nanti bisa mirip seperti angan-angan ni parcendol. Namun, sekarang apalagi karena di luar hujan deras mengguyur, saya akan beranda-andai saja.
Andainya saya Walikota Pamatangsianatar atau Bupati Simalungun, tahun pertama saya akan menyelesaikan segala hutang piutang terhadap, para TS saya ketika proses pemilukada. Tahun kedua, selain sisa-sisa penyelesaian hutang-piutang, saya pun akan netralisir segala sesuatu untuk pemantapan upada saya di tahun berikutnya. Konsolidasi, istilah kerennya. Tahun ketiga dan keempat, saya baru berupaya mengembalikan uang yang sudah saya keluarkan sebelumnya. Artinya hanya dua tahun dan berapalah itu. Sementara, pada tahun kelima saya sudah harus mengupayakan (lagi) jembatan untuk bisa menduduki jabatan pada periode kedua.
Lantas, kapan saya peduli dan memikirkan rakyat ? Manalah saya sempat, dan saya akan yakinkan diri saya bahwa saya tak peduli pada rakyat. Saya harus mantapkan tekad, tak urusan saya dengan rakyat. Saya hanya akan mengeksploitasi rakyat untuk kepentingan diri saya sendiri.
Upaya yang saya lakukan dalam rangka itu semua adalah antara lain dengan meminta semua SKPD agar menyetor sekian persen dari belanja tidak langsung unit kerjanya masing-masing ke nomor rekening saya. Selanjutnya, saya akan rajin mengganti-ganti PNS yang menduduki jabatan struktural sehingga mereka umumnya tetap jantungan dan wanti-wanti terhadap saya. Apakah akibat saya suka mengganti-ganti staf saya mereka akan tidak nyaman untuk bekerja, bukan urusan saya. Apakah karena hobby saya yang aneh itu kreasi dan inovasi staf saya akan jatuh dan lebay, juga bukan urusan saya.
Anda pun – Pembaca – harus bisa maklum. Kalau untuk menjadi Walikota Pamatangsiantar atau Bupati Simalungun saya sudah keluarkan uang sebesar Rp 60 miliar, berapa miliar tiap tahun selama lima tahun saya harus kembalikan uang saya itu ? Rp 12 miliarkan ? Lalu kalau dalam satu tahun saya harus kembalikan uang saya Rp 12 miliar, artinya kan saya harus dapatkan tiap bulan Rp 1 miliar ? Kalau tiap bulan saya harus kembalikan Rp 1 miliar, berapa rupiah pula saya harus mendapatkan uang tiap hari ? Wah, kalau sudah begini, Andalah – Pembaca – yang menghitungnya. Dulu waktu SD, saya tidak pernah belajar matematika. Waktu itu belum ada pelajaran matematika. Yang ada waktu itu, di kampung saya ada sepupu saya yang mate matungkap.
Makanyalah, memang, menjawab kawan saya peserta diskusi kemarin saya katakan dengan cepat tanpa pikir panjang, tak ada di antara JR dan Hulman yang baik. Penyebabnya jelas, rakyat pemilihnya pun tidak baik. Sementara dari rakyat yang tidak baik tak mungkin lahir pemimpin yang baik. Saya pun kalau menjadi Bupati Simalungun atau Walikota Pamatangsianatar, tidak akan bisa menjadi baik. Kecuali memang, kalau rakyat memilih saya tapi tidak harus saya bayar. Itu pun, masih tetap barangkali juga. Barangkali saya bisa menjadi baik.

Benarkah saya Pengkhianat?

Pada Rabu 7 September lalu ketika saya mengikuti Rapat di Ruangan Badan Anggaran DPRD Simalungun, rekan Victor Peranginangin wartawan Harian Simantab menelepon saya. Dia mengajak saya minum kopi ke kantin di Kompleks Perkantoran Harian Simantab, di Desa Hapoltakan Raya, Kecamatan Raya. Victor datang bersama seorang laki-laki yang tak saya kenal, dan di tengah deraian hujan deras kami bertiga melaju menuju kantin Kompleks Perkantoran Simantab menggunakan mobil yang dikendarai Victor.
Di kantin itu kami jumpai belasan orang. Di antaranya yang saya kenal adalah Silverius Bangun, Jarinsen Saragih, dan seorang marga Purba yang saya kenal sebagai Pemimpin Redaksi Harian Simantab. Seperti biasa, dengan gayanya yang khas dan ramah, Silverius segera menegur saya serta memesankan segelas kopi buat saya.
“Meski Bapak sering mengkritik Pak JR Saragih dalam tulisan-tulisan Bapak, saya akan tetap ramah dan akrab dengan Bapak. Kita tetap berteman, buktinya saya menegur Bapak bahkan memesankan kopi untuk Bapak.” katanya akrab dan mesra. Saya teguk kopi yang segera terhidang di depan saya. Udara dingin menambah nikmatnya minum kopi sekira pukul 14. 00 siang itu.
“Tapi ngomong-ngomong Pak Ramlo. Kenapa Bapak selalu menulis sisi jelek dari Boss saya Pak JR Saragih? Padahal, dengan terus terang saya katakan, sebagai anak buah Pak JR Saragih saya melihat banyak yang baik yang sudah diperbuat Pak JR selama memimpin Simalungun ini.” Silverius nyerocos seperti kebiasaannya yang ngomong santai dan enjoy.
Saya mencoba tersenyum. Di kantin itu ada belasan orang yang umumnya tidak saya kenal. Empat di antaranya mengenakan pakaian PNS Pemkab Simalungun, di antaranya Jarinsen Saragih Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga. Tentu, karena lebih banyak yang tak saya kenal, saya pun menjawab sekenanya.
“Itu soal sisi pandang saja, Pak Bangun. Soal dimana kita berdiri dan memandang dari mana. Sebagai yang Bapak sebut bahwa Bapak anak buahnya JR Saragih, sudah barang tentu sisi pandang Bapak berbeda dengan sisi pandang saya. Coba kita berdiri di tempat yang sama. Pandangan kita tentu bisa jadi sama. Klop kan?” kata saya. Silverius Bangun tertawa. Saya tertawa. Beberapa orang lainnya saya lihat ikut tertawa. Meski pun, saya tak tahu mengapa mereka tertawa. Boleh jadi mereka mentertawakan kami yang tertawa. Tapi boleh jadi mereka tertawa karena kami tertawa. Orang memang bisa tertawa menyaksikan orang lain tertawa. Meski pun, tawanya boleh jadi tanpa arti, tanpa makna. Makanya ada kata yang menyebut ‘tawa tak bermakna’ tertawa karena orang lain tertawa.
Ketika satu-satu orang meninggalkan kantin itu, saya pun minta agar diantarkan rekan Victor ke sisi ruas jalan Sondi Raya – Pematangsiantar. Saya katakan kepadanya, saya tidak membawa kendaraan ke Sondi Raya hari itu.Karena itu saya akan pulang ke Pematangsiantar dengan menggunakan bus penumpang umum.
Tapi begitu mobil Victor bergerak hendak mengantar saya ke ruas jalan dimaksud, Apri Saragih yang saya kenal Pemimpin Usaha Harian Simantab datang. Dia segera menstop mobil kami, dan meminta saya masuk ke salah satu ruangan yang ada di Kompleks Perkantoran Harian Simantab. Disana dia marah besar kepada saya, karena meneurut dia saya telah melakukan pengkhianatan.
“Bapak wartawan Simantab, tapi menulis di Harian Metropolis. Ini suatu pengkhianatan besar. Sebelum ini Bapak saya kenal sebagai wartawan senior yang sangat saya hormati, tetapi sekarang setelah Bapak menulis tentang JR Saragih dengan tidak baik, Bapak saya pandang lebih rendah dari telapak kaki saya ini.” katanya dengan emosi yang tertahan.
Tak selang beberapa jenak di tengah Apri menumpahkan kemarahannya, seorang marga Purba yang saya kenal sebagai Pemimpin Redaksi Harian Simantab memasuki ruangan tempat saya dan Apri yang mirip gudang itu. Katanya, dia baru saja mandi supaya terasa dingin, dan meminum air es. Sebab, katanya, begitu melihat saya tadi di kantin darahnya mendidih apalagi mengingat masa lalunya yang pernah menjadi preman.
Dia ikut-ikutan memarahi saya dengan cara membentak-bentak. Hampir sama nadanya dengan Apri, dia mengaku menyesal kepada saya karena telah membuat berbagai tulisan yang mengkritisi JR Saragih sebagai Bupati Simalungun. Dia juga menuding saya sebagai pengkhianat, sebab katanya saya adalah wartawan Simantab.
“Kalau bukan wartawan Simantab, saya tidak pernah kecewa kepada Bapak. Tapi, Bapak wartawan Simantab dan Koordinator Liputan pula. Apalagi posisi Bapak sebagai Koordinator Liputan Harian Simantab sudah kami umumkan pada Rapat Wartawan Simantab di Siantar Hotel.” katanya.
Posisi saya saat itu benar-benar tertekan. Bahkan saya merasa terancam. Ruangan tempat kami berada, merupakan bahagian belakang dari gedung berjajar yang mirip gudang. Apa saja yang terjadi disana, tidak akan diketahui atau didengar orang lain. Tak ada jendela. Cuma pintu kecil . Agakanya, ruangan yang belum selesai pembangunannya.
Dalam posisi seperti itu, saya mencari jalan pintas. Saya minta maaf kepada keduanya karena telah membuat tulisan-tulisan yang kritis terhadap kepemimpinan JR Saragih sebagai Bupati Simalungun. Saya berjanji, tak akan mengulangi pekerjaan serupa. Dan ketika ditanya Apri Saragih apakah ke depan saya akan menjadi opsosisi, saya jawab cepat : “Saya tidak akan menjadi oposisi di Simalungun ini. Saya tidak memiliki daya dan kemampuan untuk menjadi oposisi. Saya orang yang lemah secara ekonomi, dan itulah sebabnya selama ini saya menulis.” kata saya memelas.
“Sebagai adik JR Saragih, saya akan perintahkan semua pimpinan SKPD untuk tidak membantu Bapak. Siapa saja Pimpinan SKPD yang membantu Bapak, akan saya minta untuk dinojobkan hari itu juga”, kata Apri Saragih dengan garang dan suara keras. Saya tidak memberi reaksi apa pun, sebab saya pikir Apri Saragih tidak tahu apa yang diucapkannya. Saya kasihan melihat kedua orang itu, sama seperti saya kasihan pada diri sendiri pada saat itu. Sudah hampir 35 tahun saya menjadi jurnalis, tapi baru kali itulah saya mengalami hal yang seperti ini.

Direktur Simantab

Selama dibentak-bentak oleh kedua orang itu, saya tidak memberi reaksi berarti. Alasan saya, pertama saya mau cari jalan aman. Ilmu selamat antara lain, bisa didapat jika kita tidak membela diri meski pun kita tidak berada di posisi yang salah. Alasan kedua, rasanya saya tidak perlu memberi reaksi apa pun terhadap kedua orang ini karena keduanya saya anggap tidak siapa-siapa. Cara-cara yang mereka gunakan terhadap saya ini, saya nilai sebagai sikap dan perbuatan kuno yang sesungguhnya di zaman ini tak laku lagi. Alasan ketiga, keduanya tengah diluapi emosi yang berlebihan dan tidak pada tempatnya. Ketika seseorang diluapi emosi, sikap dan tindakannya bisa jadi membabi-buta. Tak rasional. Alasan keempat dan ini yang lebih penting, sungguh keduanya bukan imbang saya dalam soal kewartawanan. Murid saya pun sebagai wartawan keduanya tidak mampu.
Sesungguhnyalah, saya tidak ingin memaparkan peristiwa ini kepada khalayak sebab pelakunya bukanlah siapa-siapa. Kalaulah keduanya di mata saya adalah orang-orang yang layak untuk diperhitungkan dalam jagad kewartawanan, nampaknya peristiwa ini bisa menarik untuk dipercakapkan. Itu pun sekadar untuk dipercakapkan doang. Apalagi, sebagai wartawan saya sadar bahwa wartawan ibarat berumah di tepi pantai. Dan saya sendiri sebagai wartawan, bahkan berumah di tengah samudera. Tiap detik tiap sekon selalu diancam badai dan gelombang.
Tapi apa boleh buat. Sebagai seorang wartawan, tentu saya tidak sendiri. Saya ada dimana-mana dan kemana-mana. Bahkan, diri saya pun bukan hanya milik saya lagi. Saya sudah menjadi milik siapa-siapa dan dengan sendirinya ada bersama-sama siapa-siapa. Dan dengan begitu, meski pun berumah di tengah samudera saya tidak pernah takut diterjang ombak bahkan badai yang bisa datang kapan saja.
Karenanya, tak heran jika Kamis besoknya saya mendapat telepon dari berbagai pihak menanyakan peristiwa itu. Anehnya ada yang mengatakan sebagai penculikan, penyekapan dan istilah-istilah lain yang cukup seram. Alinapiah Simbolon pun, Wakil Pemimpin Umum Harian Metropolis menanyakan saya apa yang sebenarnya terjadi, termasuk rekan Manson Purba, Koordinator Liputan Harian Metropolis. Bahkan rekan saya, Edy Ramli Sitanggang, Aliwongso Sinaga, Martin Hutabarat dan Ruhut Sitompul yang anggota DPR RI ikut menelepon menanyakan apa yang terjadi yang sebenarnya. Juga beberapa pejabat di Pemko Pematangsiantar dan Pemkab Simalungun yang tak elok namanya saya cantumkan disini ikut menanyakan kabar saya melalui telepon. Saya bingung juga dan heran dari mana mereka semua bisa tahu, sebab peristiwa ini hanya saya beritahu kepada rekan saya Imran Nasution wartawan Batak Pos, Sofyar Koto seorang tokoh pemuda di Pematangsiantar, dan seorang petinggi di Simalungun yang tak usah saya sebutkan namanya disini.
Kagetnya saya, Silverius Bangun pun yang berada di Jakarta Kamis lalu menelpon saya dan meminta saya untuk menceritakan kejadian yang sesungguhnya. “Tunggulah Pak Ramlo Senin depan, kita akan jumpa dan akan saya bawa kedua orang itu untuk meminta maaf kepada Bapak. Cara-cara mereka tak benar lagi. Sebagai pimpinan kedua orang itu saya mohon maaf Pak Ramlo.” kata Silverius melalui telepon ketika saya baru saja keluar dari Studio Radio CAS Fm karena pagi itu seperti biasa saya menjadi nara sumber pada acara KUPASS (Kajian Utama Pemberitaan Siantar – Simalungun).
Yang paling telak, rekan-rekan dari AJI pun ikut menelepon saya hingga saya pun tak bisa mengelak. Saya diminta untuk membuat paparan atas peristiwa itu, untuk menjadi bahan sebagai upaya pencegahan kekerasan terhadap pers. “Abang harus buat laporannya meski dalam bentuk paparan. Kami akan mendiskusikannya sambil mempelajari apa yang akan dilakukan.” kata seorang kawan dari AJI juga lewat telepon dan saya pun akhirrnya menyerah dan menulis paparan ini sekarang.
Sesungguhnya, yang saya rasa penting untuk saya kedepankan disini adalah apa yang dikatakan Apri Saragih dan marga Purba itu bahwa saya wartawan Harian Simantab merupakan sesuatu omong kosong alias tidak benar. Karena itulah menurut saya, keduanya tak perlu untuk saya tanggapi karena keduanya sebenarnya tidak tahu apa yang mereka katakan.
Memang sekira dua atau tiga bulan lalu, saya diminta Pardomuan Nauli Simanjuntak dan Piliaman Simarmata untuk datang ke Wisma Ganda Ula Jalan Melanthon Siregar Pematangsiantar. Ketika saya datang bersama istri saya, di Wisma Ganda Ula saya diperkenalkan keduanya kepada seseorang yang bernama Silverius Bangun. Dari untaian pembicaraan kami, Silverius Bangun meminta saya untuk bekerja di Harian Simantab. Saya diminta untuk menduduki posisi sebagai Direktur, yang saya tidak tahu tugas dan wewenangnya karena jabatan itu tidak lajim di sebuah perusahaan surat kabar.
“Datanglah ke kantor kita di Hapoltakan, disitu akan kita bicarakan tugas dan wewenang Bapak sebagai Direktur sekaligus kita bicarakan soal gaji dan fasilitas”, kata Silverius Bangun waktu itu di depan istri saya, Pardomuan Nauli Simanjuntak, Piliaman Simarmata, dan tiga orang lainnya yang tidak saya kenal.
Tapi ketika beberapa hari kemudian saya datang ke Kantor Harian Simantab, Silverius Bangun mengatakan semua fungsionaris Harian Simantab tidak menginginkan saya sebagai Direktur. “Saya mengharapkan Pak Ramlo berbesar hati untuk menjadi Koordinator Liputan saja, apalagi fungsionaris yang sekarang umumnya adalah bekas Tim Sukses Pak JR Saragih.” katanya sambil menyebut sejumlah dana sebagai gaji saya tiga bulan pertama dan saya boleh mengambil fasilitas yang sudah disediakan. Setelah mengiayakan ucapan Silverius Bangun itulah, Apri Saragih dan marga Purba tadi dipanggilnya dan mengenalkan saya kepada keduanya. Keduanya pun meminta saya agar membuat surat lamaran di atas kertas bermaterai yang saya janjikan akan saya penuhi beberapa hari kemudian.
Besoknya, Selasa, kami melakukan Rapat bersama beberapa wartawan di kantor Harian Simantab di Hapoltakan. Lusanya, Rabu, kami melakukan Rapat lagi di Siantar Hotel bersama puluhan wartawan Simantab. Dan saat itu memang saya diperkenalkan sebagai Koordinator Liputan yang sekaligus sebagai pengumuman. Dan seusai Rapat itulah saya menyimpulkan saya tidak cocok untuk bekerja di Harian Simantab, dan karena itu sejak hari itu saya tidak pernah masuk lagi ke Kantor Harian Simantab sampai hari ini.
Yang menjadi pokok soal sekarang, benarkah saya pengkhianat sebab saya adalah wartawan Harian Simantab tapi justru menulis di Harian Metropolis seperti dituduhkan Apri Saragih dan marga Purba tadi ?
Saya ingin Anda – Pembaca – yang menilainya dan Anda tentu juga bisa mengambil kesimpulan. Yang pasti, sampai hari ini saya tidak pernah membuat lamaran untuk menjadi apa pun di Harian Simantab. Saya tidak pernah menerima Kartu Pers dari Harian Simantab. Saya tidak pernah menerima gaji sepeser pun dari Harian Simantab. Saya juga tidak pernah menerima fasilitas kerja apapun dari Harian Simantab. Sampai hari ini. Sampai hari ini.
Lantas, benarkah saya pengkhianat? Mengkhianati siapa?














Kiat Mengatasi Keterpurukan Keuangan
Kondisi keuangan Pemkab Simalungun, sekarang ini dalam situasi morat-marit. Betul-betul dalam kadaan gawat darurat, dan tak terlalu salah jika disebut Pemkab Simalungun sekarang cenderung tumpur dan bangkrut. Kenapa jadi begitu, sulit untuk mengurainya dengan rinci dan detail. Singkatnya, keuangan Pemkab Simalungun agaknya sudah salah urus hingga tak terurus. Di hampir semua lini kesan yang muncul adalah, Pemkab Simalungun sekarang benar-benar kurus.

Seperti sudah jamak diketahui publik, utang Pemkab Simalungun sekarang menggunung melilit pinggangnya. Ada utang kepada pihak ketiga (penyedia barang dan jasa), ada kepada PNS (Pegawai Negeri Sipil)-nya, ada pula utang kepada guru-guru swasta. Selain itu ada utang kepada PT Askes, termasuk utang ke Kementerian Keuangan. Nilainya, seperti diakui Bupati Simalungun JR Saragih, mencapai tujuhpuluhan miliar rupiah. Jumlah yang relatif besar. APBD Simalungun saja tahun ini, hanya sekira kurang lebih Rp 1, 1 triliun doang.

Menanggapi kondisi itu, Sekdakab Simalungun Ismail Ginting mengatakan akan melunasi seluruh utang-utang itu pada tahun anggaran 2012 nanti. Dia yakin utang-utang itu bisa dilunasi tahun depan dengan akan bertambahnya pendapatan daerah. Juga, pihaknya akan mengefektifkan anggaran, katanya pada Rapat Pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Perubahan Plafon Angaran Sementara (KUA-PPAS) bersama Badan Anggaran DPRD Simalungun Rabu 7/9.

“Untuk tahun 2012, Pemkab telah merencanakan pembersihan utang ke pihak lain. Sehingga kita berharap dalam pembahasan anggaran ini benar-benar diefektifkan dan disesuaikan dengan kebutuhan yang ada”, katanya.

Lantas Ismail masih berceloteh. Menurut dia Pemkab Simalungun juga memprogramkan untuk mengurangi jumlah pegawainya. Khususnya, katanya, pegawai yang berstatus honorer dan tenaga harian musiman. Hal ini dilakukan pihaknya kata mantan PNS di Tanah Karo itu, untuk mengurangi beban APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Kebijakan pengurangan dan pemberhentian pegawai honorer sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005, masih kata Ismail. PP itu memang mengisyaratkan pelarangan pengangkatan pegawai honorer sejak diterbitkan dan diberlakukan.

Lain Kata Lain Perbuatan
Ismail memang boleh saja bilang apa. Dan DPRD Simalungun yang dalam hal ini Badan Anggaran boleh juga mendengarnya dengan terkesima. Singkatnya, utang Pemkab Simalungun sekarang menggunung, dan tahun depan akan diberesi. Selesai ?

Menurut saya, berutang saja pun sesungguhnya sulit sekali. Konon pula membayar utang. Artinya, sesulit-sulitnya berutang lebih sulit (lagi) membayar utang. Buktinya, belum lama ini Pemkab Simalungun pernah berupaya berutang ke Kementerian Keuangan tapi permintaan berutang itu ditolak oleh Menteri Keuangan. Tak elok memang berutang untuk membayar utang. Kalau pun mau berutang, sebaiknya digunakan untuk membangun infrastruktur yang produktif. Mana ada di muka bumi ini yang mau memberi utang kalau utang dimaksud akan digunakan untuk membayar utang.
Saya pikir, utang-utang Pemkab Simalungun itu bisa terjadi justru akibat salah urus dan tidak profesionalnya aparat Pemkab khususnya mereka yang membidangi masalah keuangan. Juga, disebabkan oleh suatu tindakan yang keliru sekaligus berpotensi sebagai suatu kejahatan. Kalau benar salah urus, agaknya sikap yang harus dilakukan adalah tindakan administratif. Lantas kalau benar disebabkan oleh suatu tindakan atau keputusan yang keliru, persoalannya harus diselesaikan melalui jalur hukum. Apalagi, bila keputusan itu berpotensi sebagai suatu bentuk kejahatan.

Disebutkan salah urus, misalnya utang Pemkab Simalungun kepada pihak ketiga yang dalam hal ini para kontraktor yang mengerjakan berbagai proyek yang bersumber dari APBN (dana ad hock) Bupati Simalungun sendiri JR Saragih mengatakan dana dimaksud tidak dicairkan oleh Pemerintah Pusat karena Pemkab Simalungun tidak membuat laporan pelaksanaannya sesuai dengan aturan yang berlaku. Jadi bisa disebut, karena aparat atau staf Pemkab Simalungun tidak profesional ketika menjalankan tugas dan kewajibannya.

Ketidakprofesionalan aparat ini, saya pikir antara lain disebabkan oleh hobbi aneh JR Saragih yang kerap menggonta-ganti pejabat di jajaran Pemkab Simalungun. Kerap sekali menggonta-ganti pejabat, melahirkan kesan bahwa seseorang diangkat untuk menduduki jabatan dengan tidak mempertimbangkan berbagai aspek yang dibutuhkan. Akibatnya, itu tadi. Secara khusus pengelolaan keuangan menjadi kacau balau dan centang perenang. Buktinya, Resman Saragih yang sempat dipercaya menjadi Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Asser Daearah, mendadak dicopot meski pun dia masih beberapa bulan menduduki jabatan itu.

Keputusan yang keliru dan berpotensi kejahatan adalah kebijakan JR Saragih yang tidak taat aturan. Misalnya kebijakan JR Saragih yang membayarkan Dana Insentif Guru Swasta untuk pembelian kendaraan dinas pimpinan DPRD Simalungun. Kalau aparat berwajib di daerah ini tanggap dan responsif, kebijakan tadi bisa dibawa ke wilayah hukum dan tidak mesti karena adanya pengaduan para korban. Bukankah suatu kejahatan bila dana yang diterima dari Pempropsu untuk Insentif Guru Swasta tapi digunakan untuk pembelian kendaraan dinas Pimpinan DPRD ? Jadi tidak sekadar kesalahan pembayaran seperti yang dikatakan Julius Silalahi salah seorang Wakil Ketua DPRD Simalungun, kepada saya. Lebih dari itu kebijakan tadi sudah tergolong sebagai penyalahgunaan wewenang.

Maka menurut hemat saya, ketika seorang Bupati telah menyalahgunakan wewenangnya, apa yang harus dilakukan DPRD ? Saya pikir sederhana saja. Pendapat DPRD itu bisa disampaikan kepada Mahkamah Agung untuk diuji materi. Dan ketika pendapat tadi telah dikuatkan Mahkamah Agung, DPRD Simalungun bisa melakukan Sidang Paripurna untuk mengusulkan pemberhentian JR Saragih sebagai Bupati Simalungun. Klop ? Meski pun saya sependapat semua itu akan membawa dampak yang besar secara sosial dan politik sekaligus membutuhkan dana yang cukup besar. Padahal, di sisi lain keuangan Pemkab Simalungun saja sekarang ini tengah morat-marit dan ngos-ngosan.

Celoteh Ismail Ginting di depan Badan Anggaran DPRD itu, saya nilai hanya sekadar celoteh belaka untuk menunda kekalahan saja. Apalagi menurut dia, Pemkab Simalungun akan mencoba mengatasi pembayaran utang dengan mengurangi pegawai honorernya. Celoteh yang lain diucapkan, lain pula yang dilakukan. Kata Orang Melayu, jauh panggang dari api. Kapan yang dipanggang bisa matang untuk dapat dinikmati.

Nyata-nyatanya, Pemkab Simalungun sendiri di bawah kepemimpinan JR Saragih, sampai sekarang masih mengangkat pegawai honorer. Tak percaya ? Saya sendiri tentu tidak akan berani sembarang sebut. Dan supaya jelas, datang saja ke Dinas Kehutanan. Disana ada seorang pegawai honor yang diangkat kurang lebih sebulan lalu. Dia lulusan Universitas HKBP Nommensen jurusan psikologi yang tamat tahun ini. Kalau pernyataan saya ini benar, bukankah hal ini sudah merupakan pelanggaran dari Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 ? Dan kalau ada pelanggaran peraturan pemerintah dilakukan seorang kepala daerah, apa yang harus dilakukan DPRD ?

Saya pikir, Sekdakab Simalungun Ismail Ginting taklah elok bila bermanis-manis bibir seperti penggalan syair lagi almarhum Pance Pondaag. Kiat yang dikemukakannya di depan Badan Anggaran DPRD Simalungun tadi saya nilai hanya sekadar manis di bibir saja, pelipur lara belaka. Mengefektipkan anggaran seperti dikatakannya, seolah-olah selama ini anggaran di Pemkab Simalungun belum dan tidak efektif. Padahal, dalam menyusun anggaran unsur efektifitas menjadi salah satu cara yang digunakan sesuai dengan pedoman penyusunan dan penetapan APBD seperti yang diisyaratkan oleh Permendagri.

Saya justru berpendapat, kiat untuk mengatasi keterpurukan Pemkab Simalungun secara khusus dalam bidang keuangan adalah itikad baik yang dijalankan dengan tulus dan ikhlas. Keterpurukan keuangan ini sesungguhnya adalah masalah seluruh anak negeri Simalungun tanpa terkecuali. Termasuk, masalah putra-putri Simalungun yang berada di perantauan. Lantas kalau begitu, kenapa tidak dilakukan saja semacam pertemuan akbar untuk mencari jalan keluar ? Kenapa tidak mengundang segenap komponen dan elemen yang ada untuk suatu dialog yang konstruktif dan dialogis ?

Saya pikir, dalam suatu pertemuan akbar semacam itu dapat dicari jalan keluar berdasarkan hasil kesepakatan bersama. Menurut sejarah yang pernah saya dengar, dahulu kala Raja-raja Simalungun selalu melakukan musyawarah untuk mengatasi persoalan yang terjadi di tengah anak negeri. Musayawarah semacam inilah yang kelak dalam sejarah dikenal sebagai Harungguan Bolon. Suatu kegiatan yang masih dilakukan sampai sekarang oleh khususnya para Maujana. Dan dalam kegiatan semacam ini, segala sesuatu bisa diputuskan asalkan berdasarkan keputusan bersama.

Karenanyalah saya ingin menyampaikan saran ini kepada semua pihak di Tanoh Habonaron do Bona ini. Ayo kita selesaikan secara bersama-sama utang Pemkab yang menggunung. Boleh jadi dengan menjual asset yang ada kalau memang dirasa perlu, boleh jadi dengan cara lain asal tidak dengan cara berutang (lagi) ke pihak lain, Bank Sumut misalnya. Sekali lagi, tak elok rasanya berutang untuk membayar utang.

Orang-orang di Pemkab Simalungun juga, termasuk orang – orang di DPRD Simalungun, jangan seperti selama ini merasa sombong dan angkuh. Seolah-olah hanya mereka pemilik Negeri Simalungun ini dan anak negeri termasuk perantau dianggap sebagai penonton belaka. Simalungun adalah negeri bersama yang bisa dibangun secara bersama-sama pula. Tidak oleh Pemkab semata bersama DPRD, tapi oleh segenap anak negeri dari berbagai lapisan dan tingkatan.
Saya mimpikan memang suatu pertemuan akbar semacam itu, sebagai kiat untuk mengatasi keterpurukan keuangan Pemkab Simalungun yang terjadi belakangan ini, ketika dipimpin JR Saragih sebagai Bupati Simalungun.















































Pergantian Pejabat, Aneh dan Ganjil
Dengan terus terang saya akui sekarang, sesungguhnya saya tidak pernah lulus dari SD Inpres. Persoalannya, waktu itu belum ada SD Inpres. Saya hanya tamat dari SD Swasta saja, itu pun masuk sore pula. Dan waktu SMP, benar saya sempat masuk SMP Negeri di Kuala Simpang Aceh Tamiang (dulu Aceh Timur), tapi akhirnya tamat dari SMP Swasta juga di SMP PTPN I Kebun Lampahan, Aceh Tengah. Kesimpulannya, sejak sekolah saya memang orang swasta. Bahkan gelar kesarjanaan saya cuma dari perguruan tinggi swasta yang tidak memiliki akreditasi, sehingga gelar itu tidak pernah saya pakai di depan nama saya. Tegasnya, saya tidak berhak menggunakan gelar kesarjanaan itu hingga nama saya tetap Ramlo R Hutabarat.

Tapi jangan salah. Meski pun menjadi murid SD Swasta dan masuk sore pula, saya terbilang cerlang dan cemerlang di antara kawan-kawan saya satu kelas. Sejak kelas I SD hingga kelas III SMP saya tetap menjadi Ketua Kelas. Menjadi Ketua Kelas karena dipilih secara aklamasi oleh teman-teman sekelas, dan disetujui oleh Wali Kelas. Jelasnya, saya tidak pernah dipilih dan diangkat menjadi Ketua Kelas secara serampangan dan asal pilih. Dan yang patut dicatat, saya tidak pernah diberhentikan sebagai Ketua Kelas secara tiba-tiba dan mendadak tanpa sebab. Ya, meski pun saya Ketua Kelas SD Swasta yang masuk sore, tapi kedudukan saya sebagai Ketua Kelas tidak pernah dicopot tanpa alasan yang jelas.

Kondisi yang paradoksal sekarang terjadi di jajaran Pemkab Simalungun, semasa pemerintahan JR Saragih. Pergantian pejabat pemerintahan di lingkungan Pemkab Simalungun, agaknya dilakukan dengan gampang sekali dan terkesan sesuka hati penguasa. Sebulan dua bulan pertama pemerintahan JR Saragih di Simalungun, saya masih mencatat berapa kali dilakukan pergantian pjabat. Tapi belakangan karena terlalu acapnya dilakukan pergantian pejabat, saya pun jadi jenuh dan lelah untuk mencatatnya. Makanya sekarang, saya tidak tahu lagi sudah berapa pejabat yang diganti selama sebelas bulan pemerintahan JR Saragih.

Yang menarik dicatat, JR Saragih dilantik pada 28 Oktober 2010, kebetulan hari Kamis. Lantas, besoknya Jumat 29 Oktober 2011 artinya sehari setelah dilantik, JR Saragih mengganti beberapa pejabat Eselon II. Almarhum Revanus Sormin yang waktu itu memang sudah memasuki masa usia pensiun, digantikan Anna Girsang sebagai Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Menjadi lebih menarik, sebab Anna pun sesungguh sudah memasuki masa usia pensiun juga. Barangkali, inilah pergantian pejabat yang paling tercepat di tanah air yang pernah terjadi. Cermati saja, hari ini bupati dilantik besoknya dia melakukan pergantian pejabat.

Lantas, Senin berikutnya – hari pertama pada pekan pertama setelah JR Saragih dilantik - belasan pejabat pun diganti. Selanjutnya dan selanjutnya, aparat Pemkab Simalungun pun bolak balik diganti terkesan bongkar pasang dan tambal sulam. Berita-berita pergantian pejabat di jajaran Pemkab Simalungun pun tak menarik lagi untuk diikuti di surat-surat kabar karena sudah terlalu sering. Sekiranya saya Pemred sebuah surat kabar (Pemimpin Redaksi) saya tak akan lagi mempublikasi peristiwa pergantian pejabat itu karena sudah terlalu sering.

Menjadi aneh dan ganjil, di antara pejabat yang diganti ada yang hanya hitungan hari diganti lagi dengan orang lain. Ada malah yang dicopot dari jabatan A misalnya dan ditempatkan di jabatan B tapi dikembalikan lagi ke jabatan A tadi dalam tempo yang tidak terlalu lama. Binsar Situmorang yang belum satu tahun bertugas di Pemkab Simalungun misalnya, sudah pernah menjadi Asisten III Setdakab Simalungun, Kepala Dinas Koperasi, dan sekarang Kepala Bappeda. Kepala BKD (Badan Kepegawaian Daearah) dalam tempo belum satu tahun sudah beberapa kali pula diganti. Padahal, SKPD ini merupakan salah satu SKPD yang cukup taktis dan strategis di tubuh sebuah Pemkab.

Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Asset Daerah , sudah tiga kali diganti oleh JR Saragih. Dari Duarman Purba digantikan oleh Resman Saragih yang ‘diimport’ dari Pemko Pematangsiantar, lantas sekarang diganti lagi oleh Gideon Purba. Kepala Bagian Humas pada Setdakab, sudah diganti entah sudah berapa kali dalam sebelas bulan terakhir. Mulai dari Simeseno Hia, Jonny Saragih, entah siapa, Banjarnahor, dan pekan ini digantikan lagi oleh seseorang yang saya tidak tahu namanya. Begitu juga yang lain-lain, yang kalau saya paparkan namanya sekarang disini tidak akan cukup untuk ditampung kolom ini.

Tidak Kondusif

Sebagai seorang awam di bidang pemerintahan, saya tidak paham sekali dengan tata cara dan mekanisme pergantian pejabat di lingkungan pemerintahan. Apalagi bila dibanding dengan JR Saragih yang katanya merupakan seorang doktor dalam bidang ilmu pemerintahan. Saya hanya bisa membandingkan dengan Pemda (Pemerintah daerah) lainnya di tanah air, yang tak pernah saya dengar asyik menggonta-ganti pejabatnya. Tak usah jauh-jauh membandingkannya dengan daerah lain. Pemko Pematangsiantar saja sebagai tetangga terdekat Pemkab Simalungun, tidak seobral Pemkab Simalungun ketika mengganti – ganti pejabatnya. Padahal, Hulman Sitorus yang sekarang Walikota Pematangsiantar, bukan siapa-siapa latar belakang pendidikannya jika dibandingkan dengan JR Saragih.

Yang saya pahami hanya, dalam pergantian pejabat akan diiringi dengan suasana yang baru. Dari jabatan yang lama kemudian pindah ke jabatan yang baru saya pikir akan terjadi sesuatu yang harus dipelajari oleh masing-masing pejabat. Suasana yang baru boleh jadi antara lain membangkitkan gairah kerja, inovasi, kreasi, bahkan inspirasi. Tapi begitu mendadak dan tiba-tiba dimutasi ke tempat lain lagi, semua akan sirna dan hilang. Padam. Dan jika kondisi ini terjadi berulang-ulang, bahkan bisa justru mematikan kreatifitas.

Yang saya pahami juga, pergantian pejabat akan selalu diiringi oleh pertimbangan-pertimbangan seperti yang diisyaratkan oleh peraturan perundangan. Juga, tentu, selain pertimbangan-pertimbangan khusus yang tersirat dan yang tersurat Apalagi, seorang kepala daerah yang sudah barang tentu memiliki wewenang. Wewenang untuk menjalankan peraturan perundangan yang berlaku. Jadi justru tidak dengan sewenang-wenang. Sebab, kesewenang-wenangan bisa melahirkan kelaliman. Dan kelaliman bisa berbuntut pada penzoliman.

Mencermati pergantian demi pergantian pejabat di jajaran Pemkab Simalungun yang dilakukan JR Saragih, saya melihatnya justru malahirkan persoalan baru di tengah-tengah sesama PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang ada. Itu antara lain timbulnya persaingan (kompetisi) yang tidak sehat di sesama PNS, sehingga menimbulkan pula sikap Amat (Ambil Muka Angkat Telor) dan ABS (Asal Bapak Senang) Sementara, jika sikap yang seperti ini sudah muncul di tengah PNS itu artinya etos kerja pun dengan sendirinya akan hilang, di mana prestasi pun tidak lagi mendapatkan apresiasi.

Dalam suatu pemerintahan, saya pikir di sesama aparaturnya perlu dan mutlak diciptakan suasana kondusif, nyaman dan tenang dalam bekerja. Sejuk dan teduh, bernaung di bawah kepemimpinan sang pemimpin. Pemimpin yang dibutuhkan saat ini, adalah pemimpin yang arif dalam mengambil suatu keputusan yang bersifat kebijakan. Sehingga, semua staf (PNS) dapat nyaman dan teduh dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Tidak malah grasa-grusu, takut dan kuatir kapan diganti. Bahkan boleh jadi, ketika menuju kantornya ada tanyadalam hati sendiri : Apakah sesampainya di kantor nanti saya akan diganti ?

Sudah barang tentu, saya tidak akan mengajari apalagi mendikte JR Saragih untuk mengambil sebuah kebijakan di Pemkab Simalungun secara khusus dalam soal ganti menganti pejabat. Apalagi, saya tidak memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk itu. Saya sadar sekali, JR Saragih adalah seorang pintar dan cerdas, bahkan jago dan jago sekali. Beberapa jenjang pendidikan yang dimilikinya malah bisa dicapainya secara luar biasa cepatnya. Suatu prastasi pencapaian jenjang pendidikan yang terabaikan hingga luput dari catatan MURI (Museum Rekor Indonesia)

Cuma sebagai seorang jurnalis apalagi sebagai anak negeri Simalungun, saya berharap sekali agar JR Saragih ke depan ini tidak lagi melakukan pergantian pejabat dengan mendadak dan tiba-tiba sekali, tanpa pertimbangan bahkan justru melanggar aturan perundangan yang ada. Seorang Bupati antara lain pernah bersumpah untuk taat dan setia pada Pancasila dan UUD 1945, serta peraturan perundangan yang berlaku. Dan kalau seorang Bupati melanggar sumpahnya, menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 seorang Bupati bisa diusulkan oleh DPRD untuk diberhentikan oleh Menteri Dalam Megeri.

Hemat saya, selama ini DPRD Simalungun sudah cukup ‘bermurah hati’ terhadap JR Saragih dengan tidak melakukan langkah politik apa pun untuk meninjau kembali kedudukannya sebagai Bupati Simalungun. Tapi jangan karena mentang-mentang DPRD Simalungun ‘bermurah hati’ , JR Saragih pun mengambil sikap mumpung dan terus melakukan kesalahan yang sama berulang-ulang. Ingat saja ketika Plt Gubsu Gatot mengganti beberapa pejabat di lingkungan Pempropsu dengan tidak sesuai aturan, langkah apa yang dilakukan DPRD Sumatera Utara. Meski pun belakangan langkah DPRD Sumatera Utara tadi mentok oleh kekuatan politik yang tidak memihak kepada mereka.

Saya yang tamat dari SD Swasta dan masuk sore ini saja waktu menjadi Ketua Kelas dulu, tidak gampang diganti dan Ketua Kelas kami memang tak pernah pula diganti-ganti. Konon pula saya pikir, pejabat-pejabat di lingkungan Pemkab Simalungun. Percayakah Anda – Pembaca – pejabat pemerintah itu lebih jago dari Ketua Kelas SD Swasta yang masuk sore ?





Insentif Guru Swasta pun Digelapkan
Sesedih-sedihnya film India, lebih sedih nasib guru honor di Simalungun. Bukan saja gajinya yang amat relatif sedikit, tapi insentifnya pun tega-teganya pula digelapkan Pemkab Simalungun yang sekarang dipimpin JR Saragih sebagai bupati. Oalah. Kalau sudah insentif yang nilainya sangat sedikit itu pun digelapkan oleh Pemkab, bukan tak mungkin masih ada uang-uang lainnya yang digelapkan. Karenanya memang, aparat hukum di daerah ini diminta aktif dan kreatif. Insentif guru honor saja digelapkan. Konon pula yang lain.

Insentif guru honor di Simalungun itu, berasal dari Pemerintah Propinsi Sumatera Utara. Berkaitan dengan program pemerintah dalam rangka wajib belajar 9 tahun, pemerintah menyediakan insentif bagi seluruh guru honor di Sumatera Utara. Tahun lalu, masing-masing guru honor diberikan Rp 60 ribu per bulan, Pembayarannya dilakukan sekali dalam satu semester. Semester pertama Januari – Juni, dan semester kedua Juli – Desember. Jadi dalam setahun, setiap guru honor di Sumatera Utara mendapatkan Rp 720 ribu. Sementara, dalam tahun ini kabarnya insentif itu dinaikkan menjadi Rp 70 ribu per guru per bulan.

Pempropsu sendiri, sudah menyalurkan insentif tadi kepada guru honor di Simalungun, seperti halnya di daerah lain di Sumatera Utara. Biasalah, sesuai dengan aturan yang berlaku, dananya ditransfer melalui rekening Pemkab Simalungun, untuk diteruskan pencairannya kepada masing-masing guru honor di setiap sekolah. Penyaluran dari Pempropsu ke rekening Pemkab Simalungun, dilakukan Desember tahun lalu. Uang sebesar Rp 1, 2 miliar lebih itu dimaksudkan sebagai pembayaran untuk semester kedua tahun ajaran 2010, Juli – Desember 2010.

Tapi apa lacur. Meski pun uang tadi sudah berada di rekening Pemkab Simalungun, Bupati Simalungun tak kunjung menyalurkannya kepada masing-masing guru yang berhak. Wajar dan pantas para guru honor gelisah resah, dan April lalu mereka ramai-ramai mempertanyakannya kepada Pemkab Simalungun. Dan seperti biasa, Bupati Simalungun pun buat janji. Agustus mendatang akan dibayarkannya, katanya kalem dan enteng. Guru-guru honor pun menantikannya, mudah-mudahan sebelum lebaran tahun ini bisa dicairkan.

Harapan para guru honor menjadi sirna, setelah sampai jelang lebaran tahun ini insentif tadi tak juga diberikan Pemkab Simalungun. Apa boleh buat, nilai yang hanya Rp 360 ribu per orang tadi bahkan sampai Senin 5 Septeember belum juga diberikan Pemkab Simalungun. Bagi guru-guru honor di daerah ini, boleh jadi alasan Bupati Simalungun untuk tidak memberikan insentif itu bisa tidak jelas. Padahal bagi saya yang mengamati persoalan ini sesungguhnya sangat jelas sekali. Apa ? Insentif guru honor itu sudah digelapkan oleh Pemkab Simalungun. Digelapkan ? Ya, digelapkan oleh Pemkab Simalungun yang sekarang dipimpin JR Saragih.

Pengakuan di Paripurna DPRD

Penggelapan insentif guru-guru honor di Simalungun itu, terungkap jelas dan terang pada suatu Sidang Paripurna DPRD Simalungun belum lama ini. Awalnya, beberapa fraksi di DPRD Simalungun, mempertanyakan persoalan ini kepada Bupati Simalungun dalam pemandangan umum atas Nota Pengantar LKPj Tahun Anggaran 2010 yang disampaikan oleh JR Saragih. Dalam Nota Jawaban atas pertanyaan fraksi-fraksi itu, JR Saragih membenarkan insentif guru-guru honor tadi benar sudah diterima dari Pempropsu, namun digunakan Pemkab Simalungun untuk kepentingan lain.

Astagafirullah ! Sebagai pemerhati, pengakuan JR Saragih di depan Sidang Paripurna DPRD Simalungun ini bagi saya merupakan sesuatu yang mengagetkan sekaligus memprihatinkan. Dan lebih dari itu, sebenarnya pengakuan JR Saragih ini sudah bisa digolongkan sebagai suatu kejahatan yang menjadi urusan hukum. Kalau saya aparat hukum di daerah ini, tentu saya akan mengambil tindakan hukum. Sayang memang saya hanya seorang jurnalis yang bermukim di pinggiran Simalungun doang. Apalagi sebagai seorang jurnalis, saya selalu dipinggirkan. Saya memang hanya seorang jurnalis yang dipinggirkan mentang-mentang saya orang pinggiran.

Cobalah kita kaji lebih dalam seperti penggalan salah satu syair lagu Ebiet G Ade. Ada uang Pempropsu yang diperuntukkan bagi guru-guru honor di Simalungun. Uang itu diberikan Pempropsu kepada guru-guru honor tadi, melalui Pemkab Simalungun. Tapi setelah uang itu diterima Pemkab Simalungun, uang itu pun tidak diberikan kepada guru-guru honor sebagai pihak yang berhak. Bukankah ini sudah merupakan suatu kejahatan ? Dan yang paling celaka, peristiwa itu sudah diakui JR Saragih dalam suatu Sidang Paripurna DPRD Simalungun pula !

Menurut hemat saya, Pemkab Simalungun bisa saja menggunakan uang sebesar Rp 1,2 miliar lebih tadi untuk kepentingan lain. Bisa. Kenapa tidak bisa, sebab semua sekarang ini bisa. Tapi, masih menurut hemat saya, perlakuan itu baru dapat dikatakan bisa tentunya jika telah melalui mekanisme atau prosudur yang dibenarkan oleh peraturan perundangan yang berlaku. Jadi tidak serta merta bisa mentang-mentang JR Saragih adalah Bupati Simalungun apalagi seorang doktor ilmu pemerintahan pula.

Seperti yang saya katakan diatas tadi, insentif guru – guru honor itu berasal dan merupakan uang Pempropsu. Maka seyogianya, JR Saragih harus terlebih dahulu meminta persetujuan dari pemilik uang yang dalam hal ini adalah Gubernur Sumatera Utara . Gubernur Sumatera Utara sendiri, tidak bisa secara langsung memberikan persetujuan untuk pengalihan penggunaan uang insentif guru-guru honor itu oleh Pemkab Simalungun. Dia, Gubernur Sumut, sebelum memberikan persetujuan harus meminta persetujuan prinsip terlebih dahulu dari DPRD Sumatera Utara. Jika DPRD Sumut sudah memberikan persetujuan prinsip, barulah JR Saragih boleh menggunakan uang insentif guru-guru honor itu untuk keperluan lain.

Tindak Kriminal

Yang membingungkan saya, meski pun JR Saragih kepada DPRD Simalungun sudah mengakui menggunakan uang insentif guru-guru honor itu untuk keperluan lain, namun DPRD Simalungun memposisikannya sebagai sesuatu yang tidak ada apa-apanya. Seolah-olah, kebijakan JR Saragih itu bukanlah merupakan sesuatu kebijakan yang salah sesuai dengan aturan. Sampai sekarang, DPRD Simalungun tidak mengambil sikap, bahkan diam membisu. Padahal, Bupati Simalungun JR Saragih secara nyata-nyata sudah melakukan suatu tindakan pelanggaran hukum. Sementara, di negeri ini tak ada yang kebal hukum. Seorang pun tidak. Oalah. Saya jadi bernapas sesak. Ada apa denganmu DPRD Simalungun ?
Menurut hemat saya, dalam hal ini DPRD Simalungun sudah bisa menggunakan jalur politik untuk memutuskan apakah Bupati Simalungun JR Saragih memang telah melanggar aturan perundangan yang berlaku. Saya tentu tidak akan mengajari ayam untuk bertelur. Tapi kalau ada keputusan DPRD yang menyebut JR Saragih sudah melanggar aturan, keputusan ini selanjutnya diujimaterikan ke Mahkamah Agung. Selanjutnya, apabila Mahkamah Agung memutuskan bahwa benar Bupati Simalungun JR Saragih telah melanggar hukum, DPRD Simalungun bisa memparipurnakan untuk mengusulkan kepada Menteri Dalam Negeri untuk memberhentikan JR Saragih sebagai Bupati Simalungun.

Di sisi lain, Gubernur Sumatera Utara pun sesungguhnya sudah bisa melakukan tindakan terhadap Bupati Simalungun JR Saragih. Sekali lagi saya enggan untuk mengajari ayam bertelur. Tapi dengan mengalihkan uang insentif guru-guru honor di Simalungun untuk kepentingan lain saya pikir tak ada keragu-raguan lagi bahwa JR Saragih sebagai Bupati Simalungun telah melakukan penyalahgunaan wewenang. Sementara penyalahgunaan wewenang khususnya di bidang keuangan diatur dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Kewenangan Pengelolaam Keuangan Daerah.

Sementara itu, bagi seluruh guru honor di Simalungun, kebijakan JR Saragih yang tidak membayarkan insentif mereka sebenarnya sudah bisa digolongkan sebagai suatu tindakan penggelapan. Jadi jelas, ini sudah termasuk dalam tindak kriminal yang bisa diproses aparat hukum sesuai aturan yang berlaku. Sayangnya, sampai sekarang saya belum melihat tanda-tanda kearah itu. Semua guru honor di daerah ini masih adem ayem terkait dengan tidak satu pihak pun di daerah ini yang mau melakukan pendampingan kepada guru-guru honor itu. Saya pikir, guru-guru honor dapat didampingi atau diadvokasi oleh para penggiat pergerakan di daerah ini, untuk mengadukan JR Saragih kepada aparat hukum. Alasannya jelas : Telah melakukan penggelapan !

Saya pikir, silahkan JR Saragih melakukan tindakan tegas terhadap siapa saja. Tapi juga, siapa saja pun silahkan untuk melakukan tindakan tegas kepada JR Saragih yang sekarang Bupati Simalungun. Saya jadi ragu, kalau sekarang tidak dilakukan tindakan tegas terhadap JR Saragih, suatu masa boleh jadi dia akan semakin lalim dan penuh kezoliman ketika memimpin daerah ini. Sejarah mencatat, pemimpin yang zolim tidak pernah mengakhiri kekuasaannya dengan gilang cemerlang. Apalagi, pemimpin yang menzolimi wakilnya.













Menggelapkan DAK dan DAU

Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan Daerah Simalungun Resman Saragih, Jumat pekan lalu secara mendadak diganti oleh Bupati Simalungun, JR Saragih. Penggantinya adalah Gideon Purba yang sebelumnya merupakan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Gideon bukan orang baru di Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan Daerah. Putra asal Kecamatan Raya ini, pernah bertahun-tahun bertugas di dinas yang sama sebagai salah seorang Kepala Bidang sampai dipercaya Bupati Simalungun Zulkarnaen Damanik (waktu itu) sebagai Sekretaris Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan Daerah.

Apa pasal mengapa Resman dicopot, tidak jelas bagi siapa-siapa. Seperti biasa, JR Saragih memang nampaknya cuma sekadar menyalurkan hobby anehnya yang suka menggonta-ganti pejabat saja. Yang penting, Resman diganti dan JR Saragih sememang gemar serta senang menukar-nukar posisi jabatan PNS (Pegawai Negeri Sipil) Kalau muncul sesuatu yang kurang beres sebagai dampak mutasi itu, agaknya bagi JR Saragih tak jadi soal. Nampaknya, pencopotan Resman bukan dilatarbelakangi sesuatu yang tidak beres. Buktinya, putra asal Kecamatan Silou Kahean ini justru dipercaya JR Saragih untuk menduduki jabatan sebagai Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Suatu jabatan yang cukup strategis di sebuah pemerintahan daerah.

Sekali lagi, tak jelas mengapa dan karena alasan apa Resman diganti. Mendadak pula dan pelantikannya pun dilakukan dalam menit-menit terakhir pada jam kerja Jumat 26 Agustus lalu. Yang jelas, menurut catatan saya ada Rp 50.315.780.725 uang Pemkab Simalungun yang tak jelas penggunaannya. Menjadi misteri dan teka-teki, yang saya pikir harus dijelaskan Bupati Simalungun JR Saragih dengan terbuka dan terang-terangan. Artinya, kalau ada tudingan Rp 50 miliar lebih uang Pemkab Simalungun tak jelas kemana, Bupati Simalungun JR Saragih harus pasang telingan untuk mendengarkannya sekaligus memberikan respon terhadap tudingan itu.

Informai Liar

Uang Pemkab Simalungun yang sebesar Rp 50.315.780.725 yang saya sebut tak jelas dikemanakan itu, sesungguhnya lebih tepat kalau saya sebut sebagai ‘digolapkan’ Kenapa saya sebut dengan istilah atau sebutan ‘digolapkan;, karena justru itu tadi : Tak jelas digunakan untuk apa. Karena tak jelas digunakan untuk apa, pengertiannya sama dengan ‘golap’ Dan ‘digolapkan’ barangkali identik dengan penggelapan. Sementara, kalau sudah muncul istilah penggelapan, sudah barang tentu ini bersentuhan dengan hukum. (meski pun penggelapan insentif guru honor yang berasal dari Pempropsu sampai sekerang belum menjadi masalah hukum)

‘Golapnya’ uang Pemkab Simalungun sebesar yang saya sebut tadi, muncul dari dua sumber informasi yang berbeda. Pertama yang saya jadikan sumber adalah LKPj (Laporan Keterangan Pertanggungjawaban) Bupati Simalungun Tahun Anggaran 2010. Sementara sumber kedua yang saya gunakan adalah ekspose Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan pada Kementerian Keuangan. Ketika saya chroschek, terdapat perbedaan yang sangat mengganggu yang akhirnrya melahirkan pertanyaan yang tak terjawab kecuali oleh JR Saragih sendiri.

Berdasarkan LKPj Bupati Simalungun yang disampaikan kepada DPRD Simalungun pada Rapat Paripurna DPRD bulan lalu, DAU (Dana Alokasi Umum) Simalungun Tahun Anggaran 2010 adalah sebesar 644.610.865.000. sementara berdasarkan ekspose Dirjen Perimbangan Keuangan DAU Simalungun Tahun Anggaran 2010 adalah sebesar Rp 676.489.615.000. Dari fakta ini, ada selisih sebesar Rp 31.878.750.000. DAK (Dana Alokasi Khusus) Simalungun berdasarkan LKPj Bupati Simalungun 2010 pun dinyatakan JR Saragih sebesar Rp 62.942.551.678, sementara menurut ekspose Dirjen Perimbangan Keuangan sebesar Rp 68.014.186.621. Dari sini muncul selisih senilai Rp 5.071.634.943. Dan, Dana Penyesuaian (Ad Hoc) yang menurut LKPj Bupati Simalungun sebesar Rp 112.261.658.218 tapi menurut ekspose Dirjen Perimbangan Keuangan justru sebesar Rp 125.627.054.000. Berdasarkan fakta itu, terdapat selisih sebesar Rp 13.365.395.782.

Berdasarkan kenyataan itu, total jenderal selisih antara LKPj Bupati Simalungun dengan ekspose Dirjen Perimbangan Keuangan ada sebesar Rp 50.315.780.725. Inilah yang saya sebut sebagai uang Pemkab Simalungun yang ‘digolapkan’ (lebih jelas, cermati tabel)

Dana Penyesuaian (Ad Hoc) yang sebesar Rp 112.261.658.218 menurut LKPj Bupati Simalungun itu terdiri dari untuk Insentif Daerah (DID) sebesar Rp 18.575.895.000, untuk Dana Penguatan Desentralisasi Fiskal dan Percepatan Pembangunan Daerah sebesar Rp 31.066.163.218. Lantas untuk Dana Penguatan Infrastruktur dan Prasarana Daaerah sebesar Rp 6.527.250.000, untuk Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Pendidikan sebesar Rp 1.740.600.000. Juga untuk Dana Tambahan Penghasilan Bagi Guru PNS sebesar Rp 22.281.450.000, dan untuk Dana Tunjangan Profesi Guru (Sertifikasi dan Non Sertifikasi) sebesar Rp 31.878.750.000.


Versi LKPj Bupati Simalungun Versi Dirjen Perimbangan Keuangan Selisih
DAU
Rp 644.610.865.000 Rp 676.489.615.000 Rp 31.878.750.000
DAK Rp 62.942.551.678 Rp 68.014.186.621 Rp 5.071.634.943
Dana Penyesuaian (Ad Hoc) Rp 112.261.658.218 Rp 125.627.054.000 Rp 13.365.395.782
1. Insentif Daerah (DID) Rp 18.575.895.000 Rp 18.575.895.000 -

2. Dana Penguatan Desentralisasi Fiskal dan Percepatan Pembangunan Daerah Rp 31.066.163.218 Rp 34.517.959.000


3. Dana Penguatan Infrastruktur dan Prasarana Daerah Rp 6.527.250.000 Rp 14.505.00.000
4. Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Pendidikan Rp 1.740.600.000 Rp 3.868.000.000
5. Dana Tambahan Penghasilan Bagi Guru PNS Rp 22.281.450.000 Rp 22.281.450.000
6. Dana Tunjangan Profesi Guru (Sertifikasi dan Non Sertifikasi) Rp 31.878.750.000 Rp 31.878.750.000

J u m l a h Rp 50.315.750.000
(Sumber : LKPj Bupati Simalungun TA 2010 dan Ekspose Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan)

Menurut hemat saya informasi yang jelas-jelas sumbernya ini harus dapat diklarifikasi oleh Bupati Simalungun. JR Saragih. Ini berguna agar tidak munculnya informasi liar yang dapat merusak nama baik JR Saragih sendiri baik sebagai Bupati Simalungun mau pun sebagai pribadi. Kalau ekspose Dirjen Keuangan tadi tidak benar misalnya, barangkali tidak menjadi soal. Tapi kalau benar, tentu tudingan saya bahwa ada Rp 50 miliar lebih uang Pemkab Simalungun yang ‘digolapkan’ harus menjadi persoalan hukum yang cukup serius. Dan ini tentunya sudah menjadi porsinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)

Tentunya saya tidak mau mereka-reka secara negatif latar belakang pencopotan Resman Saragih sebagai Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelola Keuangan. Apalagi, dia adalah salah seorang teman baik saya yang selama ini cukup dekat dan komunikatif dengan saya. Yang saya mau katakan adalah manajemen keuangan Pemkab Simalungun di bawah kepemimpinan JR Saragif memang sungguh amburadul dan centang perenang. Kawan saya Janauarison Saragih yang Dekan Fakultas Hukum Universistas Simalungun menyebutnya : Manajemen Keuangan Pemkab Simalungun di bawah kepemimpinan JR Saragih tidak profesional.

Fakta-fakta amburadul dan centang perenangnya manajemen keuangan Pemkab Simalungun di bawah kepemimpinan JR Saragih antara lain bisa dilihat dari LKPj Bupati Simalungun Tahun Anggaran 2010 yang menyebut ada SILPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) sebesar Rp 1, 5 miliar, tapi justru ada utang kepada pihak ketiga sebesar Rp 24, 1 miliar. Dalam pandangan saya yang awam dalam soal keuangan, manalah mungkin ada SILPA sementara di sisi lain justru ada utang.

Buruknya manajemen keuangan Pemkab Simalungun di bawah kepemimpinan JR Saragih juga bisa dikedepankan tentang kebijakan JR Saragih yang menggelapkan Insentif Guru Honor sebesar Rp 1, 2 miliar. Saya golongkan ini sebagai penggelapan sebab uang sebesar itu tadi sudah diterima dari Pemprop Sumatera Utara tapi justru dipergunakan JR Saragih untuk kepentingan lain. Fakta ini sebenarnya merupakan suatu perbuatan pidana berupa penggelapan bagi guru-guru honor, sekaligus penyalahgunaan wewenang oleh JR Saragih. Termasuk, pengalihan dana untuk pembebasan tanah bagi pelebaran ruas jalan masuk kota Pamatang Raya sebesar Rp 10 miliar yang dialihkan sebesar Rp 5 miliar lebih untuk ganti rugi pertapakan tanah pembangunan alun-alun di kompleks perkantoran Pemkab, merupakan salah satu indikasi amburadulnya manajemen keuangan itu.

Juga, program JR Saragih yang merehabilitasi 31 kantor camat di Simalungun dengan menggunakan dana pinjaman dari Kementerian Keuangan merupakan, merupakan cerminan betapa buruknya manajemen keuangan itu. Buktinya, karena pinjaman tidak dapat direalisasi, akhirnya pun rencana rehabilitasi kantor camat tadi pun justru jadi diurung atau ditunda. Tidakkah sebuah program yang brengsek jika ingin merehabilitasi kantor amat tapi sumber dananya diharapkan dari hasil mengutang ? Atau, membayar utang dengan cara menjual asset ?

Maka itulah sebabnya saya meminta aparat berwajib baik di Simalungun mau pun di tingkat propinsi bahkan pusat, agar memberi perhatian terhadap dugaan ‘golapnya’ puluhan miliar uang Pemkab Simalungun. Mereka harus ‘pasang mata’ terhadap dugaan terjadinya tindak pidana korupsi di Simalungun ini. Boleh jadi dalam kasus dugaan ‘penggolapan’ ini ada potensi korupsi yang belum jelas dilakukan oleh siapa. Dan saya, seratus persen tidak percaya kalau ada penggelapan yang dilakukan Resman Saragih meski pun dia belakangan diganti secara mendadak.

Kepada para penggiat pergerakan sekaligus aktifis di daerah ini, saya juga berharap agar mereka membuka mulut untuk mengatakan yang perlu dikatakan. Juga para politisi di luar para anggota DPRD Simalungun. Kalau para oknum anggota DPRD itu, jangan harap untuk melakukan apa saja, sebab oleh karena biasalah yang kita semua sudah tahu sama tahu.

Sebagai seorang warga Simalungun, saya juga berharap kepada JR Saragih agar membuka telinga pada informasi yang beredar luas. Seorang bupati menurut saya, tidak boleh berlagak buta dan tuli dan bangga pula dengan kebutaan serta ketuliannya tadi. Seorang bupati justru harus tanggap dan responsif terhadap apa saja yang ada dan terjadi di daerahnya. Sekali lagi, tidak malah berlagak buta dan tuli !

































Bernhard Dananik versus JR Saragih
Bernhard Damanik, dieja Bernad, adalah seorang di antara empat puluh lima anggota DPRD Simalungun. Politisi muda dari PIB (Partai Indonesia Baru) yang berlatarbelakangkan pengusaha. Ganteng dan perlente serta pintar bergaul. Peduli dan penuh perhatian terhadap siapa saja. Dan yang lebih penting, untuk ukuran Siantar dan Simalungun, laki-laki warga Jalan Besar Sidamanik Dusun Manik Rambung Kecamatan Sidamanik, Simalungun ini terbilang cukup kaya. Namanya saja pengusaha.
Barangkali, di antara empat puluh lima anggota DPRD Simalungun, Bernadlah yang paling populer. Binton Tindaon yang Ketua DPRD Simalungun saja, kalah pamor dan kalah populer dibanding Bernad. Itu karena Bernad acap bersuara nyaring dan keras selain tegas. Ucapannya selalu dipublikasi surat-surat kabar terbitan Siantar dan ditempatkan pada halaman-halapan utama. Apa yang disampaikan Bernad, selalu laku dijual surat kabar. Surat kabar bisa laris manis di pasaran.
Secara umum, suara Bernad selalu mengkritisi Pemkab Simalungun di bawah kepemimpinan JR Saragih. Biasalah. Kalau media mengkritisi penguasa, media yang bersangkutan akan menarik perhatian publik. Metro TV dan TV One barangkali bisa diambil sebagai misal. Siapa sih yang tak suka menyaksikan tayangan kedua televisi swasta ini ?
Bernad selalu bersuara garang dan lantang. Padahal, di DPRD partainya cuma memiliki satu kursi saja dan karena itu dia bergabung dengan Fraksi Demokrat. Wajar dan pantas kalau suara Bernad nyaris tak dipedulikan siapa-siapa, apalagi fraksinya karena di Fraksi Demokrat dia sesungguhnya hanya bagai ‘penumpang’ belaka. Tapi seperti sering dikatakannya, dia anggota DPRD. Anggota DPRD menurut dia harus bicara untuk membela kepentingan rakyat. Didengar atau tak didengar siapa-siapa, seorang anggota DPRD harus bicara. Apakah suaranya berpengaruh atau tidak berpengaruh, tidak menjadi soal katanya. Yang penting dan wajib dilakukan seorang anggota DPRD katanya lagi, ya berbicara. Parlemen itu memang artinya orang yang berbicara.
“Ketika menjalankan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan, anggota DPRD memang harus berbicara”, katanya.
Seperti sudah dikatakan tadi, Bernad selalu lantang, keras dan tegas dalam menyikapi kebijakan-kebijakan JR Saragih sebagai Bupati Simalungun. Ucapan-ucapannya penuh kritik yang tajam dan pedas, bahkan kadang menghentak, menyengat. Pernah bahkan Bernd menyebut JR Saragih bagaikan harimau. Dan publik pun tercengang-cengang dibuatnya. Tapi Bernad tenang-tenang dan kalem saja. Dasar Bernad. Temperamennya memang terkesan tenang dan kalem.
Puncak kritik Bernad, dilakukannya 25 September lalu. Sepucuk surat dilayangkannya kepada KPK, Kepala Kejaksaan Agung, Kapolri, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK – RI), Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, dan Kepala Polda Sumatera Utara. Surat yang dilengkapi dengan bundelan-bundelan setebal lebih seratus halaman itu disebutnya sebagai Laporan dan Pengaduan Dugaan Korupsi pada Pemerintah Kabupaten Simalungun. Dan entah mengapa publik pun menyebut-nyebut belakangan, Bernad mengadukan JR Saragih ke KPK karena dituduh telah melakukan tindak pidana korupsi. Maka orang-orang pun ramai memperbincangkannya. Bernad mengadukan JR Saragih karena dituduh telah melakukan korupsi ?
Sebenarnya, dalam surat itu Bernad menyebut adanya kesalahan pengelolaan keuangan daerah sehingga menyebabkan terjadinya dugaan tindak pidana korupsi yang telah merugikan keuangan negara. Sementara, pihak-pihak yang terkait dengan kesalahan itu masing-masing menurut dia adalah Kepala Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan Daerah dan Asset Simalungun, Kepala Dinas Tarukim Tamben, Pejabat Pembuat Komitmen pada Dinas Tarukim Tamben, Asisten Bidang Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Simalungun, Inspektorat Simalungun, Sekretaris Daerah Kabupaten Simalungun selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daearah Kabupaten Simalungun, dan Bupati Simalungun.
Dirinci Bernad, pada Tahun Anggaran 2010 sesuai dengan Undang-undang APBN Tahun Anggaran 2010, Pemerintah Kabupaten Simalungun mendapatkan Dana Alokasi Umum sebesar Rp 676.489.615.000,00. Tapi anehnya katanya, justru dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Simalungun kepada DPRD Simalungun hanya disebutkan sebesar Rp 644.610.865.000,00 saja. Sehingga, katanya, ada terdapat selisih sebesar Rp 31.878.750.000,00.
Lantas, masih menurut Bernad, pada Tahun Anggaran 2010, juga menurut Undang-undang APBN Tahun 2010, Pemerintah Kabupaten Simalungun mendapatkan DAK (Dana Alokasi Khusus) sebesar Rp 70.279.300.000,00. Padahal menurut Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Simalungun yang dilaporkan kepada DPRD Simalungun hanya sebesar Rp 62.053.050.000,00. Sehingga, katanya, ada selisih pagu DAK ini sebesar Rp 8.226.250.000,00.
Selanjutnya, menurut Undang-undang APBN Tahun 2010, Pemerintah Kabupaten Simalungun kata Bernad mendapatkan Dana Bagi Hasil Pajak sebesar Rp 68.014.186.621,00. Padahal dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Simalungun kepada DPRD Simalungun hanya sebesar Rp 62.103.155.295,00 saja. Sehingga, terdapat selisih pagu anggaran sebesar Rp 5.911.031.326,00.
Lalu, berdasarkan Undang-undang tentang APBN Tahun Anggaran 2010 kata Bernad Pemkab Simalungun mendapatkan Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus sebesar Rp 125.627.054.000,00, padahal yang dilaporkan Bupati Simalungun kepada DPRD Simalungun dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban hanya sebesar Rp 112.627.054.000,00. Sehingga, katanya, terdapat selisih sebesar Rp 13.363.395.782,00. Meski pun, kata Bernad, selisih Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus ini menurut Bupati Simalungun terjadi karena adanya dana yang tidak ditransfer oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Kabupaten Simalungun. Sementara, penjelasan Bupati Simalungun ini tidak dibuktikan dengan memberikan bukti print out transfer atau rekening koran Pemkab Simalungun sebagai Rekening Penerima Pendapatan untuk Pemkab Simalungun dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Atasan.
Tidak cukup hanya sampai disitu, Bernad juga menyampaikan kepada KPK, Kajagung, Kapolri, Kajatisu, Kapoldasu serta BPK-RI, Pemkab Simalungun tidak membayarkan Tunjangan Profesi Guru Pegawai Negeri Sipil sebanyak enam puluh sembilan orang yang nilainya semua Rp 1.035.000.000,00. Pemkab Simalungun sendiri, tidak menjelaskan alasan kenapa Tunjangan Profesi Guru PNS ini tidak juga dibayarkan, kata Bernad.
Selanjutnya, masih menurut surat pengaduan Bernad, Pemerintah Propinsi Sumatera Utara pada Tahun Anggaran 2010 telah memberikan Dana Tambahan Penghasilan bagi guru non PNS sebesar Rp 1.276.920.000,00 kepada Pemkab Simalungun untuk dibayarkan kepada mereka yang berhak.. Tapi, menurut dia sampai sekarang uang itu belum kunjung juga diberikan Pemkab Simalungun kepada masing-masing guru non PNS. Berat dugaan katanya, uang ini sudah digunakan/ dipakai oleh Pemkab Simalungun untuk program kegiatan lain , yang jelas-jelas tidak sesuai dengan peruntukannya.
Kalau ini yang terjadi kata Bernad, artinya Bupati Simalungun telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundangan yaitu Perda Sumatera Utara tentang APBD Tahun Anggaran 2010. Juga pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang telah dirubah menjadi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah khususnya pada Pasal 192 Ayat (4) yang bunyinya : “Kepala Daerah/ Wakil/ Pimpinan DPRD dan Pejabat Daerah lainnya dilarang melakukan peengeluaran atas beban Anggaran Daerah untuk tujuan lain yang telah ditetapkan dalam APBD.
“Seharusnya, kalau pun peruntukan dana itu mau dialihkan Bupati Simalungun bagi program kegiatan lain, sebelumnya harus mendapatkan persetujuan Gubernur Sumatera Utara serta DPRD Sumatera Utara”, kata Bernad.
Dalam soal ini juga, menurut Bernad Bupati Simalungun telah melanggar pula Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Khususnya pada Pasal 34 Ayat (1) dikutip Bernad : “Menteri/ Pimpinan Lembaga/ Gubernur/ Bupati/ Walikota yang terbukti melakukan kebijakan yang telah ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN/ Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan Undang-undang” Juga, kata Bernad lagi, kalau tuduhannya ini benar maka JR Saragih sudah melakukan pelanggaran atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara khususnya pada Pasal 3 Ayat (2) yang bunyinya : “Peraturan Daerah tentang APBD merupakan dasar bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan penerimaan dan peengeluaran daerah”, serta Ayat (3) yang menyebut :”Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN/ APBD jika anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia.
Cerita tentang pengaduan Bernad masih panjang. Dia juga menyampaikan bahwa menurut Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Simalungun kepada DPRD Simalungun, Pemkab Simalungun pada Tahun Anggaran 2010 memiliki utang ke pihak ketiga sebesar Rp 24.149.341.437,00 yang sampai sekarang belum terbayarkan. Utang itu terjadi menurut Bupati Simalungun, kata Bernad, karena tidak terealisasinya dana transfer dari pemerintah pusat sebesar Rp 21.783.195.914,00. Sampai disini saja sudah aneh dan ganjil. Utang ke pihak ketiga sebesar Rp 24 miliar lebih sedang dana yang terealisasi hanya Rp 21 miliar lebih. Lantas dari mana muncul utang yang nilainya sekira Rp 3 miliar lagi ?
Kata Bernad, gambaran ini sudah sangat ganjil dan tak masuk diakal sehat siapa saja. Persoalannya, katanya, dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Simalungun Tahun Anggaran 2010 disebutkan adanya SILPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) sebesar Rp 1.173.621.022,62. Kalau hal ini benar, tentu kondisi APBD Simalungun 2010 justru surplus sebesar nilai SILPA tersebut sekaligus Pemkab Simalungun seharusnya tidak memiliki utang sebesar Rp 24 miliar lebih tadi.
Bernad masih saja mengungkap. Di Dinas Tarukim Tamben sekarang ini tengah dilakukan kegiatan pekerjaan renovasi dan rehabilitasi Guest House menjadi Rumah Dinas Bupati Simalungun, serta renovasi/ rehabilitasi Laboratorium Badan Lingkungan Hidup menjadi Rumah Dinas Sekretaris Daerah Kabupaten Simalungun. Masing-masing kegiatan itu menurut dia, berbiaya Rp 2.835.000.000,00 serta Rp 450.000.000,00.
Yang menjadi soal menurut Bernad, proses kedua kegiatan ini terindikasi telah melanggar Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang pada Instansi Pemerintah. Sehingga, katanya, diduga telah terindikasi korupsi yang mengakibatkan kerugian pada keuangan negara.

Berdasarkan temuan-temuan Bernad tadi, dia berharap agar baik KPK, Kejaksaan Agung, Kapolri, Kejatisu dan Kapoldasu melakukan tindakan hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dia menduga telah terjadi tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang dalam menjalankan roda pemerintahan di Simalungun.
Lantas yang menjadi soal sekarang adalah, bagaimana sikap atau reaksi Pemkab Simalungun yang sekarang dipimpin JR Saragih ?
Pengaduan Bernad Damanik tadi, spontan mendapat respons dari berbagai kalangan. Seperti biasa, pengaduan ini pun menjadi santapan lezat bagi berbagai media seraya mempublikasinya secara luas. Bahkan awal Oktober ini sejumlah aktifis pun melakukan aksi demo di Gedung KPK di Jakarta yang intinya mendesak agar pihak berwajib mengusut tuntas persoalan yang diadukan Bernad ini. Biasalah. Para aktifis pergerakan akan segera melakukan sesuatu dengan gaya dan caranya sendiri dalam rangka memberantas segala bentuk kejahatan korupsi.
Bagi para pengamat dan pemerhati, pengaduan Bernad ini ditanggapi sebagai suatu yang positif apalagi dilakukan oleh seorang anggota DPRD. Terlepas ada apa di balik batu, yang pasti berbagai pengamat dan pemerhati mencermati kondisi ini sebagai sesuatu yang menarik untuk dikaji. Apalagi, JR Saragih baru dalam hitungan bulan saja menjadi Bupati Simalungun tapi sudah diterpa masalah yang cukup besar dan prinsipil.
Sayangnya Pemkab Simalungun sampai sekarang tidak atau belum pernah memberikan tanggapan atas pengaduan Bernad tadi. Tak ada respons, tak ada reaksi bahkan tak ada apapun. Pengaduan Bernad ini sepertinya terkesan dianggap angin lalu, bak seperti kata pepatah Melayu : Anjing menggonggong kafilah berlalu.
Sikap seperti yang dilakonkan Pemkab Simalungun ini sebenarnya justru merugikan dirinya sendiri. Sebuah sikap yang tak terpuji, bahkan tak terlalu salah jika disebut sebagai suatu sikap yang tercela. Dituding melakukan tindak pidana korupsi merupakan suatu aib yang tak cuma pada diri sendiri. Juga bisa-bisa tercemar harga diri anak dan istri, bahkan sanak saudara dan entah siapa lagi.
Sebagai seorang Bupati, JR Saragih seyogianya harus cepat-cepat berupaya membersihkan diri. Laporan pengaduan sekaligus tudingan Bernad Damanik, harus ditampiknya dengan tanggap, responsif bahkan harus dengan secara reaksioner. Tidak malah diam membisu, sehingga anak negeri tak bertanya-tanaya lagi dalam hati apa yang sesungguhnya terjadi. Apalagi, bagi mereka yang sejak pemilukada lalu mendukung dan memilih JR Saragih sebagai Bupati Simalungun.
Sebagai Bupati Simalungun, JR Saragih memiliki alat kelengkapan dan perangkat yang hampir sempurna. Dia punya Bagian Humas, punya Bagian Hukum, punya Asisten, punya Staf Akhli. Bahkan JR Saragih yang Bupati Simalungun itu kabarnya pun memiliki Tim Asistensi Bidang Hukum yang terdiri dari Pardomuan Nauli Simanjuntak, Albert Pane, Binaris Situmorang serta Riduan Manik. Dimana mereka semua dan mengapa tidak berbuat apa dan bagaimana terhadap tudingan Bernad Damanik ?
Pemerintah memang harus tanggap dan responsif terhadap segala sesuatu. Sikap masa bodo bagai buta dan tuli agaknya merupakan sesuatu yang wajib dihindari. Membela diri sekaligus membersihkan diri, agaknya bukan merupakan sebuah perbuatan keji. Bahkan wajib dilakukan oleh siapa saja yang merasa dizolimi.
Tapi terlepas dari semua itu, bukankah DPRD Simalungun bisa juga membuat reaksi ? Kalau benar seorang Kepala Daerah telah melanggar peraturan perundangan yang berlaku, apakah hal itu tidak sama dengan telah melanggar sumpah ? Dan kalau seorang Kepala Daerah telah melanggar sumpah, apa yang harus dilakukan DPRD ?

JRS, Jadi Rusak Semua
Sudah lama Simalungun merana. Dijanjikan anak negeri mendapat biaya pengobatan gratis, nyatanya omong kosong belaka. Dinyatakan juga ngurus KTP (Kartu Tanda Penduduk) gratis, tapi pihak pangulu mengutip sejumlah biaya. Para petani, pernah diberi benih padi yang sumber dananya berasal dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), nyatanya di lapangan banyak ditemui benih palsu atau yang sudah kadaluarsa. Bahkan, didrop bibit jeruk jenis Siam Madu yang dianggarkan di Dinas Pertanian, nyatanya yang diterima petani hanya bibit jeruk non sertifikasi asal Bangkinang, Riau. Padahal, dalam speknya disebutkan bibit jeruk manis tadi berasal dari penangkaran di Tanah Karo.
Di era pemerintahan John Hugo Silalahi, sekira Rp 6 miliar dana berasal dari pemerintah pusat dikucurkan untuk pengadaan air bersih di Kecamatan Raya. Sampai kontrak pelaksanaan pekerjaannya berakhir dan uangnya dicairkan kepada kontraktornya, airnya tak mengalir setetes pun. Pernah dibangun Gelanggang Olahraga di Kilometer 8 Kecamatan Siantar dengan biaya puluhan miliar rupiah, namun sampai sekarang Gelanggang Olahraga itu tak kunjung pernah bisa digunakan. Dibangun pula Pekan Tanah Jawa juga dengan biaya miliaran rupiah, tapi sampai sekarang tak pernah dimanfaatkan. Alhasil, pekan itu pun hanya menjadi kandang ternak dan tempat ular bersarang dan beranak pinak saja.
Sungguh, Simalungun hari ini tengah dalam kondisi sakit keras. Sudah lama anak negeri memimpikan munculnya pemimpin yang amanah, yang memahami persoalan rakyat dan memberikan yang terbaik. Tidak seorang pemimpin yang memakmurkan diri dari rakyat, tapi justru pemimpin yang memakmurkan kehidupan rakyatnya.
Dimana-mana, anak negeri Simalungun mengeluh dan terus mengeluh karena tidak mendapatkan pelayanan yang memuaskan dari pemerintah daerahnya. Ketika musim tanam tiba, sarana produksi pertanian menjadi langka didapatkan di pasaran. Kalau pun ada didapat, harganya melangit tak terjangkau kocek anak negeri. Celakanya, saat panen menjelang, harga-harga komoditas pertanian pun anjlok melorot tak karu-karuan.. Bahkan pengangkutannya pun dari sentra-sentra produksi mengalami ganjalan karena sarana jalan dan jembatan yang masih memprihatinkan. Pemkab Simalungun, sepertinya tidak berdaya melakukan terobosan untuk mengatasi persoalan yang muncul. Alasan klasik, keterbatasan dana selalu dijadikan alasan. Dan anak negeri hanya bisa menjerit tak tahu kemana mengadu.
Pemkab Simalungun, sepertinya asyik dan terus saja asyik membangun entah apa saja. Di Harangan Sidua-dua Kelurahan Saribudolog, dibangun Sub Terminal Agrobisnis dengan biaya ,miliaran rupiah. Direncanakan sebagai pusat bisnis holtikultura, tapi nyatanya terbengkalai hingga dijadikan penduduk setempat sebagai kandang kerbau dan gudang.
Sebagai daerah produsen hasil bumi, Pemkab Simalungun tidak sepenuh hati membantu petaninya. Harga-harga komoditas yang dihasilkan anak negeri terutama di Simalungun Bahagian Atas, acap sekali tak terkendali dan Pemkab Simalungun terkesan tidak peduli. Jalan-jalan penghubung antar desa dalam keadaan porak poranda, mengakibatkan persoalan angkutan hasil bumi pun mengalami ganjalan berat. Anak negeri mengalami kesulitan ketika berniat mengangkut hasil buminya, tapi Pemkab Simalungun terkesan tak ambil pusing.
Di Simalungun Bahagian Bawah, hasil bumi seperti padi, jagung, ketela dan segala macam lainnya juga tak diopeni Pemkab pemasarannya. Para tengkulak dibiarkan merajalela beropersi di tengah petani dan petani pun masih banyak sekali yang terjerat dengan sistem ijon yang tidak manusiawi. Pemkab Simalungun, sekali lagi tak memiliki kemauan dan memiliki kemampuan untuk memperbaiki keterpurukan anak negerinya
Potensi Simalungun yang sebenarnya begitu besar untuk maju dan berkembang tak pernah dimanfaatkan. Akibatnya semua menjadi sia-sia dan percuma. Tujuan pembangunan tak tercapai dan anak negeri tetap hidup merana saat mengharungi kehidupannya.
Pemkab Simalungun, cenderung membangun sarana fisik belaka agar terkesan bagai mercusuar. Misalnya, Pekan Tanahjawa, Gelanggang Olahraga Radjamin Purba, Gedung Pusat Informasi Pariwisata di Sipolha, juga Balai Benih Ikan baik yang di Rambung Merah mau pun yang di Jawa Tongah. Juga pembangunan Lumbung Modren di Raja Maligas yang pengoperasiannya dilakukan waktu Bungaran Saragih menjadi Menteri Pertanian RI. Belakangan, dibangun pula Guest House di Sondi Raya yang sekarang dialihfungssikan menjadi Rumah Dinas Bupati Simalungun. Termasuk, pembangunan Laboratorium yang berasal dari hibah Kementerian Lingkungan Hidup yang sekarang juga dialihfungsikan untuk Rumah Dinas Sekdakab Simalungun. Semuanya terkesan tidak direncanakan dengan baik dan benar sehingga mel;ahirka kesia-siaan.
Belakangan ini, JR Saragih pun membangun lapangan terbang di Sondi Raya, yang tak jelas sumber dananya dari mana. Apakah dari APBD Simalungun atau uang pribadinya. Termasuk pembangunan alun-alun di kawasan perkantoran di Sondi Raya, yang sepertinya tidak atau belum penting sekali sekarang ini. Sampai sekarang, tak ada lagi penerbangan Polonia - Sondi Raya, padahal entah sudah berapa miliar uang yang dikucurkan untuk membangun lapangan terbang itu.
Banyak persoalan yang sangat sederhana di daearah ini yang sesungguhnya membutuhkan perhatian. Misalnya para peternak yang banyak sekali terdapat di Simalungun Bahagian Bawah, yang masih saja kesulitan untuk menyediakan rumput segar bagi ternak mereka. Di areal-areal perusahaan-perusahaan perkebunan dimana rumput bisa didapat, pihak perusahaan melarang peternak untuk menggembalakan ternaknya. Dan mudah-mudahan, Pemkab Simalungun tak pernah memberi perhatian untuk mencari jalan keluar. Berpaling saja pun Pemkab tak hendak, mengakibatkan banyak peternak yang menjual ternaknya dengan haraga murah.
Masalah ketersediaan listrik juga masih menjadi masalah yang mengganjal di daaerah ini. Masih banyak pemukiman anak negeri yang letaknyabtersebar belum dimasuki aliran listrik dari PLN (Perusahaan Listrik Negara) Anak usia sekolah sangat terganggu untuk bisa belajar dengan baik.. Untuk menonton tayangan televisi saja masih susah. Tak heran bila mereka masih jauh tertinggal dibanding saudara-saudara mereka di bagian lain di tanah air
Petani dalam arti luas, masih sangat kurang diperhatikan. Banyak sekali di antara mereka yang tak memiliki modal usaha untuk mengusahakan lahan-lahan pertaniannya. Pemerintah daerah pun tak berkemampuan untuk memebantu petani secara wajar dan pantas, memebeli traktor misalnya untuk petani yang kesulitan mengolah lahannya. Kalau pun pernah ddibeli traktor dari dana APBD, namun banyak yang sekarang sudah hilang tak jelas ujung rimbanya.
Sarana transportasi darat, kondisinya sangat memprihatinkan di Simalungun.ini. Sangat memilukan malah. Masih terlalu banyak desa (di Simalungun diseebut nagaori) yang belum dapat dilalui dengan kendaraan roda empat.. Roda dua saja pun bisa, sudah syukur, terutama di Simalungun Bahagian Atas. Tak heran, ‘gojos’ masih digunakan anak negeri sampai sekarang untuk mengangkut hasil bumi. Mengherankan memang, tapi inilah fakta yang ada. Mau bilang apa ?
Potensi perikanan yang sangat besar di daaerah ini tidak dimanfaatkan dengan baik. Selain perairan Danau Toba, rawa, waduk, sungai bahkan sawah pun bisa dijaddikan anak negeri sebagai tempat untuk membudidayakan berbagai jenis ikan. Bisa lele dumbo, nila, ikan mas, juga mujahir. Sementara ternak seperti sapi, kerbau, kambing, domba dan babi juga bisa dikembangkan selain berbagai jenis unggas. Tapi sayangnya, nyaris semua ini kurang mendapat perhatian Pemkab Simalungun. Oknum-oknum pemerintah daerah tak pernah sempat memikirkan rakyat. Mereka selalu dililit masalah sendiri, hingga tak punya waktu untuk membagi perhatian terhadap anak negeri. Bisa dimaklumi kadang, memang. Mereka asyik memikirkan diri sendiri agar jangan mendadak dimutasi tak perlu dengan alasan apapun.
Sebagai daerah penghasil ikan dari perikanan darat, anak negeri Simalungun pun tidak cukup beruntung. Program Pemkab selama ini cukup muluk tetapi perwujudannya tak pernah menguntungkan anak negeri secara langsung. Balai Benih Ikan baik yang di Jawa Tongah mau pun yang di Rambung Merah misalnya, dibangun dengan biaya miliaran rupiah. Nyatanya Pemkab Simalungun sendiri tidak mengoperasikannya hingga kedua balai benih ikan itu tak pernah bisa memasok benih ikan untuk anak negeri.
Kondisi yang sangat memilukan juga dialami peternak khususnya di sekitar areal perusahaan-perusahaan perkebunan di Simalungun Bahagaian Bawah. Banyak sekali anak negeri yang menjual ternaknya dengan haraga murah karena sulit untuk mendapatkan rumput segar. Selain, banyak ternak yang keracunan setelah merumput di areal-areal perusahaan perkebunan. Dan seperti biasa,m Pemkab Simalungun pun tak pernah berupayaa mencari jalan keleuar. Sementara oknum Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Sahat Hutauruk dinilai berpiha kepada perusahaan-perusahaan perkebuna itu.
“Seharusnya warga mengkandangkana ternaknya”, kata Sahat Hutauruk enteng menyikapi persoalan yang pernah terjadi.
Simalungun memang sekarang ini dalam kondisi bagai sakit keras. Mau bagaimana menyembuhkannya, belum didapat kiat yang jitu dan tepat. Tahap awal agaknya, perlu dilakukan semacam diagnosa untuk memastikan penyakit apa yang kini tengah menggerogoti daerah ini. Kalau sudah dibuat diagnosa yang tepat, barangkali bisa dilakukan kiat atau cara pengobatan dan penyembuhan yang tepat pula.
Akan halnya untuk mengandalkan dana yang tersedia di APBD, sepertinya bagai mimpi di siang bolong saja. Tahun Anggaran 2011 saja misalnya, APBD Simalungun hanya sekira Rp 1, 1 triliun. Celakanya, untuk belanja aparatur saja harus disisihkan tak kurang dari 78 persen. Dan Pemkab Simalungun di bawah kepemimpinan JR Saragih tidak punya itikad baik untuk melakukan efisiensi serta efektifitas anggaran. Padahal sebelum meenjadi Bupati Simalungun, dia bilang untuk mendukung pembangunan fisik, belanja perjalanan dinas hanya dilakukan kalau memang tidak dapat dihindari.
Sesungguhnya pun, waktu pemilukada Simalungun 2010 dilakukan, banyak anak negeri yang berharap banyak terhadap JR Saragih. Selain, JR Saragih memiliki pesawat helikopter katanya, konsep Gerakan Perekonomian Desa MANTAB sempat mempesonakan anak negeri. Karena itu boleh jadi JR Saragih terpilih, selain pengaruh wakilnya Nuriaty Damanik yang cukup signifikan.
Waktu musim kampanye pemilukada lalu, di banyak tempat JR Saragih berkoar-koar tentang konsepnya membangun Simalungun. Menurut dia waktu itu, kalau dipercaya menjadi Bupati Simalungun dia bertekad kuat dan bulat untuk menyelenggarakan dan mempercepat pembangunan infrastruktur antar desa, kecamatan, hingga ke ibukota kabupaten. “Tentu bersama seluruh komponen dan elemen yang ada, serta akan menyiapkan tenaga profesional di bidang masing-masing”, katanya.
Gerakan Perekonomian Desa MANTAB, dimaksudkan JR Saragih sebagai Makmur Perekonomiannya, Adil, Nyaman, Taqwa, Aman dan Berbudaya. Hal ini, katanya, didasarkan pada pendekatan kebutuhan riel masyarakat desa, apalagi lebih 80 persen warga Simalungun berada di pedesaan. Gerekan Perekonomian Desa MANTAB, sesuai dengan kondisi pedesaan di daerah ini. Apalagi, katanya, setiap desa memiliki potensi dan kebutuhan yang berbeda-beda, sehingga perlu ditangani secara desa per desa.
Dengan pendekatan pembangunan model ini, potensi sumber daya yang dimiliki masyarakat pedesaan perlu diprioritaskan agar kesejahteraan masyarakat desa dapat terlaksana, kata JR Saragih. Dan kalau dia diupercaya menjadi Bupati Simalungun, dia katanya akan melibatkan seluruh tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuka lintas etnis, untuk mengambil peranan dalam usaha apengembangan perekonomian dan pembangunan di desa masig-masing. Juga, akan menegajak seluruh masyarakat Simalungun yang ada di perantauan untuk membangun dan menanamkan investasiya di Simalungun. Selain, JR Saragih pun menjanjikan akan menyiapkan waktu setiap hari Jumat untuk bertatap muka dan berdialog dengan setiap unsur masyarakat.
Janji-janji manis Saragih pada musim pemilukada lalu masih terngiang di telinga anak negeri. Kalau dipercayaa menjadi Bupati Simalungu katanya, jalan-jalan antar desa , kecamatan, hingga ke ibukota kabupaten akan dibuka. Ini agar dapat saling dihubungkan bagai sarang laba-laba. Selain mempercepat urusan pemerintah dan kebutuhan masyarakat, juga hasil pertanianb anak negeri akan gampang diangkut.
JR asaragih pun mengatakan, lahan-lahan yang belum dimanfaatkan sesuai peruntukannya akan direvitalisasi dengan sistem ketahanan pangana dan ddimanfaatkan secara maksimal. Sektor pertanian dalam artian luas akan diperhatikan secara khusus. Dan yang paling menarik. JR Saragih punya program penghematan. Perjalanan dinas hanya dilakukan jika memang tak dapat dihindari, katanya. Sementara sektor pertanaian, perkebunan danpeternakan serta pariwisata merupakan sumber daya alam yang merupakan modal utama dalam pembanguan Simalungun, katanya.
Masih di berbagai tempat yang menyebar di daerah ini waktu musim kampanye pemilukada lalu, JR Saragih mengatakan akan berfokus pada peningkatan ekonomi rakyat kalau terpilih menjadi Bupati Simalungun. Ekonomi rakyat Simalungun haraus diperbaiki dari yang terpuruk selama ini, katanya mantap dana bernada pasti. Apa dan bagaimana pun ceritanya, kalau ekonomi anak negeri morat marit, pembangunan dinilai gagal, katanya.
Dalam pandangan JR Saragih, pengangguran merupakan salah satu penyebab lahirnya kemiskinan. Potensi yang dimiliki Simalungun sebenarnya katanya, sangat besar untuk mengurangi tingkat pengangguran. Dan pembekalan keterampilan, ilmu pengetahuan, menurut dia dapat menjadi modal penggerak kemajuan lingkungan. JR Saragih juga mengatakan, Simalungun membutuhkan investor yang mau menanamkan modalnya di daerah ini. Karena itu, dia sudah siapkan konsep yang matang dan cemerlang, dan beberapa mitra usahanya di tanah air sudah menyatakan tekadnya untuk membuka perusahaan-perusahaan besar di Simalungun.
Dia juga mengatakan, kebijakan pembangunan akonomi daerah ini akan ddiarahkan pada peningkatan per kapita melalui pertumbuhan ekonomi yang mengkedepankan pemerataan. Hal ini diharapkan akan mengurangi kemiskinan serta mengurangi jumlah pencari kerja/ pengangguran. Peningkatan pendapatan daerah ddilakukan dengan intensifikasi maupun ekstensifikasi, juga optimalisasi peneriumaan dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengolahan kekayaan daaerah yang dipasarkan, dan lain-lain pendapatan yang syah. Sementara kata JR Saragih lagi, untuk itu investor harus dicari sebaanyak-banyaknya dan Perda-perda (Peraturan Daerah) yang tak berguna direvisi saja. Sedang Perda-perda yang masih layak akan dikawal penerapannya.
Masih koar-koar JR Saragih waktu musim kampanye pemilukada lalu, untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengadaan barang daearah, perencanaannya diupayakan terlebih dahulu berdasarkan kebutuhan mendesak. Tidak akan sembarang membeli barang kalau cuma untuk bermewah-mewah, katanya. Efektifitas barang harus menjadi prioritas, katanya lagi. Termasuk kata dia, peningkatan modal seperti pembangunan, pengembanagan, rehabilitasi sertaa peningkatan sarana prasarana jalan, drainase, transportasi, pendidikan, kesehatan dan lain-lain, semuanya ditujukan untuk peningkatan pelayanan umum secara maksimal kepada masyarakat. Seluruh dana tugas pembantuan yang didapat dari pemerintaha atasan, akan ditingkatkan pemanfaatannya agar berguna bagi seleuruh warga Simalungun. Sementara untuk mendukung peembangunan fiik, belanja perjalan dinas hanya dilakukan kalau memang tidak dapat dihindari
JR Saragih mengatakan, ia akan meningkatkan produkfitas dan sumber daya manusia daerah ini. Ini katanya bergunadalam rangka kerja sama deengan pemerintah pusat, pemerintah propinsi, juga dengan investor yang akan didatangkan ke Simalungun baik di bidang pendidikan, perkebunan, pertanian, peternakan serta perindustrian dan pariwisata. Dia juga akan menyiapkan SDM Simalungun yang profesional berintegritas dan siap pakai. Juga SDM yang memiliki jiwa kewirausahaan yang bisa dicapai melalui pendidikan formal dan pendidikan non formal.
Dia juga menjanjikan akan mengikutsertakan masyarakat maupun organisasi kemasyarakatan dalam program perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan. Dalam pahamnya katanya, termasuk melibatkan komponen masyarakat seperti duniaa usaha, LSM, praktisi, organisasi profesi, akademisi, dalam melaksanakan pembangunan maupun pemecahan masalah demi meningkatkan kualitas hidup secara layak. Sementara, kepada aparatur Pemkab Simalungun, dia akan menerapkan prinsip pelayanan cepat dan tepat terhadap seluruh anak negeri. Setiap aparaatur Pemkab Simalungun, katanya, harus menghindari korupsi, kolusi dan nepotisme yang menjadi musuh utama. Aparatur negara, wajib memberikan pelayanan yang memuaskan kepada masyarakat sebagai wujud dan tanggung jawab dalam memberikan pelayanan publik, katanya.
Untuk itulah menurut JR Saragih waktu itu, kemampuan dan profesionalisme aparatur Pemkab Simalungun akan ditingkatkan, dengan memberikan kesempatan untuk mengikuyti lanjutan pendidikan. Sasarannyaa jela, agar mampu menciptakan kekondussifan dan penanggulangan segala urusan kebutuhan masyarakat secara efektif dan efisien. Dia juga katanya, akan melaksanakan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Maksudnya, pelaksanaan pembangunan yang selalu memperhatikan kelestarian alam, menghindari pencemaran lingkungan serta mencegah dan mengurangi kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara berkelanjutan. Selain, akan menciptakan iklim yang kondusif di sektor agribisnis dan pariiwisata. Untuk itu, berulang kali JR Saragih mengatakan akan mengajak investor untuk menanamkan modalnya di daerah ini. Terutama, katanya, di sektor agribisnis yang meliputi perkebunan, pertanian, industri dan pariwisata.
Menanggapi janji-janji politik JR Saragih pada musim kampaanye pemilukada Simalungun lalu, banyak kalanagan di Simalungun pun terkesima dan segeraa menjatuhkan pilihannya pada orang yang satu ini. Dia memang secara kasat mata memiliki faktor-faktor pendukung yang lengkap mendekati sempurna untuk menjadi Bupati Simalungun masakini. JR Saragih masih muda belia, dan diyakini memiliki disiplin yang tinggi. Sebagai seorang perwira militer. JR Saragih diyakini terlatih dengan disiplin yang kuat dan teguh, selain dia pun diyakini merupakan seorang interpreniur (usahawan) yang sukses. Di bawah komandonya, beberapa perusahaan dengan bendera PT Efarina Etaham Grup berkibar dengan perkasa. Kemajuan pesat beberapa perusahaannya merupakan potret keberhasilannya sebagai usahawan yang sukses.
Dalam pandangan banyak anak negeri Simalungun waktu itu, seorang JR Saragih tidak mungkin (lagi) mencari kekayaan pribadi di Simalungun. Dalam pandangan mereka, JR Saragih adalah seorang putra daerah yang terpanggil jiwa dan batinnya untuk membangun tanah leluhurnya, Simalungun. Dalam karir militernya, JR Saragih sudah terbilang sukses dengan pangkat perwira. Sebagai usahawan, seorang JR Saragih sudah mencapai sukses dalam maha karya yang akbar. Apalagi mengingat semula JR Saragih bukan siapa-siapa tapi belakangan bahkan sudah menjadi apa-apa. Dia memang, dalam usia satu tahun sudah ditinggal mati ayahandanya, sementara ibudanya pun kembali menikah dengan laki-laki lain. Dan JR Saragih kecil pun, sempat lontang lantung di Terminal Sukadamai Pematangsiantar menjadi penyemir sepatu.
Tapi apa mau dinyana. Begitu dilantik menjadi Bupati Simalungun banyak orang yang tersentak pada ragam kebijakannya yang dinilai tidak bijaksana. Hari pertama begitu dilantik misalnya, spontan mencopot beberapa pejabat di lingkungan Pemkab Simalungun, dan begitu terus dan terus menerus. Terus gonta-ganti pejabat, dan bongkar pasang melulu. Alhasil, banyaklah PNS yang resah dan tidak mendapat kenyamanan dalam melaksanakan tugasnya masing-masing. Setiap saat, para pejabat kuatir dan merasa was-was siapa tahu mendadak dicopot dari jabatannya dengan tanpa alasan yang jelas dan tegas.
Di sektor pendidikan juga, JR Saragih mengambil kebijakan yang sangat tidak populer. Beberapa kepala sekolah digantinya mendadak dan penggantiannya dilakukan JR Saragih dengan sistem voting oleh sesama guru. Padahal, ada Permendiknas yang mengatur tata cara penggantian kepala sekolah. Kepala SMA Negeri Silou Kahean misalnya, mendadak dicopot JR Saragih karena dinilainya tidak disiplin dalam memimpin sekolah itu. Menjadi aneh, tak lama kemudian sang kepala sekolah yang bersangkutan diangkatnya lagi menjadi Kepala SMA Perumnas Batu VI yang jutru lebih besar dari SMA Negeri Silou Kahaen. Dan yang paling ngeri, beberapa kepala sekolah pernah dicopot JR Saragih seraya menugaskannya sebagai tenaga struktural di Dinas Pendidikan Nasional. Dengan begitu, secara otomatis Tunjangan Profesinya sebagai guru tidak berhak diterima yang bersangkutan (lagi)
Kebijakan JR Saragih yang menginstrksikan penggantian plang semua sekolah di lingkungan Pemkab Simalungun, juga sebenarnya menambah beban pihak sekolah saja. Entah kepentingan apa yang mendesak hingga plang sekolah itu harus diganti dengan format yang sudah ditentukan sendiri. Apalagi, pengerjaannya justru ditunjuk kepada pihak tertentu yang akhirnya ditanggapi sebagai ajang untuk mencari uang saemata.
Perkara dugaan kasus suap yang dituding dilakukan JR Saragih di Mahkamah Konstitusi, juga menjadikan citra jelek laki-laki ini di mata anak negeri. Selain kasus dugaan suap yang dituduhkan dilakukannya kepada Robert Ambarita, salah seorang anggota KPU Simalungun. Sehingga kesan yang muncul adalah, apakah JR Saragih sememang merupakan orang yang tidak bersih dalam soal suap menyuap ? Apalagi, kasus itu sampai sekarang menjadi tidak jelas ujung rimbanya. Sementara kalau memang tidak benar, mengapa pula sampai sekarang JR Saragih tidak balik mengadukan Robert Ambarita karena telah mencemarkan nama baiknya ?
Berjibun kebijakan JR Saragih sebegitu menjadi Bupati Simalungun yang menejadi perhatian publik. Bisa soal peengalihfungsian Guest House menjadi Rumah Dinas Bupati, dimana renovasinya dengan biaya miliaran rupiah pelaksanaan pekerjaannnya tidak ditenderkan. Termasuk pengalihfungsian Laboratorium sebagai Rumah Dinas Sekdakab. Selain pemagaran gedung-gedung kantor SKPD yang tak jelas dari mana sumber dananya.
Untuk hal-hal sepele, JR Saragih juga dinilai aneh dan nyeleneh. Misalnya, dia gemar memindah-mindahkan kantor-kantor pemerintahan. Satu saat, Kantor Bappeda dan Kantor BKD dipindahakannya ke Kantor Bupati, dan satu saat kemeudian dipindahkannya lagi ke lokasi lain sekalian dengan kantor bupatinya. Yang paling aneh dan nyeleneh, JR Saragih justru menjadikan jalan raya menjadi lokasi pendirian kantin, dan memberikan kantor pemerintahan Kabupaten Simalungun sebagai kantor Polres Simalungun.
Jadi rusak semua, memang. Yang semula JR Saragih diharapkan membawa Simalungun ke arah perubahan yang lebih baik, malah berubah menjadi tak karu-karuan. Perubahan, agaknya ibarat dari ulat ke kepompong dan akhirnya menjadi kupu-kupu, tapi di bawah kepemimpinan JR Saragih Simalungun justru berubah dari kupu-kupu menjadi kepompong dan belakangan menjadi ulat. Entah ini yang didengang-dengungkan JR Saragih dalam setiap kampanyenya pada musim pemilukada lalu.
Jadi rusak semua, memang. Uang insentif Guru Swasta saja pun ditilep entah untuk keperluan apa. Padahal, yang namanya guru swasta hanyalah mereka yang bernasib malang saja dari pada tak kerja lumayan menjadi guru meski pun hanya mendapatkan honor yang sangat sedikit. Betapa malangnya memang mereka, jika JR Saragih tega-teganya menilep insentif guru swasta yang berasal dari Pempropsu itu.
Jadi Rusak semua, sungguh. Ketika Pemkab Simalungun harus menanggung beban utang yang seharusnsya bisa tidak ditanggungnya. Ada utang kepada guru honor, ada utang kepada Pangulu dan Perangkat Nagori, ada juga utang kepada PNS, bahkan ada utang ke pihak ketiga seperti rekanan kontraktornya. Utang piutang memang biasa, tapi utang Pemkab Simalungun agaknya merupakan sesuatu yang luar biasa.
Jadi Rusak semua, sungguh.Ketika JR Saragih justru belum satu tahun memerintah Simalungun sudah dilaporkan Bernand Damanik yang anggota DPRD ke KPK karena dituding melakukan korupsi. Beberapa elemen masyarakat pun melakukan aksi demo di Gedung KPK Jakarta, minta kasus dugaan korupsi yang dilakukan JR Saragih diusut secara tuntas, jelas dan tegas.
Jadi rusak semua. Akh, jadi rusak semua. Wahai Simalungun, Jadi Rusak Semua. JRS : Jeritan Rakyat Simalungun. JRS : Jadi Rusak Semua.













Ketika Kepala Daerah Berulah, Bertingkah dan Bersalah
Sebagai jurnalis apalagi sebagai seorang anak negeri Simalungun, saya acapkali malu dan tersentak bila ketika berkunjung ke luar daerah dan ditanyai beberapa kawan : Bagaimana Bupati Anda JR Saragih ? Bah, kenapa rupanya ? Agar tidak berpanjang-panjang dan menimbulkan terkurasnya energi berlebihan, biasanya saya jawab singkat saja. Bupati kami JR Saragih, merupakan seorang yang jago dan jago sekali. Dia seorang doktor ilmu pemerintahan, dan ketika dia menggonta-ganti pejabat di jajaran Pemkab Simalungun dan segala macam ulah dan ringkah, tak ada siapa pun yang bilang apa. Kenapa rupanya ?

Nyatanya jawaban saya tidak bisa menghentikan pembicaraan. Kawan-kawan di luar daerah akan menerangkan begini-begitu tentang JR Saragih yang sekarang Bupati Simalungun. Singkatnya menurut mereka berdasarkan pemberitaan di berbagai media massa yang mereka baca, JR Saragih sebagai Bupati Simalungun selalu berulah dan bertingkah. Dan tingkah serta ulahnya itu, selalu membuat banyak pihak menjadi resah dan gelisah. Dan sikapnya itu, perlu serta harus dirubah agar Simalungun ke depan tak lagi mendesah. Wah. Orang-orang luar daerah pun nyatanya paham sekali apa yang belakangan terjadi di Simalungun.

Sebagai warga Simalungun yang mendukung pemerintahan JR Saragih, saya tentunya berupaya membela orang nomor satu di kabupaten ini. Saya katakan, kalau seorang kepala daerah masih sekadar berulah dan bertingkah, itu masih wajar dan lumrah. Apalagi seorang kepala daerah yang baru saja menduduki jabatan basah. Yang jadi soal memang, jika seorang kepala daerah sudah berbuat salah. Ini bisa memang menghantarnya ke jurang yang dalam : Bedebah !

Kontroversial

Sosok JR Saragih memang, antara lain dikenal acap mengambil kebijakan yang tidak populer. Misalnya, sehari begitu dilantik dia langsung mencopot beberapa pejabat eselon II di jajaran Pemkab Simalungun. Ada yang dicopotnya dengan alasan sudah memasuki batas usia pensiun seperti almarhum Revanus Sormin, tapi menjadi kontroversi sebab yang menggantikannya justru Anna Girsang yang juga sudah memasuki batas usia pensiun. James Simamora yang waktu itu sudah memasuki batas usia pensiun tapi diperpanjang masa tugasnya sebagai Staf Akhli Bupati Simalungun, aneh bin ajaib dimutasinya pula sebagai Kepala Dinas Tenaga Kerja. Padahal, sebagai seorang doktor dalam bidang ilmu pemerintahan, JR harus tahu seorang PNS yang menduduki jabatan boleh diperpanjang masa tugasnya tapi harus pada jabatan yang sama. Jadi, tidak malah dimutasi untuk menduduki jabatan lain.

Penghunjukan Ismail Ginting sebagai Plt Sekdakab Simalungun pun, merupakan ulah dan tingkah JR Saragih yang pantas dan patut untuk dicermati.Waktu diangkat sebagai Plt Sekdakab Simalungun, Ismail tidak sedang menduduki jabatan apapun yang artinya dia sedang dalam status non job. Tidak seperti JR Saragih, saya sungguh tak memiliki pendidikan apapun dalam bidang pemerintahan. Tapi, tak terlalu bodoh saya agaknya jika saya heran bercampur bingung. Bagaimana seorang yang tidak menduduki jabatan apapun tapi dihunjuk sebagai Plt Sekdakab. Padahal, seorang Sekdakab karena jabatannya adalah Koordinator Panitia Anggaran, yang sekaligus Ketua Baperjakat, juga sebagai Kuasa Pengguna Anggaran di Sekretariat Pemkab. Apalagi, seorang Sekdakab juga merupakan pimpinan tertinggi PNS di suatu pemerintahan daerah.

Mensedernakannya, begini. Kepala Dinas Pendidikan Nasional Simalungun yang sekarang Albert Sinaga misalnya, harus mengikuti Sekolah Pimpinan (Sespim) selama beberapa bulan karena memang dia belum pernah lulus dari pendidikan penjenjangan karir itu. Berdasarkan aturan yang berlaku, apabila seorang pejabat mengikuti pendidikan selama lebih dari enam bulan, dia harus diberhentikan sementara dari jabatannya Dan untuk menggantikannya sebagai Plt Kepala Dinas Pendidikan Nasional Simalungun, harus seorang PNS yang sedang menduduki jabatan pula. Boleh jadi yang dihunjuk sebagai Plt adalah salah seorang Kepala Dinas dari SKPD lain, atau salah seorang Kepala Bidang di dinas yang bersangkutan. Tidak boleh seorang PNS yang tidak sedang menduduki jabatan. PNS yang menduduki jabatan Eselon IV saja tidak boleh. Konon pula PNS yang sedang tidak menduduki jabatan.

Sosok JR Saragih juga memang, merupakan seorang yang tak terlalu salah jika disebut sebagai seorang kontraversial. Kebijakan-kebijakannya kerap sekali mengundang perhatian khalayak ramai. Misalnya, membangun lapangan terbang di Sondi Raya dengan secara liar mengangkangi aturan yang ada. Bangun dulu, belakangan izinnya kata JR Saragih seperti dilansir berbagai media tempo hari. Sikap seperti ini, betul-betul suatu sikap pemimpin yang tak perlu ditiru. Kalau anak negeri Simalungun menirunya, bisa berabe dan celaka tiga belas. Orang akan ramai-ramai membangun rumah masing-masing tanpa IMB (Izin Mendirikan Bangunan) dengan memberi alasan : Bangun dulu belakangan diurus IMB-nya Sama seperti alasan JR Saragih ketika membangun lapangan terbang.

JR Saragih juga memindah-mindahkan kantor-kantor SKP Pemkab Simalung
Un. Mula-mula, kantor Bappeda dan BKD dipindahkannya ke Kantor Sekretariat. Juga, kantor-kantor lain dipindah-pindahkan dengan alasan yang tidak jelas. Belakangan, Sekretariat pun dipindahkannya ke gedung lain, seperti kantor Bappeda dan Kantor BKD. Orang ramai jadi bingung dibuatnya. Kantor – kantor koq dipindah-pindah. Tidak cukup cuma memindah-mindahkan pejabat. pemerintahan.

Pemagaran seluruh gedung kantor Pemkab Simalungun dengan sejenis seng juga membuat nama JR Saragih bertambah populer di tengah masyarakat sampai pada warga di daerah lain. Ketika kawan-kawan saya menanyakan apa maksud pembuatan pagar itu pun, saya hanya bisa terdiam dan terpelongo. Saya tak tahu mau jawab apa dan bagaimana mengapa kantor-kantor itu dipagar sehingga menimbulkan kesan angker. Saya pikir, JR Saragih saja memang yang bisa menjawabnya. Yang saya tahu, alam pun tak setuju dengan pemagaran-pemagaran itu. Buktinya, alam Simalungun pernah murka dengan menjungkir-balikkan pagar itu. Tapi dasar bandel, JR Saragih pun tetap bertahan memagarnya dengan mendirikan kembali pagar - pagar yang sudah ditumbangkan angin.

Bisa Dilengserkan

Kalau hanya sampai disitu, saya pikir JR Saragih masih bisa digolongkan sebagai kepala daerah yang suka buat ulah dan tingkah. Belum bisa disebut dia menyalah karena tak ada aturan hukum yang dilanggarnya. Ulah dan tingkah, tidak bisa dibawa menjadi persoalan hukum. Tapi kalau sudah menyalah dari aturan hukum dan perundangan, seorang kepala daerah bisa diseret ke meja hijau yang berakibat pelengserannya dari singgasana kekuasaannya.

Dalam pandangan saya, JR Saragih sebagai kepala daerah justru sudah melanggar aturan perundangan yang berlaku. Dimana karena status dan kedudukannya sesungguhnya mau atau tidak mau, suka atau tidak suka dia harus patuh dan tunduk. Tak ada jalan lain bagi JR Saragih sebenarnya, sebagai Bupati Simalungun dia mutlak tunduk dan patuh pada aturan perundanagan yang berlaku. Apa boleh buat, itulah resiko seorang kepala daerah.

Keputusan JR Saragih yang mencopot beberapa PNS dari jabatan struktural dengan mengabaikan tata cara pemberhentian PNS seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah, saya pikir merupakan salah satu pelanggaran hukum yang dilakukannya. Betul sampai sekarang tak ada PNS yang mempersoalkannya, tapi itu bukan berarti keputusan JR Saragih tadi legal secara hukum. Saya sendiri tak heran mengapa tak ada PNS di Pemkab Simalungun yang menggugat JR Saragih ke PUTN misalnya, karena mereka menyadari tak akan ada gunanya. Dari pengalaman-pengalaman yang lewat-lewat, putusan PTUN selalu mandul tak akan ada eksekusinya. Sabrina Tarigan Kepala Dinas Kesehatan Simalungun sekarang misalnya, waktu di Tanah Karo dulu pernah menggugat Bupati Karo ke PTUN dan dia dimenangkan. Tapi apa lacur, putusan PTUN tadi hanya putusan semata yang tak pernah digubris siapa-siapa. Dan siapa-siapa pun tak peduli sampai Sabrina pindah dari Pemkab Tanah Karo ke Pemkab Simalungun.

Kebijakan JR Saragih yang tidak membayar Insentif Guru Swasta tapi mengalihkannya untuk penggunaan lain pun, saya nilai merupakan suatu pelanggaran terhadap aturan perundangan. Termasuk, menggunakan anggaran yang sudah jelas peruntukkannya tapi digunakan untuk pembayaran proyek-proyek di Dinas Tarukim dan Bina Marga. Membelikan kendaraan roda empat untuk pimpinan-pimpinan fraksi di DPRD Simalungun juga saya pikir merupakan suatu pelanggaran hukum yang dilakukan JR Saragih, meski pun penyediaan kendaraan roda empat untuk pimpinan-pimpinan fraksi di DPRD Simalungun itu direkayasa dengan istilah dipinjampakaikan.

Lantas, bagaimana pula kalau seorang kepala daerah sudah melanggar aturan perundangan yang berlaku ?

Kawan saya dari DPC GAMKI (Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia) Pematangsiantar di facebooknya yang dikirimkan ke Forum Pengawasan Pelayanan Publik dan Penegakan Hukum menulis : Seorang Bupati/ Walikota saat diangkat sumpahnya meneyatakan akan taat dan setia pada Pancasila dan UUD 1945 serta peraturan perundanagan yang berlaku. Dan kalau seorang Bupati/ Walikota melanggar sumpahnya, menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 seorang Bupati/ Walikota bisa diusulkan oleh DPRD untuk diberhentikan oleh Menteri Dalam Negeri.

Tapi menurut kawan saya DR Sarmedi Purba seorang tokoh yang pantas untuk digugu dan didengar pendapatnya di daerah ini, Bupati atau Walikota yang melanggar sumpah diajukan ke pengadilan, dijatuhkan keputusan tetap. Atas dasar keputusan ini Mendagri memberhentikan Bupati/ Walikota. Artinya, kalau saya tak salah mengerti, jika seorang kepala daerah dihukum oleh pengadilan dan telah mendapat keputusan tetap, kedudukannya sebagai kepala daerah akan dengan sendirinya dilengserkan.

Lantas, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daearah dan Wakil Kepala Daerah khususnya pada Bab X Pasal 123 dinyatakan : Kepala Daerah dan atau Wakil Kepala Daerah berhenti karena : a. meninggal dunia, b. permintaan sendiri, atau c. diberhentikan. Sementara pada (Ayat) 2 huruf d dinyatakan antara lain : Kepala Daaerah dan/ atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan karena : dinyatakan melanggar sumpah/ janji jabatan Kepala Daerah dan/ atau Wakil Kepala Daerah.

Selanjutnya bagaimana ? Sekarang apakah JR Saragih sebagai Bupati Simalungun telah melanggar sumpah/ janjinya sebagai kepala daerah ? Terus terang, saya tidak tahu secara pasti. Yang pasti saya tahu adalah sumpah/ janji seorang kepala daerah ketika dilantik bunyinya adalah : Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/ berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai kepala daerah/ wakil kepala daerah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan seluruh-lurusnya, serta berbakti kepada masyarakat, nusa dan bangsa.

Sekarang yang ingin saya sampaikan adalah, saya tidak seperti JR Saragih yang doktor ilmu pemerintahan dan saya sungguh tidak memiliki pengalaman pemerintahan. Saya juga bukan seorang politisi, bahkan saya benar-benar seorang non partisan karena saya hanya jurnalis yang punya kewajiban menulis. Menulis bagi saya, merupakan suatu kewajiban bahkan merupakan ibadah. Yang namanya ibadah, saya harus lakukan senang atau tidak senang, suka atau tidak suka. Jadi mohon dipahami oleh siapa saja, terutama bagi pihak yang tak menyukai tulisan saya ini.

Karena saya tak seperti JR Saragih yang doktor dalam bidang ilmu pemerintahan itu, saya wajar saja tak tahu apa yang harus diperbuat siapa jika seorang kepala daerah telah melakukan pelanggaran sumpah atau penyelewengan wewenang. Apalagi, saya tidak akan menggurui orang-orang di DPRD Simalungun sana, karena yang namanya politisi semuanya bisa dilakukan untuk dan oleh karena semua. Politik itu kejam Nak, kata Mamak saya puluhan tahun lalu. Karena itulah, saya enggan untuk menjadi politisi. Sampai kini, sampai mati !















Bupati yang Punya Hobby Aneh
Seorang kawan baru datang dari udik. Jengkel juga saya dibuatnya. Di rumah saya di Tepian Bah Bolon di pinggiran Simalungun pada Nagori Siantar Estate yang berbatasan dengan Kota Pematangsiantar, seharian kerjanya membaca melulu. Yang dibacanya justru koran-koran lama yang bertumpuk di rumah saya. Yang membuat saya jengkel, koran-koran lama yang dibacanya dipediarkan saja berserakan setelah dibacanya. Untunglah istri saya tidak termasuk perempuan cerewet. Koran-koran yang berserakan dibuat kawan itu, dirapikan kembali oleh istri saya serta disusun di rak buku saya. Saya makan hati dibuat kawan orang udik itu. Saya makan hati dibuatnya. Inilah resiko punya kawan orang udik. Apa boleh buat.

“Aneh agaknya Bupati Simalungun, JR Saragih”, katanya tiba-tiba ketika kami ngopi di teras rumah saya suatu sore. Istri saya menyediakan kopi Koktung satu teko sore itu , dan ubi goreng yang sebelumnya dikukus.

“Aneh kenapa ?”, kata saya mendelik.

Kawan itu berceloteh. Setelah membaca koran-koran lama dia bilang banyak sekali mutasi pejabat yang dilakukan sejak JR Saragih menjadi Bupati Simalungun. Sejak hari pertama begitu JR Saragih dilantik, mutasi pejabat dilakukannya agaknya terlalu sering. Sampai-sampai, menurut kawan itu, halaman-halaman surat kabar dipenuhi oleh berita pemutasian pejabat. Sebenarnya, kata kawan itu sok tahu, kalau mutasi dilakukan bolak-balik tak perlu lagi diberitakan. Peristiwa yang berulang-ulang sesungguhnya tidak berita (lagi), katanya.

Saya diam saja mendengar celoteh kawan yang satu ini. Saya hisap rokok saya dalam-dalam. Asapnya saya hembuskan ke udara lepas dan bebas. Karena saya diam saja mungkin, kawan saya orang udik itu merasa aman untuk meneruskan celotehnya.

Rupanya ketika mengangkat PNS untuk menduduki jabatan struktural, JR Saragih tidak memfungsikan Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan), katanya. Ini terkesan karena nyatanya banyak sekali PNS yang sekarang diangkat untuk menduduki jabatan A misalnya, tapi bulan depan sudah dimutasi ke jabatan B. Aneh sekali, bisa juga bulan depannya dikembalikan lagi ke jabatan A. Sudiahman Saragih misalnya, yang semula dimutasi dari Bagian Umum Setdakab tapi tak lama berselang dikembalikan lagi ke Bagian Umum Setdakab.

Saya masih saja diam mendengar celoteh kawan yang satu ini. Dalam pikiran saya, sebagai orang udik apa sih yang dia pahami soal pemerintahan. Apalagi, dia sama sekali tidak memiliki pendidikan dan pengalaman di bidang pemerintahan. Kawan itu memang pernah bermukim di Siantar ketika mengikuti pendidikan di STT (Sekolah Tinggi Teologia) HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) di Jalan Sangnawaluh yang persis berada di depan Makam Pahlawan Siantar. Sekarang, kawan itu menjadi pimpinan resort sebuah Gereja di daerah terpencil.

Ketika saya tetap berdiam diri, kawan itu pun semakin aman untuk berceloteh. Binsar Situmorang juga yang semula diangkat JR Saragih pada pertengahan Nopember tahun lalu sebagai Asisten III, masih dua tiga bulan berikutnya sudah dimutasi menjadi Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Ekh, hanya sekejab disana, sekarang dimutasi lagi sebagai Kepala Bappeda (Badan Perencana Pembangunan Daerah) Ada malah PNS yang sejak pemerintahan JR Saragih tujuh bulan ini dimutasi sampai lima kali seperti Ubahman Sinaga yang mantan Camat Raya, kata kawan itu lancar sekali. Beberapa camat, malah ada yang dimutasi meski pun masih menduduki jabatan sebulan dua bulan, katanya lagi.

“Agaknya, ada hobby JR Saragih yang aneh dan unik. Dia punya hobby memutasi PNS dari jabatannya”, katanya sambil tertawa lepas.

Dasar orang udik yang kurang gizi, meski pun saya diam saja tak memberi reaksi apa pun dia tak memahami situasi. Terus terang saya katakan, saya tidak mau tahu dengan kebijakan JR Saragih yang punya hobby aneh dan unik itu. Saya merasa tidak punya urusan dengan kepemimpinan JR Saragih di daerah ini. Betul waktu pemilukada lalu saya menulis buku tentang JR Saragih, tapi itu saya lakukan sebagai seorang profesional. Saya menulis tentang program JR Saragih kalau terpilih menjadi Bupati Simalungun, karena saya dibayar waktu itu. Sebagai seorang profesional memang, saya tak pernah mau menjadi TS (Tim Sukses) seorang calon kepala daerah

Menurut kawan itu, sesungguhnya ada aturan yang mau tidak mau harus dipatuhi dan ditaati seorang kepala daerah ketika mengangkat PNS (Pegawai Negeri Sipil) dalam jabatan struktural. Penangkatan PNS dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin,suku, agama, rasa dan golongan. Dan dalam pengakatan Binsar Situmorang misalnya, ketentuan itu tidak dipenuhi JR Saragih. Jadi pengangkatan Binsar sesungguhnya cacat hukum atau minimal tidak sesuai dengan azas kepatutan dan kewajaran. Termasuk, kata kawan itu, pengangkatan Ismail Ginting sebagai Plt Sekda (waktu itu), Sabrina Tarigan sebagai Kepala Dinas Kesehatan dan beberapa lainnya.

“Kenapa ?”, saya mulai teretarik dan kawan saya itu cepat memotong :

“Bagaimana JR Saragih mengangkat Binsar Situmorang yang pindah ke Pemkab Simalungun saja terhitung 8 Nopember tapi 15 Nopember sudah diangkat menjadi Asisten III.. Apa yang dipakai JR Saragih sebagai dasar pengangkatan Binsar, sedang prestasi kerjanya di Pemkab Simalungun belum ada sama sekali”, katanya dan bernapas lega.

Apalagi menurut dia, untuk mewujudkan peneyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan, diperlukan PNS yang profesional, bertanggung jawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karir yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.

Saya akhirnya jengkel dibuat kawan saya yang satu ini. Kata saya, mau kapan saja JR Saragih memutasi atau mengangkat PNS untuk menduduki jabatan struktural. Itu menjadi urusan dia. Sukak-sukak dialah kata saya, apalagi sekarang ini diakan bupati. Jadi mumpung jadi bupati, ya dia mau apa dan bagaimana kenapa rupanya, kata saya. Terasa longgar dada saya setelah mengucapkan kalimat itu.

“O, tidak bisa. Tidak bisa. Sebagai Bupati Simalungun memang, JR Saragih berkuasa penuh di daerah ini. Tapi jangan silap, dalam dan ketika menjalankan kekuasaannya JR Saragih harus taat dan patuh pada peraturan perundangan yang berlaku”, katanya menyeringai bagai menyergap saya.

Hobby aneh JR Saragih menurut kawan itu, justru akan berakibat fatal kelak, jika tak dibuangnya minimal dirubahnya dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Kalau hobby aneh JR Saragih ini akan terus dilakukannya, sudah pasti suasana kerja para pejabat tidak akan kondusif bahkan mereka akan selalu resah dan gelisah. Hari-hari akan terus berlalu, sementara di sisi lain para pejabat akan terus menerus gedebak-gedebuk dalam hati kapan dimutasi (lagi) dan kemana oula.

Akibatnya gampang ditebak kata kawan itu, para pejabat tidak akan merasa nyaman dalam bekerja. Mereka pun tidak akan berkreasi, berinovasi dan bahkan pula tidak akan mau melakukan inisiatif. Soalnya, kalau semua itu dilakukan, tak ada jamainan ke depan. Boleh jadi kreasi, inovasi dan inisiatif para pejabat akan tak berguna karena boleh jadi mendadak dimutasi lagi ke jabatan lain. Yang paling sederhana, boleh jadi program si A justru dilaksanakan si B. Dan akibat yang begini, boleh jadi si A tidak membuat program sebab ragu tidak akan dilakukannya.

Sebagai mantan tentara menurut kawan tadi, JR Saragih agaknya memang masih terbawa-bawa dalam ketentaraannya. Yang celakanya, para stafnya umumnya menurut saja bagai kerbau dicucuk hidung. Staf Akhli Bupati Simalungun, menurut kawan saya itu harus berperan memberi masukan kepada JR Saragih yang memang tidak memiliki penegalaman di bidang pemerintahan itu. Termasuk Kepala BKD dan Sekda, juga harus memberi pertimbangan yang baik dan benar kepada JR Saragih. Meski dia merupakan doktor dalam bidang ilmu pemerintahan, namun melihat gelagatnya selama berbulan-bulan ini menjadi Bupati Simalungun, JR Saragih agaknya waktu sekolah dulu tidak mengikuti pelajaran dengan baik. Makanya, terutama Staf Akhli Bupati, Sekda dan Kepala BKD harus mampu untuk memberi masukan. Jangan justru tidak berani,. Karena staf yang baik adalah staf yang mau dan berani mengingatkan pimpinannya, katanya.

Saya diam saja mendengar celoteh kawan itu. Sebagai warga Simalungun saya memang mendukung program JR Saragih dalam membangun daerah ini. Dukungan itu saya wujudnyatakan dengan melakukan kritik terhadap kebijakan-kebijakannya yang saya nilai tidak bijaksana. Kekuasaan dan penguasa menurut saya memang, harus dikritik agar tidak terjungkal, apalagi menurut saya, pers di daerah ini belakangan tidak memposisikan diri lagi sebagai alat kontrol yang profesional.

Tentu memang, saya mendukung JR Saragih Bupati Simalungun dalam melakukan perubahan di daerah ini seperti jargon politiknya pada kampanye lalu. Bukan mendukung JR Saragih ketika dia merubah-rubah aturan dan kebijakan. Mendukung perubahan, tidak mendukung yang mengubah-ubah!







Pegawai Berjibun, Bagaimana Membangun ?
Waktu JR Saragih belum menjadi Bupati Simalungun, ada harapan berbinar di benaknya. Simalungun, akan dibangunnya dengan segenap kesungguhan hati yang membara, mengejar ketertinggalan dan meninggalkan keterpurukan. Khususnya, di bidang infrastruktur termasuk pertanian dalam arti luas. Berbagai ide, gagasan dan segala macam terobosan tersimpan di benak JR Saragih, ketika dia belum menjadi Bupati Simalungun. Dan dengan latar belakang pemikiran yang begitulah, akhirnya dia membulatkan tekad untuk maju sebagai calon Bupati Simalungun.

Tapi sebegitu terpilih dan dilantik menjadi Bupati Simalungun, JR Saragih pun terpana dan terkesima. Segala macam ide, gagasan, kreasi, terobosan dan entah apa pun namanya yang ada di benaknya tempo hari ternyata hanya sebuah mimpi. Namanya saja mimpi, sesuatu yang tidak berwujud. Termasuk jargon kampanyenya tempo hari untuk memekarkan kabupaten ini, juga hanya ada dalam mimpi. Meski pun sejak awal saya sudah memprediksi, yang namanya jargon akan tetap menjadi jargon. Janji yang tidak akan pernah ditepati, dan bagi politisi serta pemimpin, ingkar janji bukanlah sesuatu kesalahan. Janji cuma basa basi bagi politisi.

Bagaimana tidak. Betapa riskan memang dengan hanya mengandalkan DAU (Dana Alokasi Umum) Kabupaten Simalungun bisa dibangun. Tahun Anggaran 2011 ini misalnya, untuk belanja langsung saja Pemkab Simalungun harus mengalokasikan lebih 77 persen dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanaja Daerah)-nya. Sisanya, 22 persen lebih, yang bisa digunakan untuk belanja tidak langsung. Artinya, 77 persen lebih untuk belanja aparatur dan 22 persen lebih untuk belanja pembangunan. Betapa memilukan bahkan menyayat hati.

Sebenarnyalah memang, saya agak malas kalau harus berbicara dengan angka-angka. Tapi apa boleh buat, sekarang saya harus berbicara lewat angka-angka agar paparan saya ini sedikit realistis. Coba simak yang akan saya paparkan dengan pembulatan bilangan seperti di bawah ini.

APBD Simalungun Tahun Anggaran 2011 ini jumlah keseluruhannya Rp 1 triliun. Kalau 77 persen artinya Rp 770 miliar. Lantas kalau 22 persen artinya Rp 220 miliar. Artinya lagi, Rp 770 miliarlah APBD Simalungun yang mau tidak mau dialokasikan untuk belanja aparatur dan hanya Rp 220 miliarlah APBD Simalungun yang bisa dipergunakan untuk membangun daerah ini. Artinya (lagi), Rp 220 miliar saja yang bisa dimanfaatkan untuk membangun 31 kecamatan di daerah ini dengan jumlah anak negeri hampir 1 juta jiwa dan luas wilayah sekira 430 ribu hektar. Silahkan bagi sendiri berapa miliar rata-rata kecamatan mendapat porsi dari ‘kue pembangunan’ itu.

Lantas bandingkanlah dengan Kabupaten Humbang Hasundutan. Dari kawan saya Tigor Munthe, saya mendapat tahu APBD-nya Tahun Anggaran 2011 ini sekira Rp 400-an miliar. Tapi porsi untuk belanja langsung sekira 65 persen sementara untuk belanja tidak langsung sekira 35 persen. Dengan pembulatan saya ingin kemukakan belanja langsung tadi sekira Rp 300-an miliar dan belanja tidak langsung sekira Rp 100 miliar. Kecamatan di Humbang Hasundutan hanya 10 sementara anak negerinya hanya sekira 170-an ribu saja.

Saya tidak akan memberi Anda – Pembaca – angka-angka untuk membandingkannya secara matematis. Silahkan bandingkan sendiri dengan menggunakan kalkulator yang Anda miliki. Yang pasti, secara riel tentunya Pemkab Humbang Hasundutan akan lebih gampang membangun negerinya bila dibanding dengan Pemkab Simalungun. Artinya saya ingin katakan, harapan dan cita-cita JR Saragih untuk membangun Simalungun hanya akan ada dalam mimpi selama dia masih secara klasik mengandalkan APBD-nya.

Bengkak dan tersedotnya APBD Simalungun untuk belanja langsung sebenarnya terjadi akibat berjibunnya pegawai Pemkab Simalungun baik yang PNS mau pun non PNS. Selain, tentu, rakus dan tamaknya oknum aparat Pemkab disini yang menganggarkan belanjanya di masing-masing SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Pegawai Pemkab Simalungun saja ada sekira 16 ribuan, padahal pegawai Pemkab Humbang Hasundutan hanya sekira 4000-an.

Dalam soal ini, Mendagri sendiri agaknya telah mensinyalir kondisi riel. Dalam acara sosialisasi Permendagri Nomor 22 Tahun 2011 kemarin seperti diwartakan kawan saya Efendy Naibaho,Mendagri minta Sekda Propinsi mengeavaluasi jumlah aparatur atau PNS yang sesuai dengan keebutuhan daerah. Kami (kata Mendagri) minta supaya Sekda mengevaluasi jumlah aparatur di wilayah masing-masing. Tidak hanya di propinsi tapi juga di kabupaten/ kota. Evaluasi ini perlu karena sat ini postur APBD sebahagian besar untuk membiayai belanja aparatur.

“Uang kita belum berpihak kepada publik”, kata Mendagri.

Lantas Bagaimana

Dengan terus terang sekarang saya mau katakan : APBD sesungguhnya perlu dipertanyakan apakah kebodohan atau hasil konspirasi. Kebodohan DPRD maksud saya, atau konspirasi antara DPRD dengan Pemkab. Tak jelas sekali hingga saat ini bagi saya, sebab memang saya belum pernah melakukan suatu penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Saya katakan kebodohan, sebab kalau kita cermati APBD di mana pun juga selalu berpihak pada pemerintah daerah sekaligus (kadang) DPRD-nya. Kondisi ini memang acap terjadi sebab secara umum para oknum eksekutif merupakan kumpulan orang-orang pintar ketika berhadapan dengan oknum-oknum DPRD. Jadi ketika menyusun draft RAPBD, oknum-oknum eksekutif sangat cerdas mengelabui oknum-oknum DPRD dengan ‘menyembunyikan’ berbagai hal dalam nomenklatur.Dan seperti biasa, karena dibahas dalam tempo yang relatif singkat apalagi dengan waktu yang diburu-buru akhirnya ‘yang disembunyikan’ tadi pun tidak pernah terungkap.

Saya sebut konspirasi, acap sekali memang kita mencermati adanya banyak mata anggaran yang namanya berbeda tapi hakekatnya sama dan sebangun. Ragam mata anggaran diciptakan baik oleh SKPD mau pun DPRD. Misalnya, studi banding, reses, pelatihan, sosialisasi, kunjungan kerja dan entah apa lagi. Ada uang lembur, uang makan, intensif, uang puding, upah pungut , honorarium dan hantu balau. Sehingga, saya melihat PNS mendapat gaji karena statusnya sebagai PNS, sedang dia mendapat segala macam dalam bentuk uang untuk dan karena pekerjaannya. Jadi, ada semacam kompromi yang diciptakan antara pemerintah daerah dengan DPRD.

Lalu dalam kondisi yang seperti ini, saya yakin sekali JR Saragih sebagai Bupati Simalungun tidak akan mampu membangun daerah ini seperti harapan dan cita-citanya. Harapan dan cita-cita itu akan tetap menjadi harapan dan cita-cita semata, ibarat mimpi di siang bolong belaka. Dan ketika JR Saragih tidak lagi menjadi Bupati Simalungun, sejarah akan mencatat bahwa selama menjadi Bupati Simalungun tidak membangun daerah ini sesuai dengan konsep awalnya.JR Saragih selama memimpin daerah ini, nyatanya tidak apa-apa dan tidak siapa-siapa.

Makanya saya pikir, kalau JR Saragih memang masih memiliki tekad kuat dan semangat untuk membangun Simalungun, dia harus melakukan gebrakan serta terobosan yang cerlang cemerlang. PAD (Pendapatan Asli Daerah) seyogianya digenjot hingga angka yang klimaks seraya menutupi ‘kebocoran’ di sana-sini. Jangan malah misalnya, pendapatan dari PPJ (Pajak Penerangan Jalan) bisa turun dari tahun sebelumnya, padahal ini merupakan sesuatu yang mustahil. Tak masuk diakal saya kalau PPJ bisa turun tergetnya dari tahun sebelumnya. Sebab seiring dengan berjalannya tahun, pemakai jasa PLN semakin meningkat pula. Tak pernah berkurang apalagi menurun.. Kalau turun, pasti kasus yang perlu diusut.

Selanjutnya, saya pikir JR Saragih harus mampu membawa investor ke Kabupaten Simalungun ini. Saya tidak yakin tanpa investor suatu daerah bisa dibangun jika hanya mengandalkan APBD-nya. Bahan mentah yang banyak di Simalungun misalnya, bisa diproduksi minimal hingga menjadi barang setengah jadi. Industri, sudah barang tentu salah satu jalan pintas untuk meningkatkan pendapatan anak negeri. Tanpa industri, jangan harap ada perubahan dan sektor ini diserahkan saja kepada pihak ketiga. Jadi tidak ditangani Pemkab hingga seperti PD Agromadear yang terus menerus hingga sekarang disubsidi. Termasuk saya pikir, JR Saragih tak perlu sekaligus menjadi investor di daerah ini karena hal itu menjadikannya berperan ganda sebagai pemimpin. Jadi kalau sudah terlanjur JR Saragih menjadi investor pembangunan ruko di Sondi seperti sekarang, ya silahkanlah. Cuma ke depan, jangan lagi dengan mendirikan inilah, itulah dan segala macam. Sementara kalau memang sudah terlanjur menjadi investor pembangunan ruko di Sondi, JR Saragih jangan ingin kaya sendiri. Bijaksana sekali jika dia tidak membeli lahan baru, tapi sebaiknya mengajak warga pemilik tanah sebagai pesaham.

Selanjutnya, JR Saragih pun diharapkan cerdas dan cemerlang serta brilian ketika memilih stafnya untuk menduduki posisi-posisi strategis. Apa boleh buat, zaman sekarang ini zamannya lobby-lobby ke pemerintah atasan agar mendapatkan segala macam dana yang tersedia di APBN misalnya. Untuk itulah JR Saragih diharapkan memakai staf yang memiliki kemampuan lobby tingkat tinggi serta punya kreasi, inovasi serta motivasi yang kokoh tidak ngoyo. Staf yang lembe apalagi lebay tak bargairah bagai kurang darah sekarang tak boleh dipakai. Ada banyak dana di pemerintah pusat misalnya yang bisa diperoleh dengan pendekatan yang piawai semisal Dana Penunjang Pembangunan Infrastruktur, DAK (Dana Alokasi Khusus), serta segala macam nama lainnya yang tersedia di berbagai kementerian. Dan untuk itu, JR Saragih silahkan saja ‘mengimport’ staf dari daerah lain semisal Manimbul Silalahi yang sekarang di Pemkab Humbang Hasundutan sana. Sebagai PNS, Manimbul memang dikenal cerdas dan cemerlang untuk mendatangkan dana dari pemerintah pusat ke daerah.

Selain itu, JR Saragih pun harus berani untuk menolak formasi PNS baru yang diusulkan oleh pemerintah pusat, kelak. Faktanya, PNS ditambah non PNS di jajaran Pemkab Simalungun sekarang sudah sangat berjibun. Dan kondisi inilah yang menjadikan anak negeri Simalungun hampir tidak mendapatkan bagian ‘kue pembangunan’ lagi sesuai dengan porsinya yang pantas dan wajar. Dengan kondisi pegawai yang berjibun, Simalungun tidak akan bisa dibangun.

Cara lain membangun Simalungun dengan program pemekaran, saya berani taruhan itu tidak akan tercapai. Minimal dalam dan selama kepemimpinan JR Saragih. Memekarkan kabupaten ini menjadi dua daerah otonomi apalagi tiga, cuma ada dalam mimpi. Cuma ada dalam mimpi. Mimpi.








































Antara JR Saragih dan Kasmin Simanjuntak
Tak elok membanding-bandingkan. Apalagi dilanjutkan dengan membayang-bayangkan. Membandingkan istri sendiri dengan istri tetangga misalnya, bisa masuk penjara. Bahkan, boleh jadi kena bacok dan melayang nyawa. Membayang-bayangkan buah dada Marissa Haq yang kerap dipamer-pamerkannya melalui layar kaca, juga bisa berbahaya. Makanya, jangan coba-caba. Bahaya !

Tapi sekarang, saya mau membanding-bandingkan antara Liberty Manurung Plt Sekdakab Tobasa, dengan Ismail Ginting, Plt Sekdakab Simalungun. Yang pasti, keduanya sekarang berstatus sama. Sama-sama Plt Sekdakab di dua daerah otonomi yang berbeda. Saya pikir, membanding-bandingkan keduanya, tak ada masalah. Tak ada aturan yang saya langgar kalau sekarang saya membanding-bandingkan keduanya. Juga, tak ada bahayanya. Jadi saya pasti tidak akan masuk penjara.

Liberty dan Ismail berbeda dalam statusnya masing-masing. Tapi harap diingat, ini menurut saya. Dan kalau landasan pemikirannya adalah menurut saya, tentu sangat besar kemungkinannya tidak benar. Masalahnya, apalah saya. Saya tidak siapa-siapa dan tidak apa-apa. Saya, jelas dan pasti tidak memiliki ilmu dan pengetahuan tentang pemerintahan. Seperti yang kerap saya katakan, saya cuma seorang jurnalis. Itu pun hanya jurnalis yang kerap dipinggirkan. Lantas, kalau apa yang saya kedepankan ini tidak benar, harap dan silahkan koreksi.

Perbedaan status antara Liberty dan Ismail, jelas, tegas dan pasti. Liberty sekarang menduduki jabatan Eselon II di Pemkab Tobasa. Dia adalah Kepala Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Tobasa. Dan karena status serta kedudukannya itulah, Bupati Tobasa Kasmin Simanjuntak menunjuk dan mengangkat Liberty menjadi Plt Sekdakab Tobasa. Sah !

Ismail ? Sesungguhnya, dia tidak apa-apa dan juga tidak siapa-siapa di Pemkab Simalungun. Artinya, dia tidak menduduki jabatan apa pun di lingkungan Pemkab Simalungun. Lagi pula, dia sudah pensiun sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) Kalau tak percaya, simak dan cermati NIP (Nomor Induk Pegawai) –nya. Disitu tertera kapan dan bilamana dia lahir.Tegasnya, Ismail sudah pensiun.

Inilah pokok persoalannya, saya pikir. Seorang yang tidak menduduki jabatan apa pun, justru dihunjuk dan diangkat sebagai Plt Sekdakab. Sedang PNS yang menduduki jabatan Eselon III saja tak layak untuk diangkat menjadi Plt Sekdakab. Konon pula PNS yang tidak menduduki eselon. Aneh. Tapi boleh jadi, bagi Bupati Simalungun JR Saragih, hal ini tidak aneh. Barangkali, inilah yang dimaksudnya dengan perubahan yang sering didengung-dengungkannya itu. Saya pikir, JR bisa benar. Sebab perubahan boleh jadi dari kupu-kupu menjadi kepompong dan akhirnya menjadi ulat. Yang penting nampaknya memang, berubah. Kalau bisa beruba-ubah.

Sekiranya JR Saragih memberi alasan menghunjuk dan mengangkat Ismail sebagai Plt Sekdakab karena dan atas nama kekuasaan, saya pikir juga tidak tepat dan tidak benar. JR benar adalah orang yang sangat dan paling berkuasa di Simalungun (sekarang) Tapi harap diingat, dia berkuasa untuk menjalankan serta taat pada peraturan perundangan yang berlaku. Sumpah JR ketika dilantik tempo hari, antara lain dia akan taat dan setia pada UUD 1945 dan Pancasila, serta peraturan perundangan yang berlaku. Sekarang kalau dia mengingkari sumpahnya itu, lihat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tindakan apa yang harus dilakukan (DPRD) Apalagi, di negeri kita ini yang penting adalah benar meski pun tidak baik. Orang baik bisa masuk penjara, sedang orang benar tidak akan. Makanya, banyak orang baik di penjara sana karena dia tidak benar. Dan banyak orang benar tak pernah masuk penjara meski pun dia tidak baik. Akh, sesungguhnya pun, saya tidak bisa membedakan yang baik mana pula yang benar. Brengsek saya. Oalah.

Menjadi semakin aneh, jika Ismail itu sebenarnya sudah pensiun tapi masih melantik para pejabat di lingkungan Pemkab Simalungun. Bahkan, yang menurut saya sangat ganjil, dia juga menandatangani Surat Keputusan PNS yang naik pangkat misalnya. Menandatangani DP3, dan segala macam lainnya. Saya harus tertawa-tawa jadinya, meski pun orang lain mentertawakan saya. Biar saja. Sampai sekarang tak ada aturan yang melarang orang untuk tertawa. Makanya, kesempatan ini saya manfaatkan untuk tertawa. Tertawalah sebelum dilarang, kata kawan saya.

Yang menjadi soal sekarang adalah, bagaimana PNS yang tidak menduduki jabatan apa pun tapi melantik PNS lainnya untuk menduduki jabatan. Lebih jauh lagi, bagaimana seorang PNS yang sudah pensiun justru menandatangani SK Kenaikan Pangkat PNS lainnya yang bukan atau belum pensiun. Kalau mau semakin jauh dicermati, bagaimana pula seorang PNS yang tidak menduduki jabatan mengomandoi PNS yang (sedang) menduduki jabatan ? Aneh bagi saya, meski pun tidak aneh bagi orang lain apalagi bagi JR Saragih. Makanya, kembali lagi pada teori usang. Sesungguhnya sekarang ini tak jelas lagi mana yang aneh mana pula yang tidak aneh.

Saya pikir, tak ada unsur kejahatan yang dilakukan JR kalau pun sekarang Ismail Ginting dihunjuk dan diangkatnya menjadi Plt Sekdakab Simalungun. Tak ada kerugian pada keuangan negara yang ditimbulkannya. Makanya, barangkali, persoalan ini tidak menarik perhatian orang lain. Sementara saya sendiri pun, hanya karena kurang kerjaan saja barangkali makanya memaparkan ini kepada Anda – Pembaca- Sekiranya saya punya kesibukan lain, barangkali hal ini tak akan sempat-sempatnya saya pikirkan dan tuliskan.

Cuma saya pikir, malu sekalilah JR kalau belakangan oleh pemerintah atasan meminta agar semua produk hukum yang diterbitkan Pemkab Simalungun dianulir dengan alasan yang menandatanganinya justru tidak berwenang (lagi) Kalau sempat terjadi yang seperti ini, mau dikemanakan wajah ini ? Orang Batak bilang, sakkitna tak sabarapa. Tapi maluna ini.

Alhasil, saya pun menjadi bingung. Bingung sekali. Setahu saya, Kasmin Simanjuntak sebenarnya kalah jago dari JR Saragih meski pun keduanya sama-sama jago. Mana ada bupati yang tidak jago, memang. Sedang Rosa Manullang saja jago, meski pun kawan saya Eriwayati marah kalau saya katakan Rosa Manullang jago.

Kasmin Simanjuntak saya sebut kalah jago dari JR Saragih, karena sebelum jadi Bupati Tobasa dia memakai gelar Prof di depan namanya. Tapi waktu mendaftar ke KPU, gelar itu tak digunakannya lagi. Sementara, sebelum menjadi Bupati Simalungun JR menggunakan gelar SH, MM, Mars dan Dr, hanya Mars saja yang ditanggalkannya ketika mendaftar sebagai calon Bupati Simalungun di KUPD.

Kasmin juga kalah jago dari JR, karena ketika meraih S2-nya, JR mampu mendapatkannya dengan cepat sekali. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana cerdasnya seorang JR jika membandingkan tahun perolehan S1-nya dengan interval waktu perolehan gelar S2-nya. Luar biasa dan tidak biasa

Begitu pun, dalam soal penghunjukan dan pengangkatan Plt Sekdakab di masing-masing daerah otonomi itu, saya jadi ragu. Siapa sebenarnya yang lebih jago antara Kasmin Simanjuntak dengan JR Saragih ? Yang pasti, JR itu Doktor. Doktor dalam bidang ilmu pemerintahan pula.

Akhirnya, saya pun jadi enggan untuk membayang-bayangkan antara Kasmin dengan JR Saragih. Untuk apa saya bayang-bayangkan ? Membayang-bayangkan buah dada Marissa Haq saja saya tak sempat. Apalagi membayang-bayangkan istri tetangga. Bisa bahaya. Berbahaya dan bisa membuat pralaya !




































Impian tentang Simalungun yang Indah
Senja. Di luar kelam. Angin menderu-deru. Menggoyang ranting pepohonan. Menggetarkan ranting. Awan di langit bergumpal-gumpal. Bergulung-gulung. Langit pun menghitam. Petir sesekali membahana. Memecah kesunyian. Membongkah kebisuan. Sunyi. Sepi. Sendiri. Aku melangkah gontai ke kamar kerjaku yang sempit. Menutup daun jendela yang sempat dipermainkan angin. Dibanting-banting. Dan seperti biasa, arus listrik pun putus ke rumahku. Tak tahu sebab kenapa-kenapa.

Aku membanting tubuhku yang kurus di kursi meja kerjaku. Menatap nanap pada dinding. Gelap. Sunyi mencekam. Aku menerawang pada masa lalu. Masa lalu yang manis indah, tapi pahit getir bila dikenang. Aku pun berharap pada masa depan. Masa depan yang penuh harapan. Tapi juga penuh tantangan.Dan petir pun tiba-tiba menggelegar sambung menyambung. Angin makin menderu-deru. Bagaikan dua raksasa yang tengah bertarung di angkasa raya mempertahankan harkat dan martabat. Dan hujan pun berderai membasahi apa saja. Membasahi segala. Tanpa irama.

Tiba-tiba aku melihat nanar sesosok tubuh. Tinggi. Kekar. Gurat-gurat di wajahnya memantulkan wibawa. Wibawa kebapaan yang diselimuti kharisma. Aku menggosok-gosok kelopak mataku. Mengkedip-kedipkannya. Berkali-kali. Sekali lagi. Berkali-kali. Sekali lagi. Tak berhenti. Sepertinya, aku mengenal sosok itu.

Aku tak keliru. Itu sosok Drs Djabanten Damanik yang pernah menjadi Bupati Simalungun sampai dua periode. Aku mengenalnya dan sangat kenal sekali. Selain karena dia pernah menjadi Bupati Simalungun, kami sempat bertetangga di Kompleks PN Kertas Pematangsiantar. Menurutku, rumahnya di belakang rumahku. Tapi menurut dia, rumahku di belakang rumahnya. Tak ada di antara kami yang mengalah. Padahal yang sebenarnya, rumah kami saling membelakangi.

“Pak Djabanten. Apa kabar Pak ? Lama kita tak bertemu”, kataku sambil berdiri dan menyalaminya akrab dan mesra. Kuguncang-guncangkan tangannya ketika tangannya yang kekar itu kujabat erat. Pak Djabanten hanya memandangiku. Sorot matanya tajam dan garang. Tegas dan jelas. Ciri khas seorang Drs Djabanten Damanik, putra Sipolha di Tepian Pantai Danau Toba.

Beberapa jenak kami saling berdiam diri. Kupandangi Pak Djabanten. Dipandanginya aku. Kami saling memandang. Pak Djabanten diam. Aku juga diam. Kami saling diam-diaman. Di luar, halilintar masih sesekali membahana dan hujan jatuh ke bumi. Keras. Deras.

“Kemana Bapak selama ini ?”, kataku lagi mencoba memecah kebisuan yang beberapa jenak menyelimuti kami.

Pak Djabanten masih tetap diam. Dipandanginya lagi aku dengan sorot matanya yang garang, jelas dan tegas serta penuh wibawa. Dipandanginya mulai dari ujung kakiku sampai ujung rambutku. Aku jadi kikuk. Seperti serba salah. Kilat menyambar diikuti petir yang menggetarkan dinding kamar kerjaku.

“Aku pergi. Aku sudah pergi. Ke tempat Yang Maha Tinggi. Dimana dendam, iri, dengki dan sakit hati tak ada lagi”, katanya tiba-tiba dan berdiri sambil memasukkan kedua telapak tangannya ke saku celananya, kiri dan kanan. Aku diam dan Pak Djabanten merasa aman untuk melemparkan tanya.

“Bagaimana Simalungun sekarang ?”, katanya masih tetap dengan sorot mata yang garang, jelas, tegas dan penuh wibawa kebapaan.

Aku katakan pada Pak Djabanten, Simalungun sudah berubah sejak ditinggalkannya. Bupati Simalungun yang sekarang, JR Saragih, kataku, gemar dan hobby pada perubahan. Karena itu, selama beberapa bulan ini saja masa pemerintahannya, sudah banyak yang dirubahnya. Berubah-ubah demi dan atas nama perubahan. Dan demi serta atas nama perubahan pula sudah banyak sekali yang diubah-ubah. Hingga, kataku, aku pun jadi ragu apa yang dimaksud dengan kata perubahan. Sampai sekarang aku belum pernah membaca kamus.

Pak Djabanten mengernyitkan keningnya. Dipandanginya aku dalam dan tajam. Dikeluarkannya sebatang rokok dari sakunya, dan dihembuskannya asapnya lepas dan bebas ke udara yang lepas dan bebas pula. Masih seperti dulu. Pak Djabanten mengisap Gudang Garam Filter kegemarannya. Dan aku merasa aman untuk meneruskan ceritaku.

Kuceritakan pada Pak Djabanten, Kantor Bupati Simalungun yang pembangunannya diawali pada masa pemerintahannya dulu, sekarang sudah ditinggalkan. Ini tentu, kataku, merupakan bahagian dari perubahan tadi. Padahal, kataku lagi, pembangunannya dibiayai dengan dana puluhan miliar rupiah. Soal kenapa tidak ditempati lagi, kan banyak sekali alasan yang bisa untuk dikedepankan, kataku. Termasuk, banyak kantor yang dipindah dan ini artinya juga diubah, kataku. Bahkan, ada ruas jalan yang diubah di kompleks perkantoran Pemkab Simalungun di Sondi Raya, dijadikan lokasi pendirian kantin, kataku lagi.

Pak Djabanten tertawa. Tapi tawanya hambar. Kering bahkan tandus. Tak terkesan ada yang lucu hingga membuatnya tertawa. Dan aku pun merasa Pak Djabanten justru mentertawakanku. Namun karena tawa Pak Djabanten kurasa cuma ingin mentertawakanku, aku pun balik tertawa. Kami tertawa-tawa. Aku dan Pak Djabanten tertawa. Kami mempertawakan diri kami sendiri. Dan barangkali, banyak orang mempertawakan kami. Tertawa.

Pak Djabanten berdiri. Berkeliling di ruang kamar kerjaku yang sempit dan pengap. Di luar hujan masih saja berderai. Petir sambung menyambung didahului kilat yang menyambar masuk ke ruangan kami. Arus listrik belum juga tersambung. Dan malam pun terus merangkak dengan damainya.

Sebagai pakar pemerintahan dan salah seorang penggagas ide otonomi daerah, Pak Djabanten menjelaskan banyak hal kepadaku. Dia menerangkannya bagai seorang dosen yang cerdas dan lihai, sementara aku mendengarkannya bagai seorang mahasiswa yang dungu, dongok dan goblok

Kata Pak Djabanten, sebenarnya seorang Kepala Daerah harus mampu berperan sebagai koordinator pembangunan, motivator pembangunan, maneger pembangunan, sekaligus pembangun masyarakat. Sebagai koordinator pembangunan kata Pak Djabanten, Kepala Daerah harus mampu mensinkronkan dan menyelaraskan gerak para pelaksana pembangunan agar dana yang dikeluarkan untuk pembangunan dapat lebih hemat dan efisien. Tugas ini harus dilakukan seorang Kepala Daerah katanya, karena pelaksanaan pembangunan yang tidak sikron pada akhirnya akan merugikan masyarakat. Bukan hanya karena penghamburan dana, tetapi juga pelayanan kepada masyarakat menjadi terhambat.

Sebagai motivator pembangunan, Kepala Daerah itu kata Pak Djabanten diperlukan karena tidak semua warga masyarakat menyadari perannya untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Sebahagian anggota masyarakat justru harus dipacu dan dimotivasi dengan berbagai cara agar mau menyumbangkan tenaga, dana dan pikirannya untuk berkiprah dalam pembangunan. Upaya memotivasi juga tidak dilakukan dengan sambil lalu. Tetapi harus dengan perencanaan yang mantap dan matang, serta aktivitas yang terus menerus.

Sebagai maneger pembangunan, seorang Kepala Daerah katanya harus mampu menggali berbagai potensi sumber daya agar menjadi kekuatan riel untuk mendukung pembangunan. Dalam rangka inilah katanaya lagi, seorang Kepala Daerah harus mampu membaca peta kekuatan yang ada di wilayahnya. Dimana, menurut Pak Djabanten, kekuatan-kekuatan itu baik fisik maupun sosial dikerahkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Sebagai pembangun masyarakat, kata Pak Djabanten seorang Kepala Daerah harus mempunyai kemampuan untuk mengaktualisasikan potensinya sendiri, seerta mempunyai prakarsa dan kreativitas yang bermanfaat bukan untuk dirinya saja. Tapi untuk semua masyarakat yang dipimpinnya. Kepala Daerah, harus menciptakan iklim dimana masyarakat bisa mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya. Baik potensi sosial intelektual, mental spiritual , maupun fisiknya secara optimal.

Di luar alam masih saja tidak bersahabat dan dingin mulai merambat. Aku pun asyik terus dengan pemaparan Pak Djabanten yang kupikir sangat memikat.

Seorang Kepala Daerah, menurut Pak Djabanten harus mampu memerankan tiga prinsip yang menjadi dasar bagi seorang pemimpin. Pertama, dia harus seorang yang konsisten, kedua dia juga harus konsekwen dan ketiga dia harus memiliki sikap dan karakter mengayomi. Konsisten artinya tetap teguh pada pendiriannya dalam bagaimana pun keadaannya. Konsekwen artinya, dia sanggup menerima resiko dari pendiriannya. Meskipun, katanya, dia harus tetap menyadari sikap konsekwennya itu perlu dipegang teguh apabila dia yakin bahwa pendiriannya itu benar dan akan membawa kebaikan pada yang dipimpinnya.

Dalam memerankan prinsip yang ketiga, mengayomi, menurut Pak Djabanten seorang Kepala Daerah harus memeberi perlindungan dan keteguhan. Sehinga, semua pihak yang dipimpinnya selalu merasa aman dan tenteram dalam perlindungannya. Dia mengayomi yang pada dasarnya mengandung rasa tanggung jawab, yakni kesediaan menanggung segala akibat yang dijalankan oleh pengikutnya dalam rangka memenuhi perintah-perintah atau ajakan si Bupati. Untuk mencegah kemungkinan tertimpanya beban berat akibat tindakan-tindakan yang merugikan si Bupati sekaligus untuk mencegah penyimpangan dalam pelaksanaan tugas, seluruh pihak harus dibimbing agar tindakannya tidak menyimpang dari tujuan yang ditetapkan.

“Selain, seorang Kepala Daerah harus memiliki sifat-sifat adil, arif, bijaksana, penuh prakarsa, percaya diri, ulet, jujur, berani, mawas diri, berani mengambil keputusan, dan komunikatif”, kata Pak Djabanten. Dia kulihat lega sekali setelah mengucapkan kata itu dan aku masih saja diam karena terpana pada pernyataannya.

Pak Djabanten menambahkan, seorang Bupati harus benar-benar memperhatikan semua lapisan yang dipimpinnya. Dia juga harus peka untuk membaca keinginan-keinginan dan memberi rasa keadilan kepada segenap lapisan yang dipimpinnya. Prinsip konsisten dan pendirian yang konsekwen dilaksanakannya sepanjang semua pihak menganggap bahwa prinsip dan pendirian yang dianut Bupati itu sesuai dengan aspirasi yang dipimpinnya. Jadi, Bupati Simalungun yang sekarang harus konsisten dan konsekwen bukan dengan menggunakan tolok ukur kebenaran menurut versinya. Tapi dia, kata Pak Djabanten, harus melihatnya dari kacamata seluruh anak negeri dan seluruh stafnya.

Kata Pak Djabanten, seorang Kepala Daerah harus memiliki prinsip dan berpegang teguh pada pencapaian tujuan. Tapi dalam prakteknya, dia juga harus menyesuaikan berbagai hal agar pencapaian tujuan itu bisa lebih efektif. Dia pun merupakan seorang administrator pembangunan yang menanagani dan meneggerakkan serta menegarahkan pembangunan untuk mencapai sasaran yang ditetapkan. Sementara, dia juga kata Pak Djabanten, harus menyadari bahwa sasaran pembangunan merupakan hasil konsensus dari seleuruh unsur yang ada di tengah-tengah anak negeri yang dipimpinnya.

Praktek menunjukkan, katanya, kondisi lapangan dalam memimpin akan memudahkan si pemimpin dalam mempengaruhi perilaku masyarakat yang dipimpinnya. Lebih-lebih dalam masyarakat modren yang cara berpikirnya kritis, perlu ada pendekatan-pendekatan khusus agar arahan-arahan yang ddiberikan masuk dalam logika mereka. Di samping itu, perlu juga memperhatikan struktur masyarakat, tradisi dan kondisi lingkungan sosial mau pun geografis dimana si pemimpin bertugas. Karena itulah, Bupati Simalungun yang sekarang menurut Pak Djabanten perlu terus menerus berdialog dan berintegrasi dengan masyarakatnya. Agar melalui dialog dan integrasi itu menghasilkan konsensus-konsensus menganai tujuan dan arah gerak masyarakat itu sendiri, katanya.

“Bupati Simalungun yang sekarang harus menyadari bahwa dalam proses semua itu, tugas utamanya adalah mengarahkan dan meluruskan apabila ada arahan yang menyimpang dari arahan yang lebih besar. Disini dibutuhkan seni kepemimpinan, dimana dia menyusun komposisi yang pas antara pencapaian tujuan dengan kondisi riel masyarakat. Sekaligus menampung aspirasi yang berkembang dalam masyarakat”, kata Pak Djabanten.

Pak Djabanten kemudian diam. Ketika mendadak petir membahana, aku kaget dan tersentak, sedang Pak Djabanten tetap tenang bahkan tenang sekali dan kalem. Sorot matanya tajam sekali mengarah kepadaku, dan dipandangi begitu aku pun jadi merasa kikuk dan salah tingkah.

Bupati Simalungun yang sekarang, harus mampu menghantarkan seluruh anak negerinya ke alam kesejahteraan, kata Pak Djabanten melanjutkan. Meski pun, katanya, ada dua tantangan besar yang dihadapinya. Pertama, dampak dari era globalisasi dan kedua, perubahan cara berpikir masyarakat Simalungun sekarang yang merupakan hasil perubahan sosial karena pembangunan nasional.. Jadi jangan menganggap keadaan itu masih sama dengan masa beberapa tahun sebelumnya.

Bupati Simalungun yang sekarang, katanya, harus menyadari dampak globalisasi yang sememang dapat memperlemah wawasan kebangsaan. Sementara, perubahan cara berpikir menuntut tidak saja hak-hak fisik tetapi juga menyangkut hak-hak sipil warga yang mencakup hak-hak sosial (minta dihargai) dan hak-hak politis (diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan)

Tantangan-tantangan tersebut mengharuskan Bupati Simalungun yang sekarang harus tetap konsisten dengan pendirian yang menyangkut keutuhan negara. Namun, dia harus lebih aspiratif dalam upaya mencapai tujuan nasional. Dengan demikian dia pun tetap bersikap integratif dan mengembangkan pola-pola kepamongan. Prinsip-prinsip utama baginya adalah keberpihakan kepada seluruh anak negeri yang dipimpinnya. Sehingga dia bersedia mengasuh, melayani dan membimbing dengan sikap arif untuk mencapai tujuan bersama.

Di luar hujan masih terus saja berderai. Berderai dan terus berderai. Aku tak tahu dari mana saja air begitu banyak tercurah ke bumi. Yang aku tahu, malam terus merangkak dan sekarang sudah menjadi garang. Angin tidak hanya berhembus sepoi, tapi bagaikan berang melibas daun-daunan. Entah mengapa, aku ingat pada peristiwa lahirnrya ungkapan Habonaran do Bona di Bumi Simalungun. Ngeri. Bulu kudukku merinding. Pikiranku pun menerawang pada almarhum Radjamin Purba yang pernah memimpin Simalungun, pada almarhum Pdt J Wismar Saragih, pada Haji Ulakma Sinaga. Juga pada Raja Kerajaan Purba, Pangultopultop. Padahal, semuanya tidak pernah aku kenal secara fisik. Aku cuma pernah mendengar kisah-kisah mereka dari tokoh dan tetua Simalungun seperti D Kenan Purba. Padahal, Pak Kenan Purba sendiri sudah lama sekali mati.

Aku beranjak dari dudukku. Dengan sangat hati-hati aku katakan pada Pak Djabanten, bahwa Bupati Simalungun yang sekarang, JR Saragih, tak perlu digurui apalagi diingatkan. Dia itu, kataku, bukan orang sembarangan dan bukan sembarangan orang. JR Saragih, kataku, tidak cuma seorang cerdas dan brilian, tapi juga punya ide cerdas dan cemerlang. Apalagi, dia merupakan seorang doktor. Doktor dalam bidang disiplin ilmu pemerintahan pula, kataku.

Wajah Pak Djabanten berubah. Tak lagi cerah seperti sejak tadi aku diceramahinya. Aku menyesal mengucapkan kalimat-kalimat yang barusan kusampaikan. Mendadak Pak Djabanten menghardikku keras dan garang. Katanya, biar cerdas, brilian dan berotak cemerlang, semua kita harus saling mengingatkan. Tak ada yang pintar kalau jalan sendiri-sendiri katanya, dan siapa pun harus diingatkan agar tidak tergelincir. Aku diam termangu dan membenarkannya. Apalagi, kata Pak Djabanten kritik diperlukan dalam pembangunan.

Tiba-tiba aku terpelanting dari kursiku. Tubuhku menghempas ke lantai. Bagian punggungku terasa nyeri. Ketika kugosok-gosok kelopak mataku, arus listrik sudah kembali tersambung di rumahku. Hujan pun telah reda. Petir tak lagi membahana. Hanya deraian air Bah Bolon di belakang rumahku yang terdengar mengalir deras. Menghempas.
JR Saragih dan Perubahan
Tiba-tiba saya teringat JR Saragih. Jopinus Ramli Saragih, selanjutnya saya sebut JR saja. Mantan tentara, dan sekarang Bupati Simalungun. Dan, barangkali hanya hitungan jari sebelah tangan saja mantan tentara di tanah air yang terpilih menjadi Kepala Daerah di era reformasi ini. Salah seorang di antara yang hanya dalam hitungan jari sebelah tangan itu adalah JR.

JR jago. Jago sekali pun. Suami dr Ernita Anggraeni Tarigan SpKK itu hanya lulusan SD, SMP dan SMA sore. Bahkan S1, S2 dan S3-nya diperrolehnya dari perguruan tinggi yang tidak populer. Saya sendiri lupa dari PT mana segala macam gelar akademisnya tadi digondolnya. Pernah saya baca lewat beberapa publikasi, tapi karena jarang disebut-sebut saya jadi lupa. Aneh memang saya ini. Kalau tak ingat bisa jadi lupa.

JR termasuk cepat ditinggal mati bapaknya yang juga tentara. Ibundanya, N Boru Sembiring Meliala menikah lagi dengan orang lain dan menetap di Tanah Karo. JR pun dibawa Oppungnya – orang tua bapaknya – ke Desa Hapoltakan Kecamatan Raya. Disanalah JR seperti anak-anak lain hidup dengan keseharian yang sangat sederhana. Waktu –waktu luang di masa kecilnya, JR kerap dibawa Oppungnya ke ladang untuk memetik biji kopi. Kebun Oppungnya dulu berada di kawasan kantor-kantor SKPD Pemkab Simalungun sekarang.

“Disanalah saya kerap memetik biji kopi untuk dijual kepasar”, pernah dikatakannya mengenang masa lalunya.

Tapi kehidupan bersama Oppung Borunya tidak berlangsung lama. Sang Oppung Boru memenuhi panggilan Illahi di saat JR masih sangat membutuhkan kasih sayangnya. JR pun kembali bersama ibundanya di Desa Kuta Mbaru, Kecamatan Munthe, Tanah Karo sana . Di kampung ibundanya ini JR masih (tetap) hidup dengan kesederhaan kalau tak bisa disebut melarat. Di kelas VI SD , JR menthok untuk mengikuti pelajaran di sekolahnya. Dia pun mulai berpetualang hingga terdamapar di Terminal Siantar. Terdampar di Terminal Siantar. Kadang terkapar.

Disini JR mulai menempa hidup yang sesungguhnya. Menyemir sepatu (orang lain), memebersihkan bis, sampai menjadi pembantu kondektur dilakukannya demi sesuap nasi. Perkara tidur dimana tak pernah soal bila malam menjelang dan keletihan menyelimuti tubuhnya yang kurus. Nasib baik kemudian, JR bisa menjadi kondektur bis Makmur jurusan Medan – Jambi. Ketika menjadi kondektur bis Makmur inilah dia kemudian mengenal Terminal Teladan Medan.

Tidak seperti kebanyakan anak terminal lainnya, JR selalu tekun, taat dan setia pada pekerjaannya. Juga rajin, tangkas dan ringan tangan. Sehingga, tak heran jika banyak orang yang bersimpati kepadanya. Seorang di antara orang-orang terminal itu pun menyarankan agar JR kembali saja ke kampng ibundanya untuk menyelesaikan SD-nya yang sempat terbengkalai.

Di Kuta Mbaru (lagi) JR pun menyelesaikan SD sekaligus SMP-nya., sambil melakoni keseharian yang bersahaja. Memeliahara ayam, kuda, juga memelihara ikan di kolam dilakukannya bersama neneknya, mamaknya mamaknya. Termasuk, bekerja sebagai montir televisi yang waktu itu masih hitam putih sekaligus montir sepeda motor.

Selesai SMP di Kta Mbaru, JR pun berangkat ke Jakarta . Ada tersimpan tekad yang kuat dan membara di dadanya. Belantara beton Jakarta yang lebih kejam dari ibu tiri ditaklukkannya meski pun dia harus menjadi penggali pasir di tangkahan milik orang lain. Satu hal yang tetap dilakukannya meski pun berstatus sebagai kuli penggali pasir, JR tetap mengikuti pendidikan di salah satu SMA swasta di Jakarta sana . Sebab memang, agaknya dia tahu kemajuan hanya bisa digapai lewat pendidikan (saja)

Akhir cerita, JR pun berhasil menjadi tentara dan ditugaskan di Sub Denpom III/3 Purawkarta Jawa Barat. Karirnya terus menanjak, hingga meraih pangkat Letnan Kolonel CPM. Sementara pendidikan yang diraihnya bisa jadi sarjana hukum, magister manajemen pemerintahan sampai doktor dalam bidang pemerintahan. Luar biasa. Tak banyak orang seperti JR.

Bernasib Mujur

Ada banyak hal yang mempengaruhi bagaimana JR bisa terpilih menjadi Bupati Simalungun tempo hari. Pertama, dia cerdas untuk menggandeng Nuriaty Damanik sebagai wakilnya. Kalau saya kian dibuatnya menjadi calon Wakil Bupati Simalungun, saya bisa jamin JR tidak akan terpilih. Ke laut ! Orang yang berniat akan memilih JR kian akan mengurungkan niatnya. Tak usahlah cerita.

Nuriaty itu orang yang punya pengikut di Simalungun ini. Selain, istri Syahmidun itu pun punya pengaruh yang sangat kuat dan berakar. Semula, kalau tak salah, Nuriaty hanya bidan atau perawat doang di RSU Dr Djasamen Siantar. Tapi ketika suaminya Syahmidun berkuasa di Simalungun sebagai Ketua DPRD, Nuriaty beralih menjadi tenaga struktural di Pemkab Simalungun. Artinya, baik Syahmidun mau pun Nuriaty merupakan orang-orang yang pintar dan cerdas memanfaatkan peluang. Jangan silap, Syahmidun merupakan seorang alumni Tarpadnas sekaligus Lemhanas. Dia sesungguhnya adalah politisi (tingkat) nasional yang tinggal di daerah. Dan, tak terlalu keliru jika disebut Nuriaty adalah personafikasi Syahmidun.

Kedua, waktu pemilukada tempo hari, banyak orang yang tak suka pada Zulkarnaen Damanik. Makanya, orang ramai-ramai menjatuhkan pilihan pada JR. Ketiga, Syamsudin Siregar cukup banyak meraih suara yang seyogianya adalah suara untuk Zulkarnaen. Akibatnya, perolehan suara untuk Zulkarnaen jeblok dan otomatis membuat perolehan suara untuk JR melonjak. Dan keempat, JR memiliki heli yang digunakannya saat kampanye. Orang ramai pun jadi terpesona dan terbuai hingga JR-JR-an.

Makanya, saya pun mau mengatakan, JR bisa menjadi Bupati Simalungun hanya karena bernasib mujur. Dia memang jago dan jago sekali pun. Cuma orang yang kurang waras saja yang mengatakan JR tidak jago. Sudah jago, bernasib mujur pula. Dewi Fortuna acap berpihak kepadanya.

Ulat ke Kepompong

Sejak awal dalam jargon kampanyenya, JR mengkibarkan akan membawa agenda perubahan, rakyat diutamakan. Secara matematis menurut saya, tak ada pengaruhnya jargon itu untuk menghantar JR menjadi Bupati Simalungun. Cuma seperti yang saya katakan tadi, JR bernasib mujur, cerdas menggandeng Nuriaty sebagai wakilnya, orang tak suka pada Zul, Syamsudin menggembosi suara Zul dan JR punya heli yang kerap terbang kesana kemari.

Tapi memang, begitu jadi Bupati Simalungun, JR langsung menunjukkan hobbynya pada perubahan itu Hari pertama setelah dilantik (29 Oktober sementara dia dilantik 28 Oktober 2010), JR langsung merubah posisi 6 pejabat Eselon II di lngkungan Pemkab Simalungun. Kawan saya almarhum Revanus Sormin (sekarang sudah almarhum) misalnya digantinya sebagai Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Alasan penggantian Revanus menurut JR karena yang bersangkutan sudah memasuki batas usia pensiun. Menjadi aneh bagi saya dan tak benar untuk berubah, karena pengganti Revanus adalah Anna Girsang yang nyatanya juga sudah memasuki batas usia pensiun.

JR pun nampaknya, sangat mengidolakan kata perubahan. Bahkan barangkali pun, dia memang suka yang berubah-ubah. Dalam hitungan hari dan minggu atau bulan saja pun, banyak sekali yang diubahnya posisi dan kedudukan para PNS di Pemkab Simalungun. Kawan saya Ubahman Sinaga yang mantan Camat Raya misalnya, sejak Nopember tahun lalu sampai sekarang sudah lima kali mengalami perubahan posisi jabatan. Juga, Boru Marbun yang sempat Camat Parapat itu. Termasuk, beberapa camat yang diubah-ubah tempat tugasnya.

Binsar Situmorang juga, semula tak punya posisi apa-apa lantas didudukkan JR sebagai Asisten III. Tapi dasar suka pada perubahan, tak selang beberapa bulan sudah dirubah lagi posisi Binsar menjadi salah seorang Kepala Dinas. Begitu juga Gideon Purba, Alben Turnip, Jhonny Saragih, Jhonny Siahaan, Hia, Halomoan Purba, Zulkarnaen Nasution, akh teralalu banyak untuk diurai disini. Terlallu banyak dan kalau mesti saya paparkan tak akan cukup halaman ini.

Tapi, JR agaknya juga suka pada perubahan dalam arti luas. Kantor Bupati yang selama ini pun sekarang sudah dirubahnya fungsinya. Dikosongkan, dan dipindahkan ke gedung lain. Padahal, Kantor Bupati itu dibangun dengan dana puluhan miliar. Kantor BKD, juga dirubah JR yang katanya kelak akan dibuat menjadi Rumah Sakit. Begitu juga Kantor Bappeda, Kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Asset Daerah. Yang paling parah, JR juga merubah fungsi jalan menjadi bangunan kantin. Saya jadi kaget setengah hidup, koq ruas jalan malah dijadidkan tempat untuk mendirikan kantin.

Cerita perubahan, terlalu banyak yang dirubah JR sejak dia menjadi Bupati Simalungun. Muak saya rasanya untuk mengurai disini, karena barangkali juga Anda – Pembaca - boleh jadi ikut-ikutan menjadi muak dan bisa muntah. Apalagi ketika JR merubah Kepala Dinas Pertanian Hamdan Nasution menjadi Amran Sinaga. Padahal, Amran ketika dirubah berstatus tersangka pula.

Yang saya pahami, perubahan adalah perbaikan tatanan kehidupan dari kondisi sebelumnya ke kondisi yang baru. Dari yang tidak baik menjadi lebih baik. Dari yang tidak sempurna menjadi yang lebih sempurna. Perubahan, tidak hanya dalam bentuk. Tapi terutama adalah dalam soal sikap dan mental. Dan memang, harus ada perubahan, setidaknya melalui adaptasi. Dinasaorus misalnya, menjadi tidak ada lagi karena tidak berubah. Bunglon, justru menjadi bunglon karena berubah (warna) Dan yang lebih penting menerut saya, perubahan tidak penting dari siapa kepada siapa. Tapi dari apa menjadi apa. Lantas selanjutnya, bagaimana..

Peristiwa metaformosa, juga merupakan suatu perubahan. Dari ulat menjadi kepompong. Dari kepompong, menjadi kupu-kupu. Saya tidak pernah tahu, ada kupu-kupu jadi kepompong dan ada kepompong menjadi ulat. Lantas, merubah Kepala Dinas Pertanian dari Hamdan Nasution menjadi Amran Sinaga bukankah bagai perubahan kupu-kupu menjadi kepompong ? Meski pun sebenarnya ada prinsip, perubahan tidak mementingkan dari siapa menjadi siapa.

Ahai, perubahan. Saya sangat sependapat dengan perubahan. Sebagai warga Simalungun pun, saya berada di garda terdepan untuk bersama-sama JR untuk melakukan perubahan di negeri ini. Tapi harap dicacatat : Saya tidak setuju bila perubahan dilakukan dengan sewenang-wenang bahkan dengan kelalilam. Merubah peraturan yang berlaku misalnya, dengan cara dan selera sendiri. Misalnya, mengangkat Kepala Sekolah dengan sistem voting padahal ada Peraturan Mendiknas untuk itu. Merubah jabatan dan kedudukan PNS dengan selera dan unsur suka atau tidak suka, padahal ada Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian PNS dari Jabatan Struktural yang diatur dalam suatu Peraturan Pemerintah.

Saya barangkali, orang yang sangat sependapat dengan perubahan yang diagendakan JR pada kepemimpinannya di Simalungun ini. Tapi harap diingat, perubahan yang dilandasi dan dipayungi oleh peraturan. Bukan merubah peraturan tentang pengadaan barang dan jasa yang sudah ada ketentuannya dengan cara sendiri-sendiri. Bukan pula merubah fungsi hutan, bahkan bukan pula merubah dari yang harus ditenderkan dengan tidak didtenderkan.

Akh, Tuhan. Kapankah Kau ubah. Agar wajah ini tak lagi gelisah. Resah dan mendesah ?