Kamis, 30 Juni 2011

Sertifikasi Guru Siantar dan Kutipan Liar

Oleh : Ramlo R Hutabarat


Kata sertifikat, sudah jamak sekali diketahui orang. Secara umum, artinya adalah alat bukti hak. Yang paling populer adalah sertifikat tanah. Artinya adalah, alat bukti hak atas tanah. Tapi sebenarnya, ragam dan banyak sekali jenis dan macam sertifikat. Ada Sertifikat Badan Usaha Jasa Konstruksi, ada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), ada sertifikat pendidikan keterampilan, dan terlalu banyak lagi macam dan jenis sertifikat yang rasanya tak perlu diurai disini.

Ada lagi yang disebut Sertifikat Kompetensi untuk berbagai profesi. Dokter misalnya, harus memiliki sertifikat ini sebagai tanda pengakuan terhadap kemampuannya untuk menjalankan praktek kedokteran di seluruh Indonesia. Untuk dokter spesialis ditetapkan oleh kolegium terkait. Sedangkan untuk dokter praktek umum ditetapkan oleh Kolegium Dokter dan Dokter Keluarga Indonesia (KDDKI)

Guru juga memiliki sertifikat. Berdasarkan Undang-undang namanya Sertifikat Pendidik. Pendidik disini maksudnya adalah guru dan dosen. Sementara yang dimaksud dengan guru adalah guru kelas, guru mata pelajaran, guru bimbingan dan konseling, dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan. Dengan pemberian sertifikat, ada proses pembuktian profesionalismenya. Artinya, guru yang telah memiliki sertifikat sudah sendirinya adalah seorang profesional.

Pemberian sertifikat pada guru harus melewati suatu proses yang disebut sebagai sertifikasi. Pemberian sertifikat ini, diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2011 yang diterbitkan pada 10 Maret 2011. Artinya, sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standart profesional guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktek pendidikan yang berkualitas.

Proses sertifikasi dilakukan bertujuan untuk menentukan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Juga untuk meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan, meningkatkan martabat guru, serta untuk meningkatkan profesionalisme guru.

Sementara, jika guru telah memiliki sertifikat akan bermanfaat untuk melindungi profesi guru dari praktek-praktek yang tidak kompoten yang dapat merusak citra profesi guru, melindungi masyarakat dari praktek-praktek pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak profesional, serta untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Artinya, pendapatan guru yang telah memiliki sertifikat sudah pasti berbeda dengan pendapatan guru yang belum atau tidak memiliki sertifikat. Dan karena itulah, sudah pasti semua guru di tanah air berminat dan berambisi untuk mendapatkan sertifikat. Dan, sertifikat ini cuma bisa didapatkan setelah melalui proses sertifikasi.

Kasus Siantar

Kota Pematangsiantar di bawah kepemimpinan Hulman Sitorus dan Koni Ismail Siregar, memiliki 7 misi dalam rangka membangun daerah ini. Misi kelima adalah menguatkan sistem ekonomi, kualitas pendidikan dan kesehatan pada masyarakat marginal. Untuk mewujudkan itulah, Walikota dan Wakil Walikota Pematangsiantar melakukan terobosan seperti yang dijanjikannya pada musim kampanye tempo hari.

Secara khusus, dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di kota ini, Hulman dan Koni memprogramkan pemberian beasiswa bagi yang menempuh pendidikan pada sekolah swasta (SD, SMP, SMA) serta PTN. Juga pemberian bantuan biaya pendidikan sebesar 50 persen bagi tenaga pendidikan (guru) untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang S1 dan S2. Termasuk, peningkatan kualitas proses belajar mengajar dengan memberikan insentif sebesar Rp 5.000 per jam mengajar, serta pemberian bonus bagi tenaga pendidik sebesar Rp 1 juta per orang per tahun.

Sayangnya, sepanjang yang saya ketahui, program Hulman – Koni yang tertuang dalam misinya tadi sampai sekarang hanya ada di atas kertas. Artinya, program itu hanya ada dalam janji kampanye yang tidak (akan) dilakukannya sama sekali. Biasalah memang, janji pemimpin hanya janji dalam kamapanye semata. Tak perlu dipertanyakan kenapa dan tak perlu pula janji yang tak ditepati ini menyebabkan sakit hati. Terutama tentu, bagi warga yang memilih pasangan ini.

Hulman dan Koni, saya cermati memang belum menunjukkan kualitas dan kemampuannya membangun kota ini. Jangankan menepati janji-janjinya, menertibkan aparatnya pun secara khusus di sektor pendidikan Hulman dan Koni tidak memiliki kemampuan. Padahal, di sisi lain keduanya memprogramkan peningkatan kualitas pendidikan.

Sampai sekarang, di Kota Pematangsiantar ada 158 SD, 42 SMP, 29 SMA dan 37 SMK. Murid SD ada 31.963 dengan guru 1. 485, murid SMP 18. 620 dengan 1.299 guru, murid SMA 16. 318 dengan guru 1.027, dan murid SMK 13. 520 dengan guru 1. 176 orang. Plus seluruh guru di kota ini berjumlah 4. 967 orang (Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka 2006)

Dari 4. 967 orang guru di Pematangsiantar itu, hingga sekarang yang telah memiliki sertifikat masih 1.299 orang. Menyusul diprogramkan tahun ini sebanyak 868 orang guru lagi akan disertifikasi. Cobalah bayangkan bagaimana mutu dan kualitas pendidikan di kota ini bisa ditingkatkan seperti program Hulman – Koni, dengan kondisi riel yang seperti itu.

Proses sertifikasi guru ini pun, menurut berita surat kabar yang saya baca justru beraroma tak sedap berpotensi korupsi. Dan, Hulman – Koni pun tak bergeming. Sampai sekarang saya tidak mendapat tahu, berita yang dipublikasi salah satu surat kabar terbitan Siantar itu menjadi perhatian Hulman – Koni. Berita tadi dianggap sebagai angin lalu saja atau bagai anjing menggonggong kafilah berlalu. Padahal, sebagai pejabat publik keduanya harus tanggap dan responsif pada apa yang diberitakan surat kabar.

Supaya Hulman dan Koni tahu, sesungguhnya Kota Pematangsiantar tahun ini mendapatkan jatah 668 guru untuk disertifikasi. Namun belakangan, oleh Pempropsu jatah sertifikasi guru ditambah 200 orang lagi sehingga jumlahnya menjadi 868 orang. Penambahan ini bisa terjadi, karena ada beberapa daerah di Sumatera Utara yang tidak bisa melakukan sertifikasi itu. Sehingga, guru di kota ini mendapat tambahan jatah.

Sebagai seorang pemerhati pendidikan, saya sendiri spontan mengejar kebenaran pemberitaan surat kabar tadi. Apalagi, saya sendiri merupakan warga yang mendukung kepemimpinan Hulman – Koni. Saya berupaya mencari tahu ke Perguruan Pelita di Jalan Marihat, Perguruan Cinta Rakyat, juga ke Perguruan Budi Mulia. Intinya : Benarkah ada kutipan liar di Siantar berkaitan dengan sertifikasi guru ? Dan kalau benar, apa yang dilakukan Hulman – Koni terhadap pelakunya ? Lantas, siapakah oknum WH yang melakukan koordinasi untuk melakukan pengutipan liar tadi yang selalu melakukan pertemuan di rumah Boru Sinaga yang guru olahraga itu ?

Saya sendiri, tentu, tidak akan mengajari Hulman – Koni bagaimana melakukan penyelidikan atas informasi yang disampaikan salah satu surat kabar itu dalam bentuk berita. Mengajari Hulman – Koni dalam hal ini, bagai mengajari ayam untuk bertelur saja agaknya. Yang pasti, sebagai Walikota – Wakil Walikota, Hulman – Koni memiliki segala macam perangkat untuk itu. Inspektorat misalnya atau yang lain. Boleh jadi juga barangkali, Satpol PP.

Yang pasti, paparan ini pun tidak akan saya tulis jika saya tidak bisa membuktikan adanya kutipan liar dengan dalih sertifikasi guru itu. Kalau saya tidak bisa membuktikannya, tulisan ini saya pikir bisa digolongkan sebagai fitnah. Dan kata orang-orang bijak : Fitnah lebih kejam dari pembunuhan !
(HP : 0813 6170 6993 Email : ramlo.hutabarat@yahoo.com)______________________________________

Selasa, 21 Juni 2011

Antara Binton Tindaon dan JR Saragih

Oleh : Ramlo R Hutabarat


Menyebut nama Binton Tindaon, orang Simalungun nyaris semua tahu. Dia sekarang menjadi Ketua DPRD Simalungun dan bermukim di Perdagangan. Politisi Partai Golkar, yang dibesarkan Syahmidun Saragih. Bukan cuma Partai Golkar Simalungun yang pernah dibesarkan Syahmidun, tapi juga Binton Tindaon. Tak terlalu salah jika dikatakan, mulai merangkak hingga menetek Binton Tindaon dibesarkan Syahmidun. Kalau sekarang Binton durhaka pada Syahmidun, itu lain soal. Agaknya politisi banyak yang bersikap seperti itu.

JR Saragih, juga nama yang tak asing di Simalungun. Sekarang dia menjadi Bupati Simalungun, setelah dipilih langsung oleh anak negeri pada pemilukada 2010 lalu. Namanya berkibar di daerah ini pada musim kampanye pemilukada lalu, antara lain karena menggunakan helikopter saat kampanye. Biasalah. Karena bagi anak negeri Simalungun pesawat heli masih populer, lantas dipilihlah dia menjadi bupati. Orang pikir, kalau memiliki pesawat heli sudah barang tentu akan memimpin dengan baik dan benar.

Saya tidak tahu bagaimana proses politiknya hingga Binton Tindaon terpilih menjadi Ketua DPRD Simalungun. Yang saya tahu, di DPRD Simalungun ada beberapa politisi yang terbilang senior. Sebut misal nama Timbul Jaya Sibarani, dan Hj Nuryati Damanik yang sekarang Wakil Bupati Simalungun. Tapi begitulah. Binton Tindaon juga yang ditetapkan menjadi Ketua DPRD Simalungun. Yang pasti, Binton ditetapkan menjadi Ketua DPRD Simalungun, karena dia berasal dari Partai Golkar. Kalau Binton berasal dari partai lain, sudah jelas bukan dia yang menjadi Ketua DPRD Simalungun, sekarang.

Maka sekarang, jadilah Binton Tindaon Ketua DPRD Simalungun, dan JR Saragih Bupati Simalungun. Dalam peraturan perundangan yang berlaku, kedua lembaga ini memiliki fungsi masing-masing, meski pun tidak bisa jalan sendiri-sendiri. Kerjasama dan kemitraan perlu dibangun dan dikembangkan pada kedua lembaga ini, karena apa pun fungsi yang dijalankan pada gilirannya adalah untuk mensejahterakan masyarakat.

Bukan untuk menggurui, saya sekadar ingin mengingatkan saja. DPRD Simalungun yang sekarang dipimpin Binton Tindaon, antara lain bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga eksekutif yang sekarang dipimpin JR Saragih. Pengawasan itu meliputi pelaksanaan Peraturan Daerah dan peraturan perundangan, pelaksanaan Keputusan Bupati Simalungun, pelaksanaan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) , kebijakan daerah dan pelaksanaan kerjasama internasional di daerah. Juga, menampung dan menindaklanjuti aspirasi Daerah dan masyarakat.

Jadi tegasnya, DPRD Simalungun yang sekarang dipimpin Binton Tindaon bertugas antara lain melakukan pengawasan terhadap lembaga eksekutif yang sekarang dipimpin JR Saragih. Meski pun, pengawasan yang bersifat politik, bukan pengawasan teknis mau pun administratif. Sebab DPRD adalah lembaga politik. Tegasnya, harus jelas siapa mengerjakan apa dan bagaimana caranya.. Muaranya tetap untuk menjalankan kepentingan publik, bukan untuk kepentingan kelompok atau golongan tertentu.

Tapi apalah mau dikata dan bagaimana. Ketika Binton Tindaon secara nyata-nyata memposisikan diri sebagai bagian dari eksekutif, anak negeri hanya bisa gigit jari. Misalnya, dalam suatu Sidang Paripurna DPRD Simalungun tempo hari, Binton mendadak menjelaskan kepada seorang anggota DPRD tentang kebijakan Bupati Simalungun yang menggonta-ganti PNS dalam menduduki jabatan struktural. “Itu hak preogratif bupati”, kata Binton tiba-tiba. Meski pun barangkali Binton sendiri tidak paham apa yang dimaksud dengan Hak Preogratif.

Ketika Binton menyampaikan kalimat itu, saya sendiri sebagai warga Simalungun menjadi resah mendesah. Ini pertanda sudah ada yang tidak beres. Bahkan, saya menilainya sudah pada tingkat bahaya. Bahaya bagi anak negeri Simalungun tentunya. Ketika Binton Tindaon yang Ketua DPRD Simalungun itu sudah memposisikan dirinya sebagai juru bicara JR Saragih yang Bupati Simalungun. Sudah bersikap sebagai juru bicara, salah pula. Setidaknya, Binton tidak memahami apa yang dikatakannya. Asal ngucap. Ngucap asal. Padahal setahu saya, dulunya Binton itu guru. Lagi pula, menjadi sia-sialah ajaran Syahmidun Saragih padanya.

Antara DPRD sebagai lembaga legislatif dengan Pemkab sebagai lembaga eksekutif memang memiliki fungsi masing-masing. Meski pun, keduanya tidak berjalan sendiri-sendiri. Kerjasama dan kemitraan perlu dibangun dan dikembangkan karena apa pun fungsi yang dijalankan pada gilirannya adalah untuk mensejahterakan masyarakat.

Bahwa antara DPRD Simalungun dengan Pemkab Simalungun memang dibutuhkan ‘kemesraan’. Sepanjang, ‘kemesraan’ itu tidak dilakukan dalam segala hal atau digunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. ‘Kemesraan’ antara legislatif –eksekutif seharusnya dipandang dari sudut pandang yang cermat, dalam kerangka bagi kepentingan kemajuan daerah. Artinya, eksekutif dan legislatif tidak harus selalu berada pada posisi yang berseberangan dan saling ngotot.

Justru tidak menguntungkan jika legislatif dan eksekutif selalu berada dalam situasi yang berseberangan, seperti di Siantar. Sebab, dalam kondisi seperti itu kerja sama kedua lembaga akan sulit disenergikan untuk kemajuan pembangunan daearah secara berdayaguna dan berhasilguna. Jadi, kemesraan yang nampak itu jangan dinilai dalam segala hal sehingga menimbulkan rasa curiga apalagi buruk sangka. Kedudukan DPRD yang sejajar dan menjadi mitra Pemerintah Daerah dimaksudkan untuk menciptakan hubungan kerja yang harmonis, stabil dan demokratis.

Binton dalam pandangan saya, sebenarnya harus memposisikan diri sebagai Ketua DPRD, dimana kepentingan yang yang dilakukannya adalah kepentingan seluruh anak negeri Simalungun. Jadi Binton ada untuk seluruh anak negeri. Apalagi, dia bukan Kepala apalagi Komandan DPRD, tapi jelas dan pasti hanya Ketua DPRD.

Seyogianya, Binton yang Ketua DPRD Simalungun itu mencermati kondisi riel yang sekarang terjadi dan ada di daerah ini. Di kalangan PNS misalnya, sekarang ada sekira 50-an orang yang berpangkat dan golongan IV, tapi tidak didudukkan dalam jabatan struktural. Suatu kondisi yang memilukan, dan mengharapkan perhatian khusus. Tidakkah Binton melihat hal ini sebagai suatu tragedi yang menggenaskan ?

Gonta ganti jabatan atau kedudukan di kalangan PNS pada jajaran Pemkab Simalungun yang sekarang ddilakukan JR Saragih, sebenarnya harus tidak luput dari perhatian Binton. Dia, sebagai Ketua DPRD mestinya mengambil langkah-langkah yang bersifat politis untuk mencegah terjadinya semacam kisruh di negeri ini. Banyaknya PNS yang tidak menduduki jabatan, boleh jadi melahirkan suatu situasi yang tidak menguntungkan daerah ini. JR Saragih sebenarnya, harus mencari jalan keluar. Bukan jadi tidak peduli seperti yang dilakonkannya sekarang.

Penonjoban PNS dari jabatan struktural yang tak sesuai aturan dilakukan JR Saragih, juga semestinya mendapat perhatian Binton Tindaon sebagai Ketua DPRD Simalungun. Apa boleh buat, sebagai Bupati Simalungun JR Saragih sudah melakukan pengangkangan dan pengingkaran terhadap aturan perundangan yang berlaku. Dan sebagai Ketua DPRD, Binton tidak perlu diajari apa yang harus dilakukannya jika seorang Kepala Daerah melanggar sumpah/ janji jabatan. Secara khusus dalam kasus ini, sikap DPRD Sumatera Utara terhadap Plt Gubsu Gatot, perlu dicontoh.

Harapan anak negeri pun terhadap keberpihakan DPRD di bawah kepemimpinan Binton Tindaon jangan dipediarkan hanya ada dalam mimpi semata. Binton harus sadar diri, bagaimana dan karena apa akhirnya dia bisa menduduki jabatannya sekarang sebagai Ketua DPRD Simalungun. Jangan hanya karena berharap mendapatkan ragam fasilitas dan kemudahan dari Pemkab Simalungun akhirnya Binton seolah lupa diri dan tutup mata dengan segala macam situasi yang terjadi.

Semua pihak di negeri ini berharap, agar antara Binton dan JR Saragih tidak terjadi ‘kemesraan’ yang pada gilirannya justru merugikan seluruh komponen yang ada. Semua komponen disini merasa sama-sama pemilik dan sama –sama punya hak. Bukan hanya milik Binton Tindaon dan JR Saragih saja !

Ramlo R Hutabarat HP : 0813 6170 6993 Email : ramlo.hutabarat@yahoo.com

Selasa, 14 Juni 2011

Cabai dan JR Saragih

Oleh : Ramlo R Hutabarat


Cabai, sering ditulis orang cabe, siapa lagi yang tak kenal. Tanpa cabai masakan sering terasa hambar. Hampir mirip dengan garam. Dan orang Indonesia dikenal sebagai pemakan cabai yang lahap. Waktu cabai pernah harganya melangit, dimana-mana orang kelabakan. Bahkan dari Istana Nagara pun, cabai diperbincangkan dalam suatu Sidang Kabinet. Tak kurang, Presiden Soeharto (waktu itu) ukut memperbincangkannya.



Sekarang ada cerita tentang cabai di Simalungun. Harganya pekan-pekan terakhir, anjlok melorot antara Ro 3000 sampai dengan Ro 3500 per kilogram di tingkat petani. Akibatnya gampang ditebak. Petani cabai yang jumlahnya banyak sekali pun di daerah ini resah gelisah. Mereka merugi, sebab sedikitnya harga cabai di tingkat petani idealnya minimal Rp 7000 agar petani mendapat untung. Sementara untuk membudidayakan cabai dibutuhkan uang Rp 1, 5 juta per rante.



Di Nagori Purba Sipinggan, Urung Purba dan Ujung Purba Kecamatan Purba misalnya, sekarang ada puluhan bahkan ratusan hektar tanaman cabai anak negeri. Tapi karena harga cabai melorot tajam,petani enggan untuk memanennya. Alasan mereka, biaya panen lebih besar dari harga jualnya. Alhasil, cabai mereka pun dipediarkan membusuk di lahan pertaniannya. Dari pada dipanen dan dijual tapi merugi untuk apa, memang.



Lantas tahukah Anda – Pembaca – berapa kerugian yang dialami anak negeri Simalungun petani cabai sekarang ini ? Saya tidak mendapat data resmi berapa hektar luas tanaman cabai di Simalungun. Kalau di Kecamatan Purba saja ada 100 hektar itu artinya Rp 1.500.000 x 25 x 100 = Rp 3.750.000.000. Suatu jumlah yang cukup fantastis bagi anak negeri, meski pun belum seberapa bagi koruptor sekelas M Nazaruddin anggota DPR – RI yang mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat



Lantas, JR Saragih, juga siapa yang tak kenal. Dia sekarang dipercaya anak negeri Simalungun sebagai bupati yang dipilih secara langsung pada pemilukada 2010 lalu. Orangnya kurus, selintas bagai kurang gizi. Padahal sebenarnya, dia merupakan seorang yang teramat cerdas bahkan barangkali berotak brilian. Meski pun tamat SD ketika sudah berusia 16 tahun, namun gelar doktornya diperolehnya dalam waktu yang sangat singkat. Barangkali, JR Saragihlah satu-satunya di muka bumi ini yang mampu menyelesaikan program doktor dalam hitungan bulan



Waktu masa kampanye pemilukada tempo hari, JR Saragih antara lain menggembar-gemborkan konsepnya jika dipilih menjadi Bupati Simalungun..Konsepnya itu disebutnya Gerakan Perekonomian Desa MANTAB. Maksudnya, Makmur perekonomiannya, Adil, Nyaman, Taqwa, Aman dan Berbudaya. Konsep ini didasarkan pada pendekatan kebutuhan riel masyarakat desa. Apalagi, 80 persen lebih penduduk Simalungun berada di pedesaan, katanya.



Lalu JR Saragih pun melanjutkan, waktu itu. Dia pun akan bertekad bulat dan kuat untuk menyelenggarakan dan mempercepat pembangunan infrastruktur antar desa, kecamatan hingga ke ibukota kabupaten. Selain untuk mempercepat urusan pemerintahan dan kebutuhan masyarakat, juga hasil pertanian anak negeri pun gampang untuk diangkut.



Masih menurut dia, lahan-lahan yang belum dimanfaatkan sesuai peruntukannya, akan direvitalisasi dengan sistem petahanan pangan dan dimanfaatkan secara maksimal. Sektor pertanian dalam artian luas akan diperhatikan secara khusus. Sebab, sektor pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan serta pariwisata merupakan sumber daya alam yang merupakan modal utama dalam pembangunan Simalungun, katanya lagi.



Masih cerita JR Saragih waktu tempo hari pingin dipilih menjadi Bupati Simalungun, pembangunan daerah ini akan diarahkan pada peningkatan perkapita melalui pertumbuhan ekonomi yang mengkedepankan pemerataan. Dengan begitu akan mengurangi kemiskinan serta mengurangi jumlah pencari kerja. Sementara katanya, peningkatan pendapatan daerah dilakukan dengan intensifikasi maupun ekstensifikasi. Juga, optimalisasi penerimaan dari hasil pajak daearah, retribusi daerah, hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipasarkan.



“Untuk itu investor harus dicari sebanyak-banyaknya, dan Perda-perda yang tak berguna direvisi saja. Sementara Perda-perda yang masih layak akan dikawal penerapannya”, katanya bersemanagat sekali.



Kalau dipilih menjadi Bupati Simalungun, JR Saragih katanya waktu itu, akan menciptakan iklim yang kondusif di sektor agribisnis dan pariwisata. Yang untuk itu, katanya, dia akan mengajak investor untuk menanamkan modalnya di daerah ini terutama di sektor agribisnis yang meliputi perkebunan, pertanian, industri dan pariwisata.



Yang paling nyaring diterompetkan JR Saragih waktu itu, kalau dia katanya dipilih menjadi Bupati Simalungun, efektivitas dan efisiensi pengadaan barang daerah akan ditingkatkan perencanaannya terlebih dahulu berdasarkan kebutuhan mendesak. Tidak akan sembarang membeli kalau cuma untuk bermewah-mewah, katanya ketikan itu. Termasuk, peningkatan modal seperti pembangunan, pengembangan, rehabilitasi, serta peningkatan sarana dan prasarana jalan, drainase, transportasi, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Semua untuk meningkatkan pelayanan umum secara optimal kepada masyarakat, katanya.



Fakta Sekarang



Janji-janji kampanye memang, sebenarnya hanya janji doang. Tak perlu kecewa atau bagaimana, jika janji-janji kampanye tidak pernah diwujudnyatakan. Namanya saja janji poliitik, si pemberi janji tidak merasa apa-apa kalau tak pernah ditepati. Kampanye tanpa janji terasa hambar,mirip makan tidak pakai cabai atau tidak pakai garam. Hambar.



Menilai JR Saragih sebagai Bupati Simalungun pun sekarang ini agaknya masih terlalu dini. Apalagi menjadi Bupati Simalungun pun dia sampai sekarang masih dalam hitungan jari tangan saja. Namun agaknya, karena masih dalam hitungan jari tangan inilah makanya JR Saragih harus dikritisi. Ini supaya dia tidak tergelincir dan terperosok ke jurang yang menganga dan dalam.



Yang menjadi fakta sampai hari ini adalah, JR Saragih masih asyik dengan gonta-ganti PNS untuk menduduki jabatan struktural. Lantas, membuat lapangan terbang, bukan menciptakan lapangan pekerjaan seperti yang dikatakannya tempo hari. Mendirikan perusahaan penerbitan pers milik sendiri, termasuk mendirikan stasiun radio sekaligus mendirikan statiun pemancar televisi. Juga mendirikan ruko di tanah miliknya di Sondi Raya, tidak bersama rakyat pemilik tanah.



Selebihnya, JR Saragih pun membeli beberapa kendaraan dengan uang rakyat untuk semua pimpinan DPRD. Merenovasi Guest House milik Pemkab Simalungun untuk Rumah Dinas Bupati, termasuk merenovasi Laboratorium yang dana pembangunannya berasal dari Kementerian Lingkungan untuk Rumah Dinas Sekdakab. Lantas, memindah-mindahkan kantor-kantor SKPD dari suatu tempat ke tempat lain, termasuk menggusur pengusaha kantin.



Akan halnya anak negeri Simalungun yang banyak sekali mengandalkan kebutuhan hidupnya dari hasil pertanian, masih dalam mimpi saja diperhatikan JR Saragih Kalau pun diperhatikan, paling-paling hanya ada dalam angan-angan. Konon pula mengupayakan peningkatan pendapatan anak negeri. Manalah sempat JR Saragih sebab masih terlalu banyak yang diperbuatnya untuk diri sendiri.



Sekiranya JR Saragih mau berpaling pada kondisi petani cabai yang sekarang kollaps akibat harga cabai yang melorot tajam, sebenarnya tak terlalu sulit untuk mengatasinya. Saya tentu tidak akan menggurui JR Saragih bagaimana mengatasi problem yang kini menyelimuti para petani cabau itu, sebab JR Saragih merupakan seorang yang cerdas, brilian dan barangkali pun jenius. Para Staf Akhli Bupati Simalungun saja tak mampu memberi telaah, konon pula saya.



Cuma kalau saya Bupati Simalungun, saya akan tugaskan pihak PD Agromadear untuk mencari jalan keluar problem petani cabai sekarang. Boleh jadi juga saya akan perintahkan pihak Dinas Perdagangan dan Perindustrian untuk mencari peluang pasar cabai Simalungun ke perusahaan-perusahaan mie instant yang banyak menggunakan cabai kering dalam kemasannya. Atau, saya akan undang investor untuk mendirikan perusahaan pembuat saos cabai di Simalungun. Atau juga, saya akan berupaya mencari dana untuk membangun semacam gudang pendingin tanaman sayuran termasuk cabai.



Sayangnya, saya bukan Bupati Simalungun. Saya hanya jurnalis, itu pun jurnalis yang kerap dipinggirkan. Apalagi saya tinggal dan bermukim di pinggiran Simalungun pula di Tepian Bah Bolon pada Kawasan Siantar Estate yang berbatasan dengan Kota Pematangsiantar. Makanyalah, saya tidak bisa berbuat banyak kecuali menulis. Ya, menulis meski JR Saragih tak pernah peduli. Saya memang akan terus menulis sebab kerja saya memang penulis. Sementara soal petani cabai yang sekarang menjerit histeris, saya pikir itu merupakan urusan JR Saragih !

_____________________________________________________________________
Ramlo R Hutabarat HP : 0813 6170 69993
Email : ramlo.hutabarat@yahoo.com_______________

Jumat, 10 Juni 2011

Mutasi dan Promosi di Pemkab Simalungun Timbulkan Misteri dan Teka-teki

Oleh : Ramlo R Hutabarat


Ada banyak hal yang pantas dan layak untuk dicatat setelah JR Saragih menjadi Bupati Simalungun. Layak dan pantas, karena menarik untuk dicermati. Meski pun, menarik bukan karena populis. Tapi justru karena unik dan barangkali pun nyentrik. Kebiasaan yang tidak biasa. Alhasil, melahirkan sesuatu yang boleh disebut sebagai luar biasa.

Salah satu di antaranya adalah kebiasaan JR Saragih untuk melakukan mutasi dan promosi bagi para PNS (Pegawai Negeri Sipil) di lingkungan Pemkab Simalungun. Sejak dilantik pada 28 Oktober 2010, entah pun sudah berapa puluh kali dilakukannya. Sehingga, bagi banyak pihak disebut-sebut JR Saragih punya hobbi aneh : memutasikan dan mempromosikan PNS. Dan, hobbi yang begini sangat jarang ditemui di muka bumi ini. Makanya disebut hobbi aneh.

Bayangkanlah. Sehari setelah dilantik, JR Saragih langsung melakukan mutasi terhadap beberapa PNS di jajaran Pemkab Simalungun. Artinya, sekarang dia dilantik, besoknya langsung melakukan mutasi dan promosi. Almarhum Revanus Sormin yang waktu itu Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, diberhentikannya dengan alasan telah memasuki batas usia pensiun. Menjadi aneh, sebab pengganti Revanus, Anna Girsang, juga sudah memasuki batas usia pensiun.

Senin 1 Nopember 2010 artinya 4 hari setelah JR Saragih dilantik menjadi Bupati Simalungun, dia juga melakukan mutasi dan promosi bagi banyak PNS di daerah ini. Ada camat yang tidak lagi didudukkannya sebagai camat, ada yang tidak camat diangkatnya menjadi camat. Ada PNS yang semula tidak menduduki jabatan struktural diangkatnya untuk menduduki jabatan struktural, ada pula PNS yang semula menduduki jabatan struktural tapi dinonjobkannya.

Begitulah berturut-turut sampai dengan hari ini. JR Saragih pun masih tetap asyik dengan hobbi anehnya. Sangkin hobbinya melakukan mutasi dan promosi, ada malah PNS yang dalam tempo tujuh bulan ini dimutasinya dalam tiga jabatan. Binsar Situmorang misalnya, yang semula diangkat menjadi Asisten III Setdakab Simalungun, tapi mendadak dimutasi menjadi Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Ekh, tak ada hujan tak ada angin, tiba-tiba pula Binsar dimutasi (lagi) menjadi Kepala Bappeda (Badan Perencana Pembangunan Daerah)

Kalau mau dirunut terus, terlalu banyak untuk dikedepankan betapa JR Saragih memang punya hobbi aneh dan selalu melakukan hobbinya yang aneh ini. Ubahman Sinaga yang Camat Raya, bolak-balik dimutasi JR Saragih ke beberapa jabatan. Begitu juga Sudiahman Saragih yang tempo hari Kepala Bagian Umum Setdakab, sempat dimutasi ke jabatan lain tapi kembali ditempatkannya lagi ke Bagian Umum Setdakab Simalungun. Ucapan JR Saragih ketika belum dilantik yang mengatakan tidak akan memakai PNS yang sudah pensiun pun, menjadi isapan jempol semata. Buktinya, James Simamora yang sudah pensiun sekarang diperpanjang JR Saragih juga masa kerjanya dan diangkatnya menjadi Kepala Dinas Tenaga Kerja. Aneh bagi orang lain, meski pun tidak aneh barangkali bagi JR Saragih. Selera dan rasa setiap orang memang berbeda-beda.

Arti dan Makna

Dalam pengertian sederhana, mutasi adalah merupakan hal yang biasa terjadi dan merupakan suatu penyegaran di lingkungan kerja. Mutasi bisa terjadi antara lain disebabkan terlalu lamanya seseorang dalam suatu jabatan, atas permintaan yang bersangkutan, atau boleh jadi berdasarkan kebutuhan. Terlalu lamanya seseorang menduduki suatu jabatan memang, bisa saja melahirkan kejenuhan. Seseorang yang ingin memiliki wawasan dan ruang lingkup yang lebih luas lagi juga wajar dan pantas untuk meminta mutasi. Sementara, seorang pimpinan memang boleh jadi merasa ada desakan kebutuhan terhadap seseorang stafnya yang dinilai berpotensi.

Dalam pengertian lebih luas, mutasi dimaksudkan sebagai kegiatan memindahkan tenaga kerja dari suatu tempat kerja ke tempat kerja lain. Akan tetapi, mutasi sebenarnya tidak selamanya sama denegan pemindahan. Mutasi meliputi memindahkan tenaga kerja, pengoperan tanggung jawab, pemindahan status ketenagakerjaan dan sejenisnya. Sementara pemindahan hanya terbatas pada meengalihkan tenaga kerja dari suatu tempat ke tempat lain. Jadi, mutasi lebih luas ruang lingkupnya ketimbang pemindahan. Salah satu perwujudan kegiatan mutasi adalah pemindahan tenaga kerja dari suatu tempat kerja ke tempat lain.

Berdasarkan uraian itu seperti disebutkan Dr B Siswanto Sastrohadiwiryo dalam salah satu bukunya, mutasi adalah kegiatan ketenagakerjaan yang berhubungan dengan proses pemindahan fungsi, tanggung jawab dan status ketenagakerjaan tenaga kerja ke siatuasi tertentu agar tenaga kerja yang bersangkutan memperoleh kepuasan kerja yang mendalam dan dapat memberikan prestasi kerja yang semaksimal mungkin.

Proses mutasi tenaga kerja – demikian Dr Siswanto - dari status semula ke status yang lain dapat terjadi karena keinginan tenaga kerja maupun kebijakan manajemen lini atau mamanjemen tenaga kerja. Baik mutasi atas keinginan tenaga kerja sendiri maupun keinginan manajemen umumnya memiliki tujuan yang pasti. Yakni untuk pembinaan dan peengembangan tenaga kerja yang menjadi tanggung jawab manajemen seluruh hirarki.

Disadari bahwa tenaga kerja merupakan salah satu unsur terpenting dari perusahaan yang harus dibina dan dikembangkan. Hasrat dan keinginan tenaga kerja untuk mutasi dari satu bagian ke bagian lain terutama disebabkan tenaga kerja merasa kurang mampu bekerja sama dengan kolega atau karena tugas dan pekerjaannya kurang sesuai dengan kualifikasi, kondisi fisik, dan keinginan yang diharapkan.

Promosi dalam arti sempit, bisa diartikan sebagai peningkatan karir. Tenaga kerja yang berprestasi misalnya, wajar dan pantas untuk diberikan promosi jabatan ke jenjang yang lebih tinggi. Seorang PNS yang semula menduduki jabatan Eselon IV misalnya kalau berprestasi, wajar dan pantas untuk didudukkan menjadi Eselon III dan seterusnya.


Dalam arti yang lebih luas, promosi dapat diartikan sebagai proses perubahan dari suatu pekerjaan lain dalam hirarki wewenang dan tanggung jawab yang lebih tinggi dari pada dengan wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepada tenaga kerja pada waktu sebelumnya. Promosi adalah proses menaikkan tenaga kerja kepada kedudukan yang lebih bertanggung jawab. Kenaikan ter5sebut tidak terbatas pada kedudukan manajerial saja, tetapi mencakup setiap penugasan kepada pekerjaan yang lebih berat atau kebebasan beroperasi tetapi kurang penyeliaan. Promosi selalu diimbangi dengan kenaikan kompensasi bagi tenaga kerja yang bersangkutan.

Lantas Bagaimana

Menyimak dan mencermati berbagai mutasi dan promosi jabatan yang dilakukan JR Saragih sebagai Bupati Simalungun, agaknya terkesan tidak ada arah dan juntrungannya. Mutasi hanya dilakukan sebatas selera bahkan bisa dianggap sekadar untuk mempertontonkan kekuasaan. Agak kurang santun untuk menyebut, hanya sekadar menunjukkan arogansi kekuasaan semata.

Hal ini disebutkan karena banyaknya mutasi dan promosi di Pemkab Simalungun yang tak karu-karuan. Ada PNS yang dilantik untuk menduduki jabatan sebagai salah satu kepala Bidang di Dinas Perhubungan seperti Riswanto Simarmata, tapi belum sempat memasuki ruang kerjanya sudah digantikan oleh seorang PNS lain marga Panjaitan. Ada PNS yang dimutasi ke suatu jabatan tapi belum sempat membuat konsep kerja bahkan pun barangkali belum mengenal struktur SKPD yang dipimpinnya sudah dimutasi lagi ke jabatan lain. Boleh jadi pun, PNS yang bersangkutan belum memahami tupoksi (tugas pokok dan fungsi) SKPD yang dipimpinnya, ekh sudah dimutasi lagi ke SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang lain (lagi)

Kondisi ini barangkali, tidak melanggar aturan yang berlaku karena boleh jadi tidak ada aturan yang mengaturnya. Apalagi dengan sistem yang kita anut sekarang, dimana seorang kepala daerah memang sangat berkuasa di daerah yang dipimpinnya. Dia memang maha kuasa apalagi mengingat seorang kepala daerah di zaman otonomi ini dipilih rakyat secara lanagsung. Sehingga, ketika seorang kepala daerah memposisikan dirinya sebagai ‘raja kecil’, tak ada yang bisa bilang apa. Menteri Dalam Negeri saja tak bisa bilang pisang, apalagi Gubernur.

Tetapi terlepas dari ukuran azas kewajaran dan kepatutan, agaknya mutasi dan promosi yang terlalu acap dilakukan JR Saragih justru wajar jika akhirnya menimbulkan misteri dan teka-teki. Misteri yang sulit untuk dikuak, teka-teki yang rumit untuk dijawab. Selain oleh JR Saragih sendiri. Sementara, para pemerhati dan kaum yang peduli pada Simalungun cuma dapat menebak-nebak semata. Namanya saja tebakan, sudah barang tentu lebih acap tidak mengena.

Yang menjadi soal akhirnya adalah, di negeri ini mutasi dan promosi selalu seiring sejalan dengan uang atau hal-hal yang berkaitan dengan yang bersifat material. Apalagi, ada istilah yang populer sekarang ini : Tak ada makan siang yang gratis ! Kencing saja pun mesti membayar.
____________________________________________________________________
Ramlo R Hutabarat HP : 0813 6170 6993 Email : ramlo.hutabarat@yahoo.com
____________________________________________________________________







Memutasi dan mempromosikan PNS. Dan, hobbi yang begini sangat jarang ditemui di muka bumi ini.

Rabu, 08 Juni 2011

Ramlo Hutabarat, Sahabat dan Kawan Berdebat

Corry Aritonang, Lubukpakam

Saya merasa beruntung kenal sama Ramlo Hutabarat sejak lama. Kalau tidak, saya tentu Cuma dapat mengaguminya dari jauh. Dan saya pun akan bersusah-susah agar bisa dekat dengannya. Syukurlah, saya memang sudah lama dekat dengannya, sebelum namanya begitu tenar seperti sekarang. Entah bagaimana pun kehebatannya kata orang, kalau berhadapan dengannya saya merasa biasa-biasa aja.
Saya memang mengakui kehebatan Ramlo Hutabarat dalam dunia tulis menulis. Tulisannya mengalir deras seperti air. Gaya bahasanya enak dibaca. Kadang bergaya sarkasme dibumbui lelucon yang menggelitik. Kadang penuh sindiran bahkan ejekan. Pihak yang dikritiknya tak bisa dibilang apa-apa. Ramlo memang penulis pintar dan hebat.
Begitupun, berhadapan dengan Ramlo Hutabarat, saya biasa-biasa saja. Itu karena saya sudah lama sekali kenal dia. Terus terang, saya tak pernah merasa MC (rendah diri) bila berhadapan dengan dia. Kami kerap bercanda apa adanya. Juga berdebat soal apa saja. Antara aku dan dia memang banyak kesesuaian. Di akhir pertemuan kami, selalu ada titik temu dan kesamaan pendapat. Dia memang kawat berdebat yang hebat.
Aku kenal Ramlo sejak 1976. Waktu itu aku masih kelas 3 SMP di Lubukpakam. Seperti remaja lain yang tengah jatuh cinta, saya suka bikin puisi di Harian SIB Medan. Dari puisi akhirnya kami bersahabat pena. Saling berkirim surat lewat pos. Suatu hari dia datang ke rumahku di Lubukpakam. Aku terpesona dengan lagak dan gaya bicaranya yang penuh humor. Sekali bertemu kesan itu langsung tertanam. Dan aku pingin selalu bertemu dengannya. Tapi jarak memisahkan kami.
Sebagai seorang remaja yang suka bersahabat pena, aku banyak punya teman. Bila dalam satu hari, aku menerima balasan surat. Untuk membalas surat-surat itu, waktu itu aku pakai seorang asisten. Tapi surat Ramlo tak pernah dibalas asistenku. Aku secara langsung membalasnya. Soalnya aku tertarik sekali membalas suratnya karena bahasanya begitu menarik, mengikat dan memikat. Dan surat-suratan kami tetap nyambung.
Pada 1980 saya melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, saya sengaja memilih Fakultas Sastra Jurusan Sastra Indonesia di USU Medan. Itu demi menunjang bakat saya dalam dunia tulis menulis. Saya dan Ramlo pun kerap bertemu. Frekwensi pertemuan kami bertambah. Sampai akhirnya dia dipindahtugaskan ke Pekanbaru. Kami pun tak pernah bertemu lagi untuk waktu yang cukup lama.
Dalam perpisahan kami yang cukup lama, saya merasa kehilangan dia. Dalam merenung, saya merasa persahabatan kami tidak sekedar bersahabat lebih dari itu, dia harus saya akui ikut mempengaruhi perjalanan karir saya selanjutnya. Saya pun merasakan Ramlo bukan sekedar sahabat, tapi sekaligus guru yang meskipun tak secara formal berdiri di depan kelas. Dia memberi berbagai teori dalam menulis. Tapi meskipun lama tak bertemu, saya masih bisa bertemu lewat tulisan-tulisannya di beberapa media terkenal.
Pada 1985 saya selesai kuliah. Sayapun disibuki pekerjaan saya pada sebuah perusahaan penerbit terkenal. Dengan panduan kurikulum yang dikeluarkan Depdikbud saya asyik menyusun Buku Pelajaran Bahasa Indonesia untuk SD dan SMP. Buku itu berhasil lolos setelah dinilai oleh Dirjen Dikdasmen Depdikbud untuk dipakai di sekolah negeri dan swasta di seluruh Indonesia. Saya kehilangan kontak dengan Ramlo.
Pada 2000 tanpa diduga saya bertemu dengan Ramlo. Waktu itu saya menulis untuk Surat Kabar Simalungun Pos. Dan ternyata, dia waktu itu sudah bagian terpenting dari Surat Kabar Simalungun Pos. kami pun kembali bertemu. Berdebat, bercanda dan berdiskusi. Masih seperti dulu, dia tetap seorang sahabat yang dekat, memikat dan mengikat.
Bagaimana pun saya harus mengakui, Surat Kabar Simalungun Pos lah Ramlo Hutabarat. Dan Ramlo Hutabarat adalah Surat Kabar Simalungun Pos. Nafas surat kabar Simalungun Pos, saya pikir adalah Berita Utama, Editorial dan Opini yang dengan setiap ditulisnya. Ditulisnya dengan jernih, lugas dan cerdas.
Sekali lagi, saya merasa beruntung bisa kenal dekat dengan Ramlo Hutabarat. Dan saya lebih beruntung lagi, sebab saya kenal dia jauh sebelum orang hebat mengakui dia sebagai orang hebat.
Penulis sekarang sebagai penyiar Radio Pemkab Deli Serdang di Lubukpakam

JR Saragih, Bupati yang Punya Hobby Aneh

Oleh : Ramlo R Hutabarat


Seorang kawan baru datang dari udik. Jengkel juga saya dibuatnya. Di rumah saya di Tepian Bah Bolon di pinggiran Simalungun pada Nagori Siantar Estate yang berbatasan dengan Kota Pematangsiantar, seharian kerjanya membaca melulu. Yang dibacanya justru koran-koran lama yang bertumpuk di rumah saya. Yang membuat saya jengkel, koran-koran lama yang dibacanya dipediarkan saja berserakan setelah dibacanya. Untunglah istri saya tidak termasuk perempuan cerewet. Koran-koran yang berserakan dibuat kawan itu, dirapikan kembali oleh istri saya serta disusun di rak buku saya. Saya makan hati dibuat kawan orang udik itu. Saya makan hati dibuatnya. Inilah resiko punya kawan orang udik. Apa boleh buat.

“Aneh agaknya Bupati Simalungun, JR Saragih”, katanya tiba-tiba ketika kami ngopi di teras rumah saya suatu sore. Istri saya menyediakan kopi Koktung satu teko sore itu , dan ubi goreng yang sebelumnya dikukus.

“Aneh kenapa ?”, kata saya mendelik.

Kawan itu berceloteh. Setelah membaca koran-koran lama dia bilang banyak sekali mutasi pejabat yang dilakukan sejak JR Saragih menjadi Bupati Simalungun. Sejak hari pertama begitu JR Saragih dilantik, mutasi pejabat dilakukannya agaknya terlalu sering. Sampai-sampai, menurut kawan itu, halaman-halaman surat kabar dipenuhi oleh berita pemutasian pejabat. Sebenarnya, kata kawan itu sok tahu, kalau mutasi dilakukan bolak-balik tak perlu lagi diberitakan. Peristiwa yang berulang-ulang sesungguhnya tidak berita (lagi), katanya.

Saya diam saja mendengar celoteh kawan yang satu ini. Saya hisap rokok saya dalam-dalam. Asapnya saya hembuskan ke udara lepas dan bebas. Karena saya diam saja mungkin, kawan saya orang udik itu merasa aman untuk meneruskan celotehnya.

Rupanya ketika mengangkat PNS untuk menduduki jabatan struktural, JR Saragih tidak memfungsikan Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan), katanya. Ini terkesan karena nyatanya banyak sekali PNS yang sekarang diangkat untuk menduduki jabatan A misalnya, tapi bulan depan sudah dimutasi ke jabatan B. Aneh sekali, bisa juga bulan depannya dikembalikan lagi ke jabatan A. Sudiahman Saragih misalnya, yang semula dimutasi dari Bagian Umum Setdakab tapi tak lama berselang dikembalikan lagi ke Bagian Umum Setdakab.

Saya masih saja diam mendengar celoteh kawan yang satu ini. Dalam pikiran saya, sebagai orang udik apa sih yang dia pahami soal pemerintahan. Apalagi, dia sama sekali tidak memiliki pendidikan dan pengalaman di bidang pemerintahan. Kawan itu memang pernah bermukim di Siantar ketika mengikuti pendidikan di STT (Sekolah Tinggi Teologia) HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) di Jalan Sangnawaluh yang persis berada di depan Makam Pahlawan Siantar. Sekarang, kawan itu menjadi pimpinan resort sebuah Gereja di daerah terpencil.

Ketika saya tetap berdiam diri, kawan itu pun semakin aman untuk berceloteh. Binsar Situmorang juga yang semula diangkat JR Saragih pada pertengahan Nopember tahun lalu sebagai Asisten III, masih dua tiga bulan berikutnya sudah dimutasi menjadi Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Ekh, hanya sekejab disana, sekarang dimutasi lagi sebagai Kepala Bappeda (Badan Perencana Pembangunan Daerah) Ada malah PNS yang sejak pemerintahan JR Saragih tujuh bulan ini dimutasi sampai lima kali seperti Ubahman Sinaga yang mantan Camat Raya, kata kawan itu lancar sekali. Beberapa camat, malah ada yang dimutasi meski pun masih menduduki jabatan sebulan dua bulan, katanya lagi.

“Agaknya, ada hobby JR Saragih yang aneh dan unik. Dia punya hobby memutasi PNS dari jabatannya”, katanya sambil tertawa lepas.

Dasar orang udik yang kurang gizi, meski pun saya diam saja tak memberi reaksi apa pun dia tak memahami situasi. Terus terang saya katakan, saya tidak mau tahu dengan kebijakan JR Saragih yang punya hobby aneh dan unik itu. Saya merasa tidak punya urusan dengan kepemimpinan JR Saragih di daerah ini. Betul waktu pemilukada lalu saya menulis buku tentang JR Saragih, tapi itu saya lakukan sebagai seorang profesional. Saya menulis tentang program JR Saragih kalau terpilih menjadi Bupati Simalungun, karena saya dibayar waktu itu. Sebagai seorang profesional memang, saya tak pernah mau menjadi TS (Tim Sukses) seorang calon kepala daerah

Menurut kawan itu, sesungguhnya ada aturan yang mau tidak mau harus dipatuhi dan ditaati seorang kepala daerah ketika mengangkat PNS (Pegawai Negeri Sipil) dalam jabatan struktural. Penangkatan PNS dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin,suku, agama, rasa dan golongan. Dan dalam pengakatan Binsar Situmorang misalnya, ketentuan itu tidak dipenuhi JR Saragih. Jadi pengangkatan Binsar sesungguhnya cacat hukum atau minimal tidak sesuai dengan azas kepatutan dan kewajaran. Termasuk, kata kawan itu, pengangkatan Ismail Ginting sebagai Plt Sekda (waktu itu), Sabrina Tarigan sebagai Kepala Dinas Kesehatan dan beberapa lainnya.

“Kenapa ?”, saya mulai teretarik dan kawan saya itu cepat memotong :

“Bagaimana JR Saragih mengangkat Binsar Situmorang yang pindah ke Pemkab Simalungun saja terhitung 8 Nopember tapi 15 Nopember sudah diangkat menjadi Asisten III.. Apa yang dipakai JR Saragih sebagai dasar pengangkatan Binsar, sedang prestasi kerjanya di Pemkab Simalungun belum ada sama sekali”, katanya dan bernapas lega.

Apalagi menurut dia, untuk mewujudkan peneyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan, diperlukan PNS yang profesional, bertanggung jawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karir yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.

Saya akhirnya jengkel dibuat kawan saya yang satu ini. Kata saya, mau kapan saja JR Saragih memutasi atau mengangkat PNS untuk menduduki jabatan struktural. Itu menjadi urusan dia. Sukak-sukak dialah kata saya, apalagi sekarang ini diakan bupati. Jadi mumpung jadi bupati, ya dia mau apa dan bagaimana kenapa rupanya, kata saya. Terasa longgar dada saya setelah mengucapkan kalimat itu.

“O, tidak bisa. Tidak bisa. Sebagai Bupati Simalungun memang, JR Saragih berkuasa penuh di daerah ini. Tapi jangan silap, dalam dan ketika menjalankan kekuasaannya JR Saragih harus taat dan patuh pada peraturan perundangan yang berlaku”, katanya menyeringai bagai menyergap saya.

Hobby aneh JR Saragih menurut kawan itu, justru akan berakibat fatal kelak, jika tak dibuangnya minimal dirubahnya dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Kalau hobby aneh JR Saragih ini akan terus dilakukannya, sudah pasti suasana kerja para pejabat tidak akan kondusif bahkan mereka akan selalu resah dan gelisah. Hari-hari akan terus berlalu, sementara di sisi lain para pejabat akan terus menerus gedebak-gedebuk dalam hati kapan dimutasi (lagi) dan kemana oula.

Akibatnya gampang ditebak kata kawan itu, para pejabat tidak akan merasa nyaman dalam bekerja. Mereka pun tidak akan berkreasi, berinovasi dan bahkan pula tidak akan mau melakukan inisiatif. Soalnya, kalau semua itu dilakukan, tak ada jamainan ke depan. Boleh jadi kreasi, inovasi dan inisiatif para pejabat akan tak berguna karena boleh jadi mendadak dimutasi lagi ke jabatan lain. Yang paling sederhana, boleh jadi program si A justru dilaksanakan si B. Dan akibat yang begini, boleh jadi si A tidak membuat program sebab ragu tidak akan dilakukannya.

Sebagai mantan tentara menurut kawan tadi, JR Saragih agaknya memang masih terbawa-bawa dalam ketentaraannya. Yang celakanya, para stafnya umumnya menurut saja bagai kerbau dicucuk hidung. Staf Akhli Bupati Simalungun, menurut kawan saya itu harus berperan memberi masukan kepada JR Saragih yang memang tidak memiliki penegalaman di bidang pemerintahan itu. Termasuk Kepala BKD dan Sekda, juga harus memberi pertimbangan yang baik dan benar kepada JR Saragih. Meski dia merupakan doktor dalam bidang ilmu pemerintahan, namun melihat gelagatnya selama berbulan-bulan ini menjadi Bupati Simalungun, JR Saragih agaknya waktu sekolah dulu tidak mengikuti pelajaran dengan baik. Makanya, terutama Staf Akhli Bupati, Sekda dan Kepala BKD harus mampu untuk memberi masukan. Jangan justru tidak berani,. Karena staf yang baik adalah staf yang mau dan berani mengingatkan pimpinannya, katanya.

Saya diam saja mendengar celoteh kawan itu. Sebagai warga Simalungun saya memang mendukung program JR Saragih dalam membangun daerah ini. Dukungan itu saya wujudnyatakan dengan melakukan kritik terhadap kebijakan-kebijakannya yang saya nilai tidak bijaksana. Kekuasaan dan penguasa menurut saya memang, harus dikritik agar tidak terjungkal, apalagi menurut saya, pers di daerah ini belakangan tidak memposisikan diri lagi sebagai alat kontrol yang profesional.

Tentu memang, saya mendukung JR Saragih Bupati Simalungun dalam melakukan perubahan di daerah ini seperti jargon politiknya pada kampanye lalu. Bukan mendukung JR Saragih ketika dia merubah-rubah aturan dan kebijakan. Mendukung perubahan, tidak mendukung yang mengubah-ubah!_________________________________________________
Ramlo R Hutabarat HP 0813 6170 6993 Email : ramlo.hutabarat@yahoo.com______________

Selasa, 07 Juni 2011

Keras, Kasar Tapi Humoris dan Pencerita : Henrika Sitanggang

Aku mengenal bang Ramlo karena dia pimpinanku di Surat Kabar Simalungun Pos tempat kami bekerja. Aku wartawan biasa, dan bang Ramlo adalah Wakil Pemimpin Redaksi sekaligus Penanggungjawab. Hubunganku dengannya terasa jauh karena aku sering kali sibuk selain menjadi wartawan juga aku ditugasi perusahaan untuk mengurusi bidang ketatausahaannya.
Sekitar April 2004 aku dipanggilnya menghadap dan dimintanya untuk menjadi Asistennya. Tawaran itu tentu saja tak kutampik, sebab sesungguhnya aku pun kepingin sekali jadi wartawan profesional. Dengan menjadi asistennya tentu pikirku aku akan selalu dekat dengannya. Dan dekat dengannya berati aku berkesempatan banyak belajar tentang kewartawanan secara khusus.
Benar saja. Sebagai asisten aku acapkali bersama dengan bang Ramlo kemana saja dan bertemu dengan siapa saja. Aku mendampinginya ketika mengikuti seminar misalnya, diskusi atau apa saja. Dan setelah itu aku sadar bahwa sesungguhnya kehidupan wartawan adalah pembelajaran yang tidak berakhir.
“Wartawan memang harus terus menerus belajar dan belajar Hen”, katanya pada suatu hari.
Hari-hari pertama menjadi assistennya, terus terang aku merasakan sesuatu yang tak menyejukkan. Bang Ramlo ternyata keras sekali bahkan cenderung kasar. Ada saja kesalahanku menurut dia, dan karena itu aku dibentaknya keras-keras dengan kata-kata yang kasar pula.
“Goblok kau! Pakai otakmu!” katanya ketika suatu pekerjaan kulakukan dengan salah. Sebagai perempuan, aku sangat sakit hati. Pernah malah, air mataku menetes sangkin sakitnya perasaanku dibentak-bentak begitu.
Pantas, ketika aku diminta bang Ramlo untuk menulis tentang dia yang akan dimuat dalam Buku Otobiografinya yang akan diluncurkan pada ulang tahunnya ke 50 Juli 2007 ini, apa yang harus kutulis?
Terus terang, aku sesunguhnya enggan untuk menulis tentang bang Ramlo. Pertama, sebenarnya aku belum lama mengenalnya dibanding teman-teman lainnya seperti Hentung, Hendro, Hardono dan lainnya. Kedua, kalau aku harus menulis tentang dia, tentu aku harus menulis apa adanya dan menulis dengan jujur bagaimana dia dalam pandanganku. Apalagi, bang Ramlo mengajarku untuk menulis secara jujur dan benar. Ada satu kalimatnya yang sering kuingat: wartawan tak boleh salah tulis. Dia harus jujur dan benar ketika menulis. Wartawan salah tulis, sama dengan polisi salah tembak. Dengan prinsip inilah akhirnya tulisan tentang bang Ramlo ini kutulis, apalagi aku menganggapnya buka suatu permintaan tapi justru sebagai suatu perintah.
Sebagai pimpinan, bang Ramlo nampaknya sangat menyukai staf yang tidak saja cerdas, cekatan dan terampil, tapi juga berwawasan luas dan pegaul yang luwes. Karena buku-bukunya pada semua stafnya secara bergiliran. Aku sendiri, secara rutin diberinya buku-buku tentang jurnalistik tapi juga dari berbagai disiplin ilmu.

Sulitnya, bang Ramlo selalu mentest apakah aku telah membaca buku-buku yang diberinya untukku dengan baik. Caranya, dengan mengajukan beberapa pertanyaan menyusul usainya aku membaca buku itu. Makanya, biar buku yang sipinjamkannya untukku tak menarik perhatianku, akhirnya terpaksa juga kubaca agae aku tak kena dampratannya.
“Berhentilah jadi wartawan Hen, kalau kau berhenti membaca”, karanya dengan nada keras.
Dalam pembelajaran yang diberikan Bang Ramlo kepadaku, katanya wawan harus rajin membaca, rajin cakap-cakap, rajin kemana-mana dan bertemu dengan siapa-siapa saja. Rajin kemana-mana, sekaligus juga rajin mengamati dan memperhatikan apa saja. Dari membaca, cakap-cakap dengan siapa saja, mengamati dan memperhatikan, kita bisa membuat tulisan. Membuat beritapun sebenarnya kita harus memiliki wawasan yang luas. Membuat bagaimana berita yang kita tulis bisa berbobot.
Satu hal yang kulihat dari sosok bang Ramlo, dia itu pekerja keras. Selain, dia teramat mencintai profesinya sebagai wartawan. Karena cintanya pada profesinya itu barangkali, dia amat setia pada tugas-tugasnya, dan kesetiaannya itu memang telah dibuktikannya dengan menjadi wartawan yang sampai sekarang sudah 30 tahun.
Pada saat-saat deadline koran kami, jangan coba mengusiknya. Bang Ramlo akan menekuni pekerjaannya membuat Berita Umum, Editorial dan Opini dihadapan mesin tulis manualnya. Ketika aku tanya kenapa dia masih menggunakan mesin tulis manual dia bilang: “Sudah puluhan tahun aku menulis dengan mesin tulis manual. Sepertinya suara ketikan mesin tulis ini justru memberi ilham dan inspirasi buatku untuk menulis”.
Baiklah, agar sesuai dengan judul tulisanku ini aku mau paparkan sesuatu tentang bang Ramlo yang barangkali justru tak mengenakkannya. Tetapi balik seperti apa katanya, wartawan harus jujur ketika menulis. Dan ucapannya ini yang sekarang kulakukan saat bang Ramlo memintaku menulis tentang dia.
Aku sendiri membutuhkan waktu yang lama untuk mengenal bang Ramlo secara baik dan benar. Kesan pertama yang kudapat darinya adalah kalimat-kalimat yang kasar keluar dari mulutnya apalagi ketika aku melakukan kesalahan dalam tugas atau pekerjaanku. Kalimat-kalimatku yang salah pun bisa menjadi bahan baginya untuk mencercaku habis-habisan. Bang Ramlo memang, sangat mencintai Bahasa Indonesia, dan karena itu dia marah sekali jika aku atau siapa saja menggunakan Bahasa Indonesia dengan tak baik dan tak benar.
Soal kemarahan, bang Ramlolah orangnya. Ada-ada saja persoalan yang gampang memicu kemarahannya. Dan kalau sudah marah, biasanya kata-kata kasar gampang meluncur dari mulutnya membuat orang lain menjadi sakit hati. Tapi anehnya, bang Ramlo tak pernah menyimpan kemarahannya. Dia betul-betul tak sanggup memelihara kemarahannya dan segera lebur beberapa menit kemudian.
Satu hal yang sering kali membuat bang Ramlo marah adalah kebodohan. Pernah aku bersikap bodoh dihadapannya, saat itu pula dia marah besar kepadaku justru dihadapan orang lain. Hampir aku berteriak dan ingin sekali menangis, tapi untung aku masih memiliki rasa malu. Beberapa jenak kemudian bang Ramlo menghampiriku seraya membujukku dan menyatakan maaf.
Lalu, ada lagi yang pantas kucatat tentang bang Ramlo. Dia itu, orang yang suka sekali menyanyi. Nyanyian sepertinya baginya adalah doa dan harapan. Dia bernyanyi dimana saja ketika keinginan bernyanyi itu muncul dipikirannya. Bahkan tengah berkendaraan di tengah kota pun bang Ramlo suka bernyanyi-nyanyi kecil, kalau sudah begini, aku diam saja sambil menikmati nyanyiannya.
Entah bagaimana, sepertinya banyak sekali nyanyian yang diketahui di luar kepala. Bang Ramlo, kalau menyanyi selalu tak putus-putus dari satu nyanyian ke nyanyian lain bersambung-sambung. Kalau dia tengah memetik gitar, bisa saja dinyanyikannya lagu anak-anak, lagu daerah, lagu-lagu nostalgia sampai lagu pop dan lagu-lagu wajib yang dulu diajarkan di sekolah. Kalau bang Ramlo bernyanyi begitu, kami kawan-kawannya akan terasa senyum-senyum lucu bahkan bisa terkekeh-kekeh.
Satu hal lagi, bang Ramlo sepertinya masih tetap merasa mudah saja tak pernah merasa tua. Nongkrong di kafe atau karaoke dengan orang-orang muda adalah kegemarannya yang dilakukannya di saat-saat pekerjaan tak menumpuk. Cerita ngalor ngidul dengan tema apa saja pun, dia mampu dan setiap orang yang mendengarnya selalu tertarik. Entah darimana dan bagaimana dia menciptakan cerita itu, mulai dari yang logis sampai yang tak logis tapi enak untuk didengar sebagai pelipur lara.
Seperti yang kukatan tadi dengan jujur, bang Ramlo itu suka marah. Suka sekali, dan sifat itu nampaknya akan tetap ada padanya. Marahnya bang Ramlo pun tak pernah terasa ramah. Marahnya bang Ramlo, cenderung kasar dan sering membuat sakit hati orang lain. Sudah marah dengan saura keras, kasar pula.
Tapi dibalik semua itu, bang Ramlo pun ternyata seorang humoris dan pencerita. Bang Ramlo juga orang yang penuh perhatian terhadap siapa saja. Humor dan ceritanya serta perhatiannya menghapus segala sakit hati orang lain yang dibuatnya.
Selamat Ulang Tahun Bang! Teruskan marahmu, tapi pertahankan humormu dan ceritamu serta perhatianmu kepada orang lain.

Senin, 06 Juni 2011

Dengan Pegawai Berjibun, Bagaimana Pemkab Simalungun Membangun ?

@ Untuk Belanja Pegawai Saja Tersedot APBD Lebih 77 Persen

Oleh : Ramlo R Hutabarat


Waktu JR Saragih belum menjadi Bupati Simalungun, ada harapan berbinar di benaknya. Simalungun, akan dibangunnya dengan segenap kesungguhan hati yang membara, mengejar ketertinggalan dan meninggalkan keterpurukan. Khususnya, di bidang infrastruktur termasuk pertanian dalam arti luas. Berbagai ide, gagasan dan segala macam terobosan tersimpan di benak JR Saragih, ketika dia belum menjadi Bupati Simalungun. Dan dengan latar belakang pemikiran yang begitulah, akhirnya dia membulatkan tekad untuk maju sebagai calon Bupati Simalungun.

Tapi sebegitu terpilih dan dilantik menjadi Bupati Simalungun, JR Saragih pun terpana dan terkesima. Segala macam ide, gagasan, kreasi, terobosan dan entah apa pun namanya yang ada di benaknya tempo hari ternyata hanya sebuah mimpi. Namanya saja mimpi, sesuatu yang tidak berwujud. Termasuk jargon kampanyenya tempo hari untuk memekarkan kabupaten ini, juga hanya ada dalam mimpi. Meski pun sejak awal saya sudah memprediksi, yang namanya jargon akan tetap menjadi jargon. Janji yang tidak akan pernah ditepati, dan bagi politisi serta pemimpin, ingkar janji bukanlah sesuatu kesalahan. Janji cuma basa basi bagi politisi.

Bagaimana tidak. Betapa riskan memang dengan hanya mengandalkan DAU (Dana Alokasi Umum) Kabupaten Simalungun bisa dibangun. Tahun Anggaran 2011 ini misalnya, untuk belanja langsung saja Pemkab Simalungun harus mengalokasikan lebih 77 persen dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanaja Daerah)-nya. Sisanya, 22 persen lebih, yang bisa digunakan untuk belanja tidak langsung. Artinya, 77 persen lebih untuk belanja aparatur dan 22 persen lebih untuk belanja pembangunan. Betapa memilukan bahkan menyayat hati.

Sebenarnyalah memang, saya agak malas kalau harus berbicara dengan angka-angka. Tapi apa boleh buat, sekarang saya harus berbicara lewat angka-angka agar paparan saya ini sedikit realistis. Coba simak yang akan saya paparkan dengan pembulatan bilangan seperti di bawah ini.

APBD Simalungun Tahun Anggaran 2011 ini jumlah keseluruhannya Rp 1 triliun. Kalau 77 persen artinya Rp 770 miliar. Lantas kalau 22 persen artinya Rp 220 miliar. Artinya lagi, Rp 770 miliarlah APBD Simalungun yang mau tidak mau dialokasikan untuk belanja aparatur dan hanya Rp 220 miliarlah APBD Simalungun yang bisa dipergunakan untuk membangun daerah ini. Artinya (lagi), Rp 220 miliar saja yang bisa dimanfaatkan untuk membangun 31 kecamatan di daerah ini dengan jumlah anak negeri hampir 1 juta jiwa dan luas wilayah sekira 430 ribu hektar. Silahkan bagi sendiri berapa miliar rata-rata kecamatan mendapat porsi dari ‘kue pembangunan’ itu.

Lantas bandingkanlah dengan Kabupaten Humbang Hasundutan. Dari kawan saya Tigor Munthe, saya mendapat tahu APBD-nya Tahun Anggaran 2011 ini sekira Rp 400-an miliar. Tapi porsi untuk belanja langsung sekira 65 persen sementara untuk belanja tidak langsung sekira 35 persen. Dengan pembulatan saya ingin kemukakan belanja langsung tadi sekira Rp 300-an miliar dan belanja tidak langsung sekira Rp 100 miliar. Kecamatan di Humbang Hasundutan hanya 10 sementara anak negerinya hanya sekira 170-an ribu saja.

Saya tidak akan memberi Anda – Pembaca – angka-angka untuk membandingkannya secara matematis. Silahkan bandingkan sendiri dengan menggunakan kalkulator yang Anda miliki. Yang pasti, secara riel tentunya Pemkab Humbang Hasundutan akan lebih gampang membangun negerinya bila dibanding dengan Pemkab Simalungun. Artinya saya ingin katakan, harapan dan cita-cita JR Saragih untuk membangun Simalungun hanya akan ada dalam mimpi selama dia masih secara klasik mengandalkan APBD-nya.

Bengkak dan tersedotnya APBD Simalungun untuk belanja langsung sebenarnya terjadi akibat berjibunnya pegawai Pemkab Simalungun baik yang PNS mau pun non PNS. Selain, tentu, rakus dan tamaknya oknum aparat Pemkab disini yang menganggarkan belanjanya di masing-masing SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Pegawai Pemkab Simalungun saja ada sekira 16 ribuan, padahal pegawai Pemkab Humbang Hasundutan hanya sekira 4000-an.

Dalam soal ini, Mendagri sendiri agaknya telah mensinyalir kondisi riel. Dalam acara sosialisasi Permendagri Nomor 22 Tahun 2011 kemarin seperti diwartakan kawan saya Efendy Naibaho,Mendagri minta Sekda Propinsi mengeavaluasi jumlah aparatur atau PNS yang sesuai dengan keebutuhan daerah. Kami (kata Mendagri) minta supaya Sekda mengevaluasi jumlah aparatur di wilayah masing-masing. Tidak hanya di propinsi tapi juga di kabupaten/ kota. Evaluasi ini perlu karena sat ini postur APBD sebahagian besar untuk membiayai belanja aparatur.

“Uang kita belum berpihak kepada publik”, kata Mendagri.

Lantas Bagaimana

Dengan terus terang sekarang saya mau katakan : APBD sesungguhnya perlu dipertanyakan apakah kebodohan atau hasil konspirasi. Kebodohan DPRD maksud saya, atau konspirasi antara DPRD dengan Pemkab. Tak jelas sekali hingga saat ini bagi saya, sebab memang saya belum pernah melakukan suatu penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Saya katakan kebodohan, sebab kalau kita cermati APBD di mana pun juga selalu berpihak pada pemerintah daerah sekaligus (kadang) DPRD-nya. Kondisi ini memang acap terjadi sebab secara umum para oknum eksekutif merupakan kumpulan orang-orang pintar ketika berhadapan dengan oknum-oknum DPRD. Jadi ketika menyusun draft RAPBD, oknum-oknum eksekutif sangat cerdas mengelabui oknum-oknum DPRD dengan ‘menyembunyikan’ berbagai hal dalam nomenklatur.Dan seperti biasa, karena dibahas dalam tempo yang relatif singkat apalagi dengan waktu yang diburu-buru akhirnya ‘yang disembunyikan’ tadi pun tidak pernah terungkap.

Saya sebut konspirasi, acap sekali memang kita mencermati adanya banyak mata anggaran yang namanya berbeda tapi hakekatnya sama dan sebangun. Ragam mata anggaran diciptakan baik oleh SKPD mau pun DPRD. Misalnya, studi banding, reses, pelatihan, sosialisasi, kunjungan kerja dan entah apa lagi. Ada uang lembur, uang makan, intensif, uang puding, upah pungut , honorarium dan hantu balau. Sehingga, saya melihat PNS mendapat gaji karena statusnya sebagai PNS, sedang dia mendapat segala macam dalam bentuk uang untuk dan karena pekerjaannya. Jadi, ada semacam kompromi yang diciptakan antara pemerintah daerah dengan DPRD.

Lalu dalam kondisi yang seperti ini, saya yakin sekali JR Saragih sebagai Bupati Simalungun tidak akan mampu membangun daerah ini seperti harapan dan cita-citanya. Harapan dan cita-cita itu akan tetap menjadi harapan dan cita-cita semata, ibarat mimpi di siang bolong belaka. Dan ketika JR Saragih tidak lagi menjadi Bupati Simalungun, sejarah akan mencatat bahwa selama menjadi Bupati Simalungun tidak membangun daerah ini sesuai dengan konsep awalnya.JR Saragih selama memimpin daerah ini, nyatanya tidak apa-apa dan tidak siapa-siapa.

Makanya saya pikir, kalau JR Saragih memang masih memiliki tekad kuat dan semangat untuk membangun Simalungun, dia harus melakukan gebrakan serta terobosan yang cerlang cemerlang. PAD (Pendapatan Asli Daerah) seyogianya digenjot hingga angka yang klimaks seraya menutupi ‘kebocoran’ di sana-sini. Jangan malah misalnya, pendapatan dari PPJ (Pajak Penerangan Jalan) bisa turun dari tahun sebelumnya, padahal ini merupakan sesuatu yang mustahil. Tak masuk diakal saya kalau PPJ bisa turun tergetnya dari tahun sebelumnya. Sebab seiring dengan berjalannya tahun, pemakai jasa PLN semakin meningkat pula. Tak pernah berkurang apalagi menurun.. Kalau turun, pasti kasus yang perlu diusut.

Selanjutnya, saya pikir JR Saragih harus mampu membawa investor ke Kabupaten Simalungun ini. Saya tidak yakin tanpa investor suatu daerah bisa dibangun jika hanya mengandalkan APBD-nya. Bahan mentah yang banyak di Simalungun misalnya, bisa diproduksi minimal hingga menjadi barang setengah jadi. Industri, sudah barang tentu salah satu jalan pintas untuk meningkatkan pendapatan anak negeri. Tanpa industri, jangan harap ada perubahan dan sektor ini diserahkan saja kepada pihak ketiga. Jadi tidak ditangani Pemkab hingga seperti PD Agromadear yang terus menerus hingga sekarang disubsidi. Termasuk saya pikir, JR Saragih tak perlu sekaligus menjadi investor di daerah ini karena hal itu menjadikannya berperan ganda sebagai pemimpin. Jadi kalau sudah terlanjur JR Saragih menjadi investor pembangunan ruko di Sondi seperti sekarang, ya silahkanlah. Cuma ke depan, jangan lagi dengan mendirikan inilah, itulah dan segala macam. Sementara kalau memang sudah terlanjur menjadi investor pembangunan ruko di Sondi, JR Saragih jangan ingin kaya sendiri. Bijaksana sekali jika dia tidak membeli lahan baru, tapi sebaiknya mengajak warga pemilik tanah sebagai pesaham.

Selanjutnya, JR Saragih pun diharapkan cerdas dan cemerlang serta brilian ketika memilih stafnya untuk menduduki posisi-posisi strategis. Apa boleh buat, zaman sekarang ini zamannya lobby-lobby ke pemerintah atasan agar mendapatkan segala macam dana yang tersedia di APBN misalnya. Untuk itulah JR Saragih diharapkan memakai staf yang memiliki kemampuan lobby tingkat tinggi serta punya kreasi, inovasi serta motivasi yang kokoh tidak ngoyo. Staf yang lembe apalagi lebay tak bargairah bagai kurang darah sekarang tak boleh dipakai. Ada banyak dana di pemerintah pusat misalnya yang bisa diperoleh dengan pendekatan yang piawai semisal Dana Penunjang Pembangunan Infrastruktur, DAK (Dana Alokasi Khusus), serta segala macam nama lainnya yang tersedia di berbagai kementerian. Dan untuk itu, JR Saragih silahkan saja ‘mengimport’ staf dari daerah lain semisal Manimbul Silalahi yang sekarang di Pemkab Humbang Hasundutan sana. Sebagai PNS, Manimbul memang dikenal cerdas dan cemerlang untuk mendatangkan dana dari pemerintah pusat ke daerah.

Selain itu, JR Saragih pun harus berani untuk menolak formasi PNS baru yang diusulkan oleh pemerintah pusat, kelak. Faktanya, PNS ditambah non PNS di jajaran Pemkab Simalungun sekarang sudah sangat berjibun. Dan kondisi inilah yang menjadikan anak negeri Simalungun hampir tidak mendapatkan bagian ‘kue pembangunan’ lagi sesuai dengan porsinya yang pantas dan wajar. Dengan kondisi pegawai yang berjibun, Simalungun tidak akan bisa dibangun.

Cara lain membangun Simalungun dengan program pemekaran, saya berani taruhan itu tidak akan tercapai. Minimal dalam dan selama kepemimpinan JR Saragih. Memekarkan kabupaten ini menjadi dua daerah otonomi apalagi tiga, cuma ada dalam mimpi. Cuma ada dalam mimpi. Mimpi.
__________________________________________________________________
Ramlo R Hutabarat HP : 0813 6170 6993 Email : ramlo.hutabarat@yahoo.com ____________________________________________________________________

Minggu, 05 Juni 2011

Ramlo Hutabarat Wartawan yang Terus Bergerak Oleh : Hentung Toni Purba, Redaktur Pelaksana Suara Simalungun

Merupakan kehormatan bagi penulis bercerita tentang figur Ramlo Hutabarat dalam rangka merayakan peringatan 35 tahun dirinya menjalankan tugas sebagai wartawan. Pengalaman bersama Ramlo Hutabarat adalah pengalaman yang tentang makna sebuah pergerakan yang tiada henti.
Penulis mengenal Ramlo Hutabarat sekitar sembilan tahun yang lalu yang ketika itu adalah seorang wartawan. Tentang apa dan bagaimana profesi wartawan penulis sama sekali tidak mengerti. Hingga pada suatu masa sekitar tahun 1998 sebagai aktivis Gerakan Angkatan Muda Indonesia (GAMKI) cabang Pematangsiantar penulis ikut dalam Tim Kerja Kegiatan Pelatihan Jusnalistik Pemuda Gereja dan ikut juga menjadi peserta Pelatihan Jurnalistik.
Ketika itu Ramlo mengajarkan kepada peserta pelatihan jurnalistik tentang bagaimana menulis berita. Dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti Ramlo menjelaskan bagaimana menuliskan sebuah berita. Konsep 5 W dan 1H dalam sebuah berita pertama kali penulis mengetahui dirinya. Hingga pelatihan jurnalistik berakhir penulis sama sekali belum mengetahui bagaimana sebenarnya menjadi wartawan.
Pengenalan kepadanya semakin mendalam karena Ramlo begitu perduli dengan berbagai kegiatan GAMKI yang penulis ikut berperan. Beberapa kegiatan GAMKI membutuhkan partisipasi para donateur untuk membiayainya. Beberapa kali kami dibantunya menjalankan proposal bantuan dana, ketika ditemani Ramlo menjalankan proposal sepintas kami merasakan betapa nikmatnya jadi wartawan, banyak sekali pejabat/tokoh masyarakat yang mengenal Ramlo sehingga memudahkan kami menjalankan proposal bantuan dana.
Ketika itu Ramlo mengatakan kenapa dia banyak dikenal dan mengenal pejabat/tokoh masyarakat dikarenakan profesinya sebagai wartawan, itulah enaknya wartawan kita mengenal dan dikenal banyak orang ujarnya kepada kami ketika itu. Mendengar penjelasannya penulis hanya manggut-manggut saja karena kurang tertarik dan kurang mengerti apa dan bagaimana wartawan.
Mendengar cerita dan analisis Ramlo tentang berbagai hal sungguh menyenangkan, analisis dan pendapatnya tentang berbagai hal terkadang menimbulkan perenungan tersendiri bagi penulis. Satu masa pernah dia bercerita tentang dirinya yang sangat mencintai tanah Simalungun, dia berkata bahwa dia sangat cinta dengan Simalungun termasuk dengan adat dan tradisinya. Penulis yang asli orang Simalungun cukup terkejut karena hampir seluruh tokoh Simalungun sangat mengenal Ramlo dengan akrab.
Ramlo juga mengajarkan kepada penulis tentang bagaimana menghadapi hidup, dia berkata dalam hidup kita harus senantiasa bergerak, jangan pernah berhenti dan jangan pernah menyerah haruslah membuat terobosan karena orang-orang seperti itulah yang bisa menghadapi hidup katanya.
Pengenalan penulis terhadap Ramlo Hutabarat semakin mendalam adalah ketika penulis ikut bergabung bersamanya di Surat Kabar Mingguan Simalungun Pos dimana di Surat Kabar tersebut Ramlo menjabat sebagai Redaktur Pelaksana/Chif Reporter. Penulis yang masih sangat awam dengan dunia jurnalistik khususnya jurnalistik lokal banyak sekali merasakan bimbingan dan pacuan semangat dari Ramlo. Menjadi seorang wartawan mungkin bukan pilihan penulis tapi Ramlo menyakinkan bahwa menjadi jurnalis lokal bukanlah pilihan yang salah. Kalau kita kreatif dan terus bergerak mengembangkan surat kabar lokal bukanlah sebuah kekeliruan tapi merupakan alternatif pekerjaan yang memang semakin lama semakin sulit didapatkan paparnya kepada penulis.
Simalungun Pos adalah surat kabar yang pemberitaannya menitikberatkan pada pemberitaan Siantar Simalungun. Semangat otonomi daerah yang bernafaskan pemberdayaan masyarakat lokal sangat mewarnai pemberitaan Simalungun Pos, dan Ramlo Hutabarat sangat berperan memberikan warna pemberitaan Simalungun Pos dengan gayanya yang terbuka, lugas, jujur dan apa adanya.
Karakter Ramlo sangat kuat mewarnai Simalungun Pos walaupun ketika itu banyak juga Simalungun Pos yang kurang bisa mengerti/mengikuti cara berfikirnya yang sekilas keras dan tak mau kompromi. Bagi penulis berbagai contoh tentang bagaimana seharusnya menjadi wartawan khususnya wartawan surat kabar lokal yang ditunjukkan Ramlo adalah sebuah proses pendidikan yang tak ternilai harganya.
Era otonomi daerah memang sangat membutuhkan partisipasi berbagai pihak, roh otonomi daerah adalah keterbukaan artinya Pemerintah Kota/Kabupaten tidak bisa lagi menutup akses masyarakat untuk mengetahui apa yang dikerjakan Pemkab/ Kota. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan bisa menjadi sebuah indikator demokratisnya daerah tersebut.
Dengan pemahaman demikian maka sangat dibutuhkan pers lokal yang menyuarakan berbagai program serta mengkritisi kebijakan yang akan diambil dan akan diambil pemerintah. Bagaimana seharusnya pers lokal memposisikan diri sebagai pers penyambung aspirasi rakyat pada era otonomi daerah pastilah membutuhkan kajian tersendiri akan tetapi Ramlo Hutabarat setidaknya sudah mencoba memberikan bentuk awal pemberitaan yang bersifat lokal.
Dalam kenyataannya walaupun era otonomi daerah mempunyai roh keterbukaan Pemkab/Kota terkesan kurang berani/kurang siap dengan keterbukaan. Ketidaksiapan maupun sikap kurang berani terlihat bagaimana apresiasi Pemko/ Pemkab terhadap pemberitaan Surat Kabar lokal. Pemberitaan Simalungun Pos yang terbuka dan apa adanya justru dipandang sebagai ancaman” kelancaran pelaksanaan pemerintahan. Kondisi tersebut mengakibatkan kesulitan mengakses informasi dari Pemkab/Pemko.
Kesulitan terhadap akses informasi bagi Ramlo, bukanlah suatu hambatan justru dijadikan tantangan agar lebih keras lagi bekerja mencari informasi yang berguna bagi pembela terhadap rakyat kecil. Dia selalu menekankan bahwa tugas pers adalah membela kebenaran dan membela orang lemah dan tertindas.
Penulis selanjutnya dipercaya menjadi Assisten Redaktur Pelaksana yang pada implementasinya justru lebih sering menjadi Assisten Ramlo Hutabarat dalam berbagai hal. Pengalaman menjadi Assisten memberikan pengalaman yang luar biasa bagi penulis tentang sulitnya menata sebuah pemberitaan. Penulis akhirnya memahami mengapa Ramlo begitu mencintai profesi wartawan terutama wartawan Surat Kabar Lokal adalah karena dengan profesi wartawan kita menemukan kenikmatan yang luar biasa karena kita bisa menyuarakan berbagai aspirasi dan kita bisa menyuarakan kebenaran. Profesi wartawan adalah profesi yang sangat mulia karena wartawan bisa menentukan hitam putihnya sesuatu hal. Bagi penulis Ramlo adalah sosok yang cerdas yang mampu menyatakan sikap secara jujur, lugas dan tegas.
Era reformasi ditandai dengan kebebasan pers artinya pendirian penerbitan pers bukanlah suatu yang sulit lagi. Efek kebebasan pers tersebut adalah munculnya ratusan penerbitan pers dengan konsekwensi munculnya begitu banyak wartawan. Saat ini sangat mudah menjadi wartawan dan banyak pandangan miring masyarakat terhadap profesi wartawan. Penerbitan pers pada umumnya tidak memberikan gaji kepada para wartawannya sehingga waratawan seringkali melakukan berbagai hal kepada narasumber untuk mendapatkan uang. Dalam kondisi seperti ini Ramlo kembali mengajarkan kepada penulis tentang makna bergerak. Wartawan harus bergerak untuk menepis sisi negatif pandangan masyarakat kepada wartawan. Wartawan tidak bergaji adalah sebuah realitas tapi bukan menjadi alasan untuk melacurkan makna pekerjaan wartawan. Wartawan adalah profesional paparnya.
Berbagai bimbingan dan contoh bagaimana menjadi wartawan khususnya wartawan surat kabar lokal menjadi modal utama penulis ketika harus bergabung dengan Surat Kabar Independen Suara Simalungun. Penulis yang masih awam dan belum memiliki banyak pengalaman ikut bergabung membidangi sebuah penerbitan pers lokal Suara Simalungun.
Makna tentang bagaimana wartawan harus senantiasa bergerak untuk bisa terus bertahan di tengah kerasnya persaingan saat ini penulis implementasikan ketika bekerja di Suara Simalungun. Dalam perjalanan mempertahankan eksistensi penerbitan Suara Simalungun senantiasa diwarnai dengan proses yang jatuh bangun. Dan ketika masuki dalam proses jatuh makna bergerak seperti yang dicontohkan Ramlo menjadi tenaga yang begitu hebat untuk kembali menguatkan penulis.
Menjadi wartawan bukanlah cita-cita penulis tapi Ramlo mengajarkan menjadi wartawan bukanlah sebuah pilihan yang salah. Wartawan adalah sebuah profesi yang profesional. Seorang profesional tidak bisa diukur berapa gajinya karena pada akhirnya keprofesionalannyalah menentukan berapa besar gajinya.
Hingga tahun keenam penerbitan Suara Simalungun penulis masih secara rutin berdiskusi dengan Ramlo Hutabarat karena banyaknya pemikirannya yang terkadang tidak biasa atau menyeleneh” bahasa Jawa Timurnya tentang bagaimana menjadi wartawan surat kabar lokal. Pemikiran yang tak bisa adalah pemikiran alternatif tentang makna bergerak untuk mempertahankan hidup tanpa harus melanggar nilai-nilai luhur profesi wartawan.
Diakhir tulisan ini penulis mengucapkan selamat ulang tahun ke 50 dan selamat memasuki 35 menekuni profesi wartawan buat Ramlo Hutabarat. Penulis mengharapkan semoga panjang umur dan tetaplah menjadi wartawan yang senantiasa bergerak dan tak pernah lelah untuk sebuah perjuangan mempertahankan hidup dan idealisme.

Pemerintahan Humbang Hasundutan Dikendalikan Dari Jakarta ?

@ Bupati Maddin Hanya Bertindak Bagai Boneka
@ PNS Ingin Menduduki Jabatan Harus ke Jakarta
@ Para Pejabat Eselon II Menjadi Serba Salah

Doloksanggul,
Banyak pejabat struktural di jarajan Pemkab Humbang Hasundutan, yang belakangan mengeluh. Mereka tidak bisa eksis ketika menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Persoalannya, kata beberapa pejabat yang dihubungi, mereka bagaikan memiliki dua komando. Satu Bupati Humbang Hasundutan Maddin Sihombing, satu lagi seorang swasta yang secara hirarki tidak memiliki hubungan dengan Pemkab. Tapi anehnya kata beberapa pejabat tadi, seseorang itu malah memiliki kewenangan yang lebih besar dari Maddin.

“Akhirnya kami menjadi serba salah. Tidak tahu mau berbuat apa dan bagaimana”, kata seorang pejabat Eselon II yang dihubungi pekan ini.

Beberapa pejabat yang dihubungi membenarkan informasi yang didapat ini. Tapi sayangnya, mereka tidak berani untuk mengungkap secara terang-terangan. Seorang pun di antara mereka tidak ada yang berani untuk disebutkan jati dirinya.

“Anda harus maklum. Kami bagai di ujung tanduk. Kalau nama kami Anda tulis, boleh jadi kami dicopot dari kedudukan kami”, kata seorang oknum pejabat. “Jadi Anda jangan tulis nama kami”, katanya menambahkan.

Seorang mantan pejabat Eselon II yang sekarang sudah digeser kedudukannya mengatakan, ketika ingin menduduki jabatan di lingkungan Pemkab Humbang Hasundutan sekira dua tahun lalu, dia harus menghadap oknum orang swasta di Jakarta itu. Kepada orang swasta itulah katanya, dia memberikan sejumlah uang agar bisa menduduki jabatan Eselon II di salah satu SKPD. Dan karena orang swasta itulah yang dinilainya menjadikan dia menduduki jabatan, dia pun menjadi taat dan patuh pada orang swasta itu. Akibatnya gampang ditebak. Belum lama ini pun dia didepak dari kedudukannya karena dianggap orang swasta tadi loyal kepada Maddin.

“Serba salah. Manalah bisa saya memiliki dua komando sekaligus”, kata mantan pejabat Eselon II itu.

Lain lagi yang dialami seorang pejabat Eselon II yang sekarang masih menduduki jabatannya. Oknum ini, misalnya, Desember tahun lalu menerima sejumlah uang dari seorang kontraktor warga Doloksanggul. Uang yang diterima oknum ini, dimaksudkan agar sang kontraktor mendapatkan pekerjaaan di Kecamatan Pakkat, kampung asal pejabat itu. Tapi pekan lalu, sang pejabat menyampaikan kabar buruk pada si kontraktor.Pekerjaan pembuatan kolam ikan itu tidak jadi dikerjakan sang kontraktor. Penyebabnya, orang swasta dari Jakarta tadi telah mengalihkannya kepada pihak lain.

“Entah bagaimana nanti. Yang pasti uang saya belum dikembalikan oknum pejabat itu”, kata si kontraktor dengan wajah lesu.

Pejabat lain mengungkapkan, sebagai pejabat dia tidak bisa memutuskan suatu kebijakan di SKPD-nya sebelum meminta pendapat orang swasta yang berdomisili di Jakarta itu. Tidak kepada Bupati Humbang Hasundutan, Maddin Sihombing, katanya. Boleh jadi menurut dia, meski sudah diputuskan Maddin tapi ditolak orang swasta tadi, kebijakan tadi tidak bisa dijalankan. Padahal sesungguhnya, orang swasta warga Jakarta itu tidak memiliki hubungan apa pun dengan Pemkab Humbang Hasundutan.

Beberapa pejabat yang dihubungi membenarkan, orang swasta warga Jakarta tadi memang secara hirarki tidak ada sangkut paut dengan Pemkab Humbang Hasundutan. Tapi dibenarkan pula dia sangat berpengaruh terhadap kebijakan Maddin ketika memimpin pemerintahan di Humbang Hasundutan. Itu disebabkan kata mereka, orang swasta itulah yang berperan besar menjadikan Maddin sebagai Bupati. Baik pada periode pertamanya sebagai bupati, apalagi pada periode kedua ini.

“Semua orang tahu itu. Dan semua orang tahu siapa dia”, kata seorang pejabat Eselon II yang baru saja dimutasi beberapa pekan lalu.

Dikatakan, kekuasaan oknum swasta itu dominan untuk mendudukkan seorang PNS pada suatu jabatan tertentu. Juga, untuk menentukan proyek apa dikerjakan siapa. Sehingga, katanya, Bupati Maddin hanya sebagai boneka saja. Maddin katanya, benar-benar tidak berdaya menghadapi oknum swasta itu. Kondisi yang seperti ini membuat nyaris semua pimpinan SKPD menjadi serba salah dan salah tingkah.

“Tak ada kewenangan Maddin. Apalagi kewenangan kami”, kata seorang oknum pimpinan SKPD dengan wajah memelas.

Akibat kebijakan yang seperti ini, yang menjadi korban akhirnya adalah anak negeri sendiri, kata seorang pejabat. Namanya saja orang swasta. Dia tidak memiliki pengalaman apa pun di bidang pemerintahan. Apalagi, dia tidak tahu menahu dengan kondisi anak negeri Humbang Hasundutan yang sesungguhnya. Dan dalam kondisi seperti ini, Maddin pun memang jadi serba salah dan salah tingkah pula.

Dalam pendangan pejabat itu, seorang Maddin memang merupakan sosok yang bersih dan lurus. Dia terkesan ingin mengabdikan hidupnya pada Humbang Hasundutan yang dicintainya. Namun harapan dan cita-cita Maddin terhempang oleh ambisi orang swasta tadi. Yang namanya orang swasta apalagi pengusaha, dia hanya punya sasaran untuk mendapatkan keuntungan materi semata, kata seorang pejabat lain yang berbicara di salah satu rumah makan di ruas jalan jurusan Sididkalang.

Seorang pajabat yang sekarang di SKPD-nya akan melakukan berbagai pelelangan proyek mengatakan, serba sulit untuk mengambil kebijakan. Di satu sisi menurut dia, pihaknya harus taat dan patuh pada aturan yang berlaku. Tapi di sisi lain, pihaknya pun mendapat tekanan dari orang swasta itu untuk mengatur dan mengarahkan pemenang tender. Kondisi seperti ini hanya membahayakan mereka saja katanya, tapi tidak bagi orang swasta itu. Padahal di sisi yang lain lagi, para pimpinan SKPD harus pula taat dan patuh pada kemauan orang swasta itu kalau mereka masih ingin menduduki jabatannya.

Sayangnya menurut dia, para aktifis LSM termasuk pers belakangan di Humbang Hasundutan bagai sudah menjadi singa ompong belaka. Bahkan dinilai para pejabat, aktifis LSM dan pers bagaikan mandul tak mampu menjalankan perandan fungsinya. Banyak penyebab yang mengganjel kata mereka lagi, mengapa mereka bisa dibungkam.

Di Dinas Peternakan dan Perikanan misalnya, sekarang ini bagaikan menunggu bom waktu saja, kata seorang kontraktor. Kebijakan-kebijakan Joses Pardosi sebagai kepala dinas, akan terbentur pada kemauan orang swasta warga Jakarta itu. Joses sendiri tengah mengalami situasi yang sangat menyulitkan dirinya sendiri.

“Kita lihatlah nanti, bagaimana Pardosi mengatasi persoalan yang akan meledak di dinas yang dipimpinnya sekarang”, kata seorang kontraktor.(RH)
Pematangsiantar, 6 Juni 2011
Ramlo R Hutabarat HP : 0813 6170 6993
Email : ramlo.hutabarat@yahoo.com____________________________________________

Ramlo Hutabarat, Guru dan Sahabat yang Sederhana : Hardono Purba

Awal Mei 2007, sebuah pesan singkat masuk ke ponselku. Disana tertulis; aku menunggu tulisan kalian untuk buku biograpiku, waktu sudah dekat, kapan bisa kuterima. Sesaat aku ingatanku melayang pada sosok yang mengirim pesan singkat tersebut; Ramlo Hutabarat akrab kupanggil Bang Ramlo, meskipun jika dilihat dari perbedaan umum aku lebih pantas menjadi anaknya. Dan tanpa pikir panjang segera kubalas pesan tersebut “Siap bang, pekan depan akan kukirim”. Karena bagiku, sebuah kehormatan besar bisa menuliskan pandanganku tentangnya dalam buku memoarnya.
Aku mengenal Bung Ramlo medio 1997. Saat itu, gerakan mahasiswa sedang giat-giatnya mengkritisi kebijakan pemerintah orde baru. Kami sering berdiskusi di rumah kontrakannya yang sederhana (sering disebutnya daerah rawan banjir) di jalan Asahan yang jaraknya hanya sepeminuman teh dari kampusku. Topik diskusi kami beragam, mulai dari situasi politik nasional maupun local, tentang seni, hukum, pendidikan, gaya hidup bahkan tentang percintaan. Kesan pertamaku adalah, bang Ramlo adalah seniman yang romantis namun sedikit sentimental.
Kebersamaan kami terus berlanjut. Tak jarang sepulang aksi demonstrasi, kami para aktivis yang lapar dan haus sengaja berkunjung ke rumahnya, dan dengan hati yang tulus ihklas, bang Ramlo menyediakan makanan indomie telor, teh manis dan nasi putih dengan lauk ikan asin yang tentunya kami makan dengan lahap, karena memang namanya mahasiswa apalagi anak kost, situasi keuangannya pasti terbatas. Dan dikemudian hari hidangan tersebut menjadi menu wajib bagi kami jika bertandang kerumahnya.
Suatu waktu, ketika itu persediaan makanan sudah habis sementara keesokan harinya kami akan melaksanakan aksi besar-besaran, aku datang ke rumahnya meminta petunjuk. Dan dengan segera dia pergi kedapur dan menyerahkan bungkusan plastik yang isinya beras dan ikan asin. “Inilah kalian masak di basekamp” katanya saat itu. Dan itulah bang Ramlo, sedapat mungkin pasti memberikan bantuan yang tulus dan ikhlas. Dalam pandangan saya saat itu sebagai aktivis mahasiswa bang Ramlo memberikan kontribusi yang jelas bagi pergerakan mahasiswa di Siantar Simalungun.
Satu yang unik dari bang Ramlo adalah kajiannya yang realistis. Setiap permasalahan yang kami diskusikan selalu dianalisa dari berbagai sudut pandang dan selalu berdasarkan logika. Pernah kami membahas tentang APBD Kabupaten Simalungun pos belanja kepala daerah. Disitu tertulis belanja rumah dinas: pembelian kulkas Rp. 10 juta, pembelian horden 15 juta. Dan dengan gaya bicaranya yang khas dia memberi pendapat, bahwa kulkas dan horden yang ada di rumah dinas bupati adalah kulkas dan horden yang paling mahal sedunia, pendapat yang sangat realistis dan logika.
Pada era reformasi. Dimana pemerintah memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi kebebasan pers, bang Ramlo mengajak saya bergabung di Surat Kabar Mingguan Simalungun Pos. Setiap pagi, sekitar jam 07.00 aku sudah hadir di rumahnya, lalu kami berdiskusi sebentar tentang arah yang akan dituju lalu berangkat. Dan satu hal lagi yang kukagumi dari pribadinya adalah cara berpakaian yang rapi. Dari rumahnya kami berangkat memburu berita kesetiap sudut Siantar Simalungun. Tak jarang meskipun dengan uang yang pas-pasan kami berangkat ke beberapa kecamatan di Simalungun untuk melihat secara jelas pembangunan yang sedang berlangsung. Dengan uang 20 ribu dan kereta pinjaman kami pernah ke kecamatan Purba melalui Simpang Dua dan pulangnya kami lewat Sipolha terus ke Tiga Balata. Capek, tegang namun mengasyikkan.
Meskipun dengan modal yang pas-pasan, semangat untuk bekerja demi bangsa dan negara (menurutnya) tidak pernah surut. Sepulang berkunjung ke kecamatan, kami langsung mendiskusikan apa yang telah kami lihat, dengar dan alami. Diskusi bisa berlangsung berjam-jam lamanya dan menjelang subuh baru berangkat tidur. Keesokan harinya hasil diskusi dituangkan dalam bentuk tulisan, baik itu berita, artikel maupun catatan.
Begitulah aktivitas rutin yang kami lalui. Aktivitas tersebut tanpa saya sadari telah membentuk jiwa dan kepribadian saya untuk tidak bermental tempe. Untuk selalu berjuang meskipun banyak tantangan yang harus dihadapi. Dengan bahasanya dia mengatakan, generasi muda yang akan menjadi pemimpin di masa depan harus bermental pejuang dan mental pejuang hanya bisa diperoleh melalui proses yang panjang, berliku, capek dan melelahkan. Kalau sudah bermental panjang,m pasti pemimpin di masa depan tidak akan melakukan cara instant (korupsi, kolusi dan nepotisme) untuk mencapai kesuksesan.
Ide, pemikiran bang Ramlo juga sangat demokratis. Disaat Simalungun sedang demam ahap Simalungun, dengan tegas bang Ramlo sebagai orang yang bukan Simalungun mendukung gerakan tersebut. Alasannya, sangat wajar orang Simalungun sebagai penduduk asli diberi kesempatan untuk menjadi pemimpin di tanah leluhurnya yang memberi kehidupan bagi banyak anak bangsa. “Riskan kalau di kampung saya di Hutabarat sana yang menjadi pangulu adalah marga Purba dari Negeridolok” katanya waktu itu. Dan dukungannya terhadap gerakan tersebut diaplikasikan dengan bekerja di SIMALUNGUN POS serta mempublikasikan tulisan-tulisan di berbagai media tentang keberpihakannya pada gerakan marahap Simalungun.
Namun sebagai manusia biasa, bang Ramlo juga memiliki kekurangan. Bagiku kekurangan tersebut adalah sifatnya yang temperamental. Jika sedang marah, bang Ramlo tak kenal tempat dan siapa orangnya. Dengan suara yang keras, dia akan membentak orang yang dianggapnya bertanggung jawab terhadap sesuatu peristiwa. Meskipun orang tersebut adalah seorang pejabat, bang Ramlo tak segan-segan membantah bahkan membentak jika ada sesuatu yang dianggapnya kurang pas.
Pernah, kami bertemu dengan seorang pejabat teras di pemerintahan. Karena sesuatu hal, pembicaraan berlangsung dalam situasi yang panas dan tegang. Dan tanpa kuduga, bang Ramlo dengan suara tinggi menahan marah, membentak pejabat tersebut. Aku yang saat itu masih junior hanya bisa diam karena takut ajudan pejabat tersebut akan mengusir kami.
Pernah juga, karena kesibukan yang luar biasa dan tak sempat pulang pada dead line koran kami, bang Ramlo menugasiku untuk membuat berita utama dan editorial. Pengalaman pertama bagiku. Sejak sore aku sudah berada di depan mesin tik, dan tak terhitung berapa banyak kertas yang terbuang sia-sia. Tiba-tiba telepon berdering diujung sana bang Ramlo bertanya apakah tugasku sudah selesai dan aku menjawab belum. Spontan dia marah dan mengatakan aku bodoh dan lamban. Aku hanya diam, karena saat itu aku memang hanya bisa diam.
Namun meskipun temperamental, bang Ramlo sebenarnya berhati lembut. Kepeduliaannya terhadap sesama sangat tinggi. Jika ada yang membutuhkan bantuan, bang Ramlo tak sungkan-sungkan untuk mengulurkan tangan. Bagiku pribadi tak terhitung berapa banyak bantuan yang telah diberikan bang Ramlo.
Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, bagiku bang Ramlo adalah abang, guru dan sahabat yang baik, sederhana dan peduli. Mungkin penilaianku terlalu subjektif namun semua itu kutuliskan apa adanya, seperti yang diajarkannya padaku. Dihari jadinya yang ke-50, melalui catatan ini, aku hanya bisa berdoa semoga diberi umur yang panjang, kesehatan serta kebahagiaan sampai anak cucu. HORAS (Penulis adalah wartawan, tinggal di kecamatan Silou Kahean)