Kamis, 22 Desember 2011

JR Saragih Membangun Simalungun

Oleh : Ramlo R Hutabarat

Sudah lebih satu tahun JR Saragih menjadi Bupati Simalungun. Sudah lebih satu tahun pula banyak pihak yang kecewa atau tidak puas pada kepemimpinannya. Kalau ditimbang-timbang, itu wajar dan pantas sekali. Persolannya, semua anak negeri Simalungun berharap banyak pada siapa pun pemimpinnya. Pemimpin diharapkan dapat membawa suatu masyarakat yang dipimpinnya agar dapat hidup lebih sejehtera. Dan mensejahterakan masyarakat apalagi secara merata, bukanlah hal yang gampang. Tidak segampang membalikkan telapak tangan. Yang pasti memang, sebagai bupati JR Saragih bukan alat pemuas anak negeri. Dia bupati. Bupati Simalungun.
Kalau dicermati secara kilas balik, menjadi Bupati Simalungun bagi JR Saragih bukanlah sesuatu yang instan atau mendadak. Jauh-jauh hari sebenarnya, dia sudah mempersiapakan dirinya untuk memangku jabatan itu. Misalnya, pada sebelum periode ini, dia sudah berupaya untuk menjadi calon Bupati Simalungun. Tapi apa daya, upayanya kandas dan baru jebol pada periode 2010 – 2015. Artinya, sebagai Bupati Simalungun yang sekarang, JR Saragih justru dipercaya sudah punya persiapan bahkan konsep yang jelas, tegas dan pasti . Dan persiapan, konsepnya itu tentu akan dijalankan serta diterapkannya mulai 2010 hingga 2015 nanti
Tapi bagaimana JR Saragih bisa menjalankan sekaligus menerapkan konsep dan segala macam persiapan yang sudah dibuatnya untuk membangun Simalungun ini. Dalam fakta yang ada, masih dalam tahun pertama kepemimpinannya sudah banyak pihak yang ribut teriak-teriak. Masing-masing meneriakkan kekecewaan serta kekesalannya. Ada yang mengatakan kurang ini, ada yang meneriakkan kurang itu. Sarana dan prasarana infrastruktur yang tidak memadailah bahkan porak poranda dan segala macam. Alhasil, semua bergaung bagaikan koor tak beraturan yang tak enak didengar telinga. Seolah, sebagai bupati JR Saragih tidak berbuat apa-apa.
Posisi RAPBD
Suara-suara sumbang yang bagaikan koor raksasa tak beraturan itu, sesungguhnya tidak saja tak enak didengar telinga. Tapi juga, bisa mengganggu suasana karena tanpa harmoni dan melodi yang indah. Syairnya pun tak beraturan, hingga malahirkan situasi yang riuh rendah di antara nada-nada minor. Pihak-pihak lain terutama para pemilik modal pun akhirnya anggan untuk datang. Melirik saja pun ke Simalungun, tak ondak lagi. Dimana-mana, investor menginginkan suasana yang sejuk dan nyaman untuk berusaha. Iklim berusaha yang sehat terutama adalah daearah yang sejuk kondusif. Juga anak negeri yang siap menerima perubahan.
Betapa tidak. Membangun Simalungun omong kosong bisa dilakukan jika dengan hanya mengandalkan uangnya sendiri. Tak bisa itu, bahkan tak mungkin. Coba cermati, Tahun Anggaran 2012 nanti Pendapatan Kabupaten Simalungun diproyeksikan hanya Rp 1.454.725.610.077 saja. Padahal, untuk Belanja diproyeksikan sampai Rp 1.463.912.104.534. Sehingga, dari angka-angka ini diperoleh defisit Rp 9.186.494.457.
Ironisnya, Belanja Kabupaten Simalungun 2012 yang diproyeksikan sebesar Rp 1.463.912.104.534 itu harus disisihkan sebesar Rp 907.008.524.219 untuk Belanja Tidak Langsung (61, 96 %) Sementara, untuk Belanja Langsung hanya bisa diakomodir sebesar Rp 556.903.580.315 (38, 04 %) saja. Oh ya, agaknya perlu juga dijelaskan Belanja Tidak Langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung deengan pelaksanaan program kegiatan. Sedangkan Belanja Langsung merupakan belanja yang dianggarkan secara laangsung denegan pelaksanaan program dan keegiatan.
Posisi RAPBD (Rancangan Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah) Kabupaten Simalungun 2012 ini, sebenarnya pun bisa dicatat sebagai suatu upaya dan kerja keras JR Saragih sebagai Bupati Simalungun. Juga, tentunya merupakan cerminan itikad baik JR Saragih untuk membangun Simalungun yang sekarang dipimpinnya. Tahun lalu, 2011 Anggaran Pendapatan Kabupaten Simalungun hanya bertengger pada angka Rp 1.155.753.207.846, 73 saja (tahun 2012 menegalami kenaikan sebesar Rp 298.972.402.230,27 atau 25, 87 %) Pendapatan Asli Daerah saja yang tahun 2011 hanya sebesar 72.723.183.480, 42, Tahun Anggaran 2012 bisa digenjot dengan proyeksi sebesar Rp 113.094.878.000 (menegalami kenaikan sebesar Rp 40.371.694.519, 58 atau naik 55, 51 %)
Sampai disini, nampak jelas dan pasti upaya yang diiringi itikad baik oleh JR Saragih ketika memimpin Simalungun ini. Apalagi bila mengingat pada Tahun Anggaran 2011 lalu, Anggaran Pendapatan Kabupaten Simalungun digunakan lebih 72 persen untuk Belanja Tidak Langsung. Mengapa Belanja Tidak Langsung bisa ditekan hingga hanya 61, 96 persen, tentunya oleh adanya pemangkasan disana-sini demi efisiensi dan efektifitas sekaligus keberpihakan kepada anak negeri. Dengan posisi seperti ini, secara matematis disimpulkan niat luhur JR Saragih untuk membangun Simalungun namapak jelas dan tegas.
Undang Investor
Tapi meski begitu. Kabupaten Simalungun secara di atas kertas tidak akan bisa juga dibangun sesuai dengan harapan anak negerinya. Karena itu, wajar dan pantas sekali jika masih akan terdapat suara-suara sumbang yang bernada ketidakpuasan. Matematisnya, dana yang tersedia sungguh dirasakan masih sangat kurang apalagi mengingat jumlah penduduknya yang 817.720 jiwa dengan Laju Pertumbuhan Penduduk 0, 63 persen. Sementara kecamatan yang dimiliki sampai 30 lebih dan Laju Inflasi yang 15, 74 persen.
JR Saragih sendiri mengakui pelaksanaan pembangunan yang dilakukan pihaknya diprioritaskan untuk kepentingan masyarakat banyak/ kepentingan publik. Hal itu sejalan dan selaras katanya dengan cita-cita masyarakat yanag adil, makmur dan sejahtera. Tapi disi lain kata JR Saragih, dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah untuk kepentingan aparatur seperti gaji dan pendukung lainnya, dibutuhkan dukungan dana yang tidak sedikit.
Pihaknya sendiri, melihat tingkat efisiensi dari alokasi belanja dan efektifitas kegiatan dalam meencapai tujuan dan sasaran perlu diperjelas. Analisis teentang tingkat efisiensi terhadap pelaksanaan kegiatan belum dapat dilakukan dengan baik. Hal ini, kata JR Saragih, disebabkan belum adanya kajian yang mendalam tentang standar analisis belanja untuk setiap kegiatan yang diaksanakan, khususnya untuk pekerjaan fisik.. Semenetara, masalah klasik yang selalu dihadapi oleh Pemerintah Daerah, adalah anggaran untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan sangat besar, sedangkan dana yang tersedia sangat terbatas.
Berdasarkan fakta-fakta inilah agaknya, cara lain untuk membangun Simalungun yang efektif dan efisien adalah dengan mendatangkan investor ke daerah ini. Mereka, para pemilik modal, harus dirayu agar mau menanamkan sahamnya di Simalungun entah dalam sektor dan bidang apa saja.Simalungun tak akan bisa bergerak seperti harapan semua pihak apabila hanya mengandalkan pendapatannya semata. Itu cuma mimpi, bagai mimpi di siang bolong doang.
Tapi juga seperti yang sudah dikedapankan di atas, pengusaha mana saja membutuhkan iklim yang sejuk jika ingin menanamkan modalnya di suatu daerah. Kalau masih dalam kurun satu tahun JR Saragih yang diibaratkan tengah memancing di suatu telaga tapi dilempari banyak orang, bagaimana bisa dia mendapatkan ikan dari hasil pancingannya. Padahal, ikan yang akan dipancing JR Saragih justru dimaksudkannya untuk seluruh anak negeri Simalungun juga.
Makanya, empat tahun ke depan marilah sama-sama berupaya membangun Simalungun. Membangun Simalungun, agaknya hanya bisa dilakukan dengan dan bersama-sama investor dan seluruh anak negeri. Tidak malah dengan cara ribut-ribut, berkoar-koar tak jelas juntrungannya. Suasana aman kondusif, mutlak dibutuhkan ketika. Membangun negeri.
Selamat Pagi !
____________________________________________________________________
Siantar Estate, 22 Desember 2011
Ramlo R Hutabarat
HP : 0813 6170 6993
Email : ramlo.hutabarat@yahoo.com
____________________________________________________________________

Rabu, 21 Desember 2011

John Hugo Silalahi, Ketua Umum PDT 2011

PESTA Danau Toba 2011 yang akan diselenggarakan mulai 27 hingga 30 Desember mendatang, diperkirakan berlangsung seru, meriah bahkan spektakular. Ini barangkali bisa diperkirakan, karena pelaksanaannya dipercayakan kepada orang-orang yang dinilai punya kredibilitas, kapasitas dan kapabilitas yang aduhai meyakinkan. Di antaranya ada Sophar Siburian, Marasal Hutasoit, Oloan Simbolon plus Nurlisa Ginting. Dan semuanya, apalagi karena dipimpin oleh John Hugo Silalahi sebagai Ketua Umum Panitia Pelaksana. Di Sumatera Utara nama-nama itu dikenal cukup memiliki itikad baik untuk memajukan industri pariwisata. Selain, nama-nama itu diyakini memiliki kemampuan yang handal dan tangguh.
John Hugo sendiri yang anak Siantar, memulai debutnya sebagai Pegawai Negeri Sipil golongan rendah di Cabang Dinas Kehutanan IV Sumatera Utara yang berkantor di Simalungun. Maklum, waktu itu dia hanya tamatan SMA meskipun saat menjadi PNS diapun mengikuti perkulihan di Fakultas Pertanian Universitas Simalungun. Di zaman akhir orde baru, Hugo pun hengkang sebagai PNS dan memulai terjun ke dunia politik praktis. Dengan mulus dia berhasil menjadi Bendahara Partai Golkar Simalungun yang waktu itu dipimpin Syahmidun Saragih sebagai Ketua.
Zaman reformasi membawa keberuntungan bagi orang yang ramah, penuh perhatian dan peduli kepada siapa saja ini. Saat dia menjadi anggota DPRD Simalungun dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 memungkinkan siapa saja bisa dicalonkan menjadi Kepala Daaerah, Hugo pun cemerlang menduduki singgasana kekuasaan sebagai Simalungun 1 menggantikan almarhum Djabanten Damanik. Pemilihan Bupati Simalungun yang waktu itu masih dilakukan DPRD mampu dimenangkan Hugo dengan telak. Padahal, lawan tandingnya waktu itu ada orang sekaliber Zulkarnaen Damanik. Zul harus bertekuk lutut, dan kembali ke Pempropsu dengan tangan kosong.
Dasar orang yang diberkati Tuhan, saat memimpin Simalungun sebagai Bupati, John Hugo dinilai piawai, cerdas dan cemerlang. Padahal waktu itu, maklum saja masa-masa awal reformasi. Siapa saja bisa bilang apa dan siapa saja juga bisa berbuat apa. Namun, sepanjang kepemimpinannya, Simalungun memang kondusif, aman tenteram, loh jinawi. Hugo memang pintar, cerdas dan lihai untuk mendekati sekaligus menaklukkan lawan-lawan politiknya. Jadilah dia sebagai seorang pemimpin yang disegani lawan dan dihormati kawan.
Maka selama dipimpin Hugo sebagai Bupati, Simalungun pun bergerak cepat dalam melodi pembangunan. Kepiawaiannya mengajak peran serta masyarakat yang aduhai, sampai sekarang belum dimiliki oleh dua penggantinya.Kelebihan dan kemampuan Hugo memimpin Kabupaten Simalungun antara lain adalah peran serta masyarakatnya untuk bersama-sama dengan pemerintah daerah saling bahu membahu berpacu menjalankan roda pembangunan.
John Hugo itu memang seorang yang kreatif, aktif, inovatif juga aspiratif. Kelebihannya dibanding dua penggantinya sebagai Bupati Simalungun adalah kemauannya untuk mendengar ssuara anak negeri atau siapa saja. Dia juga pendengar yang baik, tak pernah menunjukkan bahwa dia seorang penguasa. Bahkan, nyaris tak ada hari berlalu sebelum dia berbaur secara langsung dengan anak negeri yang dipimpinnya. Dimana, ketika dia berada di tengah anak negeri tak ada jurang pemisah yang menganga. Hugo akan lebih banyak mendengar dan mendengar. Setelah itu, dia pun merenung-renungkan apa yang didengarnya dari anak negeri yang dipimpinnya.
Dalam berpolitik, Hugo juga cerdas, pintar dan lihai. Selain, dia juga diberkati Tuhan dengan kemampuannya untuk membaca ‘tanda-tanda zaman’ Makanya, meski pun banyak orang terbeliak atas kepetusannya yang mengucapkan sayonara pada Partai Golkar, di Partai Demokrat Simalungun yang dipimpinnya kelak nama Hugo pun berkibar tenar. Dan ini dibuktikannya dengan suksesnya Partai Demokrat menjadi kekuatan terbesar kedua di DPRD Simalungun hasil pemilu 2009. Orang pun kembali Hugo-hugoon, dan kursi untuk DPRD Sumatera Utara pun berhasil digaetnya secara mulus. Dan malah, dalam Musda Partai Demokrat Sumatera Utara tahun lalu Hugo pun ikut terpilih untuk mendampingi Tengku Milwan sebagai salah seorang Wakil Ketua.
Maka tak heran tentunya, ketika Plt Gubernur Sumut Gatot Pujonugroho meminta John Hugo untuk memimpin Panitia Pelaksana Pesta Danau Toba 2011. Gatot tentu tahu, Hugo merupakan tokoh panutan dan memiliki keistimewaan dibanding orang lain. Antara lain, kedekatannya dengan siapa saja dan pihak mana saja. Dia punya kebiasaan untuk bekerja sama dan sama-sama bekerja dengan pihak lain. Sementara, Pesta Danau Toba memang membutuhkan kerja sama serta koordinasi setidaknya dengan beberapa Kepala Daerah yang melingkari Danau Toba.
Dengan tangan dingin John Hugo, Pesta Daanau Toba 2011 diyakini memang akan berlangsung mulus, cerlang cemerlang bahkan diyakini pula akan berjalan secara spektakular. Ada pertunjukan seni budaya dipagelarkan nanti, hiburan artis ibukota dan lokal, berbagai kegiatan olahraga tradisional, pameran, dan berbagai perlombaan, termasuk rally wisata Medan – Berastagi – Simalungun – Parapat. Diperkirakan, jumlah kunjungan wisatawan akan membludak nanti setelah PDT dilaksanakan di Parapat dan Samosir.
“Pelaksanaan PDT 2011 dimaksudkan untuk kemajuan sektor pariwisata dan perekonomian Sumatera Utara khususnya bagi masyarakat di kawasan Danau Toba serta industri pariwisata di lokasi sekitar Danau Toba”, kata Hugo kepada sejumlah waratawan di Medan, Rabu pekan ini.
Maka, ayo ramai ke Danau Toba 27 hingga 30 Desember mendatang. Jangan ragu apalagi sangsi. Pesta Danau Toba 2011 pasti menarik, memikat dan mengikat karena Panitia Pelaksana PDY 2011 dipimpin oleh seorang Kohn Hugo Silalahi.
Siantar Estate, 21 Desember 2011
Ramlo R Hutabarat
HP : 0813 6170 6993
______________________________________________________________________

Batik Siswa Simalungun, Persekongkolan dan Monopoli ?

Oleh : Ramlo R Hutabarat

Agaknya mulai Januari tahun depan, semua siswa di Simalungun akan mengenakan pakaian seragam baru. Pakaian seragam baru yang bermotifkan etnik tradisional Simalungun. Kemeja sekaligus celana bagi pria dan rok , tentu, untuk perempuan. Sampai disini, agaknya tak ada persoalan. Bahkan boleh disebut, kebijakan ini sungguh baik dan bagus. Penampilan para pelajar di Simalungun tentu akan lebih menarik dan unik. Yang namanya tradisi leluhur memang wajar bahkan wajib untuk dilestarikan.
Tapi saya melihatnya dari dimensi lain. Kewajiban pemakaian seragam motif etnik Simalungun bagi siswa di daerah ini, saya lihat sebagai bentuk lain pemerasan terhadap anak negeri. Setidaknya, cuma sebuah cara untuk mendapatkan uang oleh sekelompok orang tertentu meski pun dengan cara menambah beban ekonomi anak negeri. Padahal, di sisi lain kehidupan anak negeri sekarang ini amat terpuruk akibat harga-harga hasil bumi yang fluktuatif tak menentu.
Hasil Rekayasa
Pakaian seragam baru bagi seluruh siswa di Simalungun yang bermotif etnik itu, diberlakukan menyusul terbitnya Peraturan Bupati Simalungun Nomor 15 Tahun 2011 tentang Kewajiban Pemakaian Seragam Motif Etnik Simalungun bagi murid Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan murid Sekolah Menengah Atas dan atau sederajat di Kabupaten Simalungun. Menurut Peraturan Bupati itu, semua siswa baik negeri mau pun swasta wajib mengenakan seragam dimaksud.
Peraturan Bupati Simalungun itu, katanya diterbitkan setelah merujuk pada Peraturan Daerah Kabupaten Simalungun Nomor 7 Tahun 2006. Dan inilah yang membuat saya bingung serta pusing tujuh keliling. Saya jadi ragu sekali, apakah saya sudah terbilang pikun dan linglung. Atau, apakah Bupati Simalungun malah yang memang sudah mengalami hal yang sama seperti saya.
Masalahnya, Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Simalungun Nomor 7 Tahun 2006 itu adalah tentang Kewajiban mencantumkan uhir/ ornamen atau ragam hias Simalungun pada setiap bangunan pemerintah, BUMN, BUMD dan swasta serta fasilitas umum di Kabupaten Simalungun. Jadi tak berkaitan pakaian, tegasnya, kaitannya adalah dengan bangunan. Jadi saya pikir, rujukan penerbitan Peraturan Bupati Simalungun tadi, tak dapat dengan menggunakan Perda Nomor 7 Tahun 2006.
Setelah terbitnya Peraturan Bupati Simalungun tadi seperti dituturkan Albert Sinaga, Kepala Dinas Pendidikan Simalungun kepada saya, terbit pula Surat Keputusan Bupati Simalungun Nomor 188.45/2732/ Umkap-2011 tertanggal 11 Mei 2011. Pada intinya, Surat Keputusan Bupati Simalungun ini adalah tentang Pengadaan Pakaian Seragam Motif Etnik Simalungun bagi murid SD, SMP, SMA/ sederajat Negeri dan swasta di Kabupaten Simalungun. Berdasarkan hal itulah muncul CV Pelita Pendidikan yang Direkturnya Hotlan Anto Purba SE memberi tahu kepada seluruh Kepala Sekolah serta Ketua Komite Sekolah di daerah ini bahwa pakaian dimaksud sudah tersedia di kantor mereka di Jalan Kartini Nomor 6 Pamatang Raya.
Artinya, pengadaan pakaian seragam baru untuk seluruh siswa di Simalungun itu sekarang hanya dapat dipasok oleh CV Pelita Pendidikan saja. Apalagi, pakaian sejeneis tidak ada dijual pihak lain di pasaran.
Harga Mahal
Dalam suratnya Nomor 132/ CV PP/ P.V/ 2011 tanggal 10 Oktober 2011 yang ditujukan kepada seluruh Kepala Sekolah dan Ketua Komite Sekolah di seluruh Simalungun, Direktur CV Pelita Pendidikan Hotlan Anto Purba SE menjelaskan , harga baju batik etnik Simalungun yang spesifik termasuk celana bagi laki-laki dan rok bagi perempuan untuk tingkat SD Rp 80.000. Sementara untuk tingkat SMP seharga Rp 85.000, dan untuk tingkat SMA/ SMK seharga Rp 115.000. Pengambilannya menurut Hotlan dengan penyerahan uang muka sebesar 50 persen dan kemudian dapat dicicil selama 30 hari ke depan hingga lunas. Unit Koperasi Sekolah boleh mengambil sendiri pakaian itu ke kantor CV Pelita Pendidikan di Pamatang Raya, atau pihak mereka sendiri (CV Pelita Pendidikan) yang mengantarnya secara langsung ke Unit Koperasi Sekolah.
Dalam pandangan tokoh pemuda Sumatera Utara yang juga politisi senior Marlon Purba SH, harga jual yang diberlakukan pihak CV Pelita Pendidikan itu sungguh mahal jika dibandingkan dengan bahan sejenis. Marlon cukup kritis menanggapi kebijakan Bupati Simalungun ini, yang menurut dia hanya menambah-nambah beban rakyat semata. Apalagi warnanya tidak cerah bahkan kusam kata Marlon ketika kami berbincang-bincang di Lobby Siantar Hotel belum lama ini.
“Memang bagus jugalah kalau seluruh siswa di daerah ini mengenakan seragam yang bernuansa etnik Simalungun. Tapi agaknya, dalam situasi ekonomi masyarakat kita yang sekarang cukup payah, kebijakan Bupati Simalungun itu belum tepat sekali untuk diterapkan”, kata Marlon yang meski pun bermukim di Medan tapi tetap memberi perhatian pada tanah leluhurnya ini.
Lantas, Johalim Purba yang anggota DPRD dan kebetulan sekarang Ketua Komisi IV DPRD Simalungun yang antara lain membidangi pendidikan menyebut, ide pakaian seragam motif etnik Simalungun tadi sesungguhnya datang dari pihaknya, katanya. Mereka (DPRD Simalungun) pernah berkunjung ke suatu daerah di Nusa Tenggara, dan menyaksikan betapa indah dan menariknya jika semua siswa memang mengenakan pakaian seragam yang berasal dari etnisnya. Dari situlah akhirnya terbit kebijakan Bupati Simalungun yang mewajibkan seluruh siswa di daaerah ini untuk mengenakan pakaian seragam (baru), kata Johalim.
Tinjau Ulang
Bagi saya sebagai salah seorang anak negeri Simalungun, kewajiban pengenaan pakaian seragam baru bagi seluruh siswa ini sesungguhnya tidak begitu sesederhana itu. Banyak hal yang terselip disini, yang pada akhirnya memiliki potensi kejahatan. Dan karena itu, saya berharap semua pihak mau memberi perhatian yang serius. Saya mau katakan dengan terus terang, kewajiban penggunaan pakaian seragam itu hanya cara lain untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya dengan cara gampang saja. Mumpung punya peluang dan kekuasaan.
Dari surat CV Pelita Pendidikan Nomor 132/ CV.PP/ P.V/ 2011 tertanggal 10 Oktober 2011 itu saja saya melihat ada banyak hal yang janggal. Pertama, surat rekomendasi Dewan Pimpinan Cabang Partuha Maujana Simalungun (PMS) Nomor 50/ PMS/ IX/2009. Entah Dewan Pimpinan Cabang Partuha Maujana Simalungun mana maksudnya yang dibuat pada 2009 itu. Termasuk surat rekomendasi dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Simalungun Nomor 556/ Disbudpar tanggal 24 Agustus 2009. Bahkan pun, saya meragukan validitas pendaftaran HKI desain industri pembuatan baju batik etnis Simalungun yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual seperti yng disebutkan oleh Hotlan Anto Purba. Apalagi, surat itu pun ditembuskan juga kepada Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Simalungun padahal Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Simalungun tidak pernah ada sampai sekarang.
Yang saya lihat, dalam soal Peraturan Bupati Simalungun Nomor 15 Tahun 2011 sampai Surat Keputusan Bupati Simalungun Nomor 188.45/2732/ Umkap-2011 tanggal 11 Mei 2011, ada sesuatu yang tidak beres disini dan perlu untuk ditinjau ulang. Pihak mana saja, perlu untuk mengkaji ulang semua itu agar praktek-praktek KKN dapat dihindarkan sekaligus diberangus. Apakagi, praktek-praktek semacam ini telah secara langsung menyentuh kepentingan rakyat secara keseluruhan.
Bagi saya, semua itu merupakan perbuatan keji yang harus dibasmi yang cenderung saya lihat sebagai suatu persekongkolan pihak penguasa bersama pihak-pihak tertentu yang tujuannya untuk memperkata diri secara tidak syah.. Termasuk barankali merupakan perbuatan monopoli yang bertentangn dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha.
Wah, masalahnya : Siapa yang mau peduli ?
Siantar Estate 21 Desember 2011
Ramlo R Hutabarat
HP : 0813 6170 6993
___________________________________________________________________)

Selasa, 20 Desember 2011

Bupati Simalungun, Antara Copot dan Copet

Oleh : Ramlo R Hutabarat

Koran-koran terbitan Siantar, Selasa 20 Nopember 2011 menurunkan berita besar. Salah satu satunya di bawah judul ‘JR Copot Lagi 109 Pejabat Tak Disiplin’ Dan berita besar ini pun, sepertinya untuk melengkapi pemberitaan surat kabar sehari sebelumnya yang menyiarkan tentang pencopotan dr Sabrina Tarigan sebagai Kepala Dinas Kesehatan Simalungun serta dr Sandra Saragih sebagai Kepala Rumah Sakit Pamatang Raya.
Dalam pemberitaan itu disebutkan, Bupati Simalungun marah besar saat apel Hari Kesadaran Nasional yang diselenggarakan di Kompleks Perkantoran Pemkab Simalungun di Pamatang Raya, Senin. Yang jadi soal berdasarkan pemberitaan itu, banyak pejabat di jajaran Pemkab Simalungun yang tak menghadirinya. Tak ayal, JR Saragih pun saat itu juga mencopot 19 pejabat Eselon III serta 90 pejabat Eselon IV. Mereka yang dicopot dari jabatannya itu katanya, untuk membuktikan komitmennya menindak tegas pegawai yang tidak berdisiplin.
“Saya perintahkan kepada Ketua Baperjakat , nonjobkan para pejabat Eselon III dan IV yang tidak hadir saat ini. Dan gantikan dengan pegawai yang hadir saat ini”, teriak JR garang.
Maka sorenya hari itu juga, Tim Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan) yang terdiri dari Sekdakab Simalungun Ismail Ginting, Asisten III Wilson Simanihuruk, Kepala BKD (Badan Kepegawaian Daerah) Resman Saragih, Kepala Inspektorat Henri Sembiring serta Kepala Bidang Pengembangan BKD Frans Saragih, dibuat sibuk sekali. Mereka melakukan rapat di Rumah Dinas Bupati Simalungun hingga tengah malam.. Tentunya, rapat untuk menindaklanjuti perintah big boss mereka JR Saragih.
Tidak Disiplin
Pencopotan yang dilakukan JR Saragih terhadap 109 pejabat di jajaran Pemkab Simalungun itu, spontan mendapat sorotan dan tanggapan dari berbagai pihak. Luhut Sitinjak anggota Komisi I pada DPRD Simalungun misalnya mengatakan, mendukung kebijakan JR Saragih tadi. “Kita dukung yang dilakukan bupati. Jangankan Eselon III dan IV, Eselon II pun kalau tak hadir tanpa alasan jelas harus juga dicopot. Harus disamakan, jangan tebang pilih”, ujar Luhut bagai orang latah. Secepatnya pejabat ini diganti dan ditempatkan pejabat yang baru, katanya lagi menambahkan.
Tapi, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana pada Dinas Perkebunan Ermanus Tondang mengaku tengah sakit dan karena itu tak bisa mengikuti Apel Hari Kesadaran Nasional itu. Juga, Sekretaris Dinas PU dan Bina Maarga, Darwin Purba. Sementara, Kepala Bidang Perlindungan Tanaman pada Dinas Perkebunan Sri Paramita Dormauli mengaku tidak mengikuti apel karena melaksanakan tugas lapangan yang diberikan Kepala Dinas Perkebunan kepadanya. Ermanus Tondang sendiri nampaknya pasrah meski dicopot dari jabatannya.
“Kalau gara-gara sakit ini saya dicopot, saya siap”, katanya lemah.
Alasan JR Saragih mencopot para pejabat tadi dari kedudukannya, jelas dan tegas. Mereka dinilai tidak disiplin dalam menjalankan tugas. Untuk itu, JR Saragih tidak tedeng aling-aling.Copot dari jabatannya ! Dan tindakan atau keputusannya ini, anehnya mendapat dukungan pula dari anggota DPRD Simalungun khususnya Luhut Sitinjak. Dicopot dari jabatannya karena tidak menghadiri apel, dinilai tidak disiplin.
Prematur
Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercaya termasuk melakukan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Pendisiplinan adalah usaha untuk menanamkan nilai atau pun pemaksaan agar subyek memiliki kemampuan untuk mentaati sebuah peraturan. Pendisiplinan bisa jadi istilah pengganti untuk hukuman atau pun instrumen hukuman dimana hal ini bisa dilakukan pada diri sendiri atau pun orang lain.
Disiplin Pegawai Negeri Sipil, diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Dalam Peraturan Pemerintah itu antara lain pada Pasal 3 Ayat 11 dinyatakan, setiap PNS wajib datang, melaksanakan tugas dan pulang sesuai ketentuan jam kerja serta tidak berada di tempat umum bukan karena dinas. Selanjutnya, semua diatur dalam penjelasan Peraturan Pemerintah itu. Lengkap, dan lengkap sekali.
Sebagai seorang awam dalam bidang pemerintahan, sudah barang tentu saya tidak akan menggurui JR Saragih dalam memimpin pemerintahan di kabupaten Simalungun ini. Apalagi, semua orang tahu, JR Saragih adalah seorang doktor dalam bidang ilmu pemerintahan. Tapi justru sebagai seorang awam, saya hanya ingin mengingatkan JR Saragih agar hati-hati dalam melakukan tindakan, keputusan, kebijakan, apalagi hukuman terhadap PNS yang dipimpinnya.
Setahu saya, ada tata cara pemeriksaan, penjatuhan dan penyampaian Keputusan Hukuman Disiplin terhadap setiap PNS yang dituding telah melanggar disiplin. Misalnya, sebelum menjatuhkan hukuman disiplin,pejabat yang berwenang menghukum wajib memeriksa lebih dahulu PNS yang disangka melakukan pelanggaran disiplin. Pemeriksaan itu dilakukan secara lisan mau pun secara tertulis. Dan, pemeriksaan PNS yang disangka melakukan pelanggaran disiplin dilakuan secara tertutup.
Lantas, saya juga tidak ingin menggurui JR Saragih ketika memberhentikan PNS dari jabatannya di jajaran Pemkab Simalungun yang dipimpinnya. Cuma sekadar ingin mengingatkan saja karena saya merupakan salah seorang anak negeri Simalungun . Apa ? Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 khususnya pada Bab III Pasal 10 disebutkan, PNS diberhentikan dari jabatan struktural karena mengundurkan diri dari jabatan yang didudukinya, mencapai batas usia pensiun, diberhentikan sebagai PNS, diangkat dalam jabatan struktural lain atau jabatan fungsional, cuti di luar tanggungan negara kecuali cuti di luar tanggungan negara karena persalinan, tugas belajar lebih dari enam bulan, adanya perampingan organisasi pemerintahan, tidak memenuhi persyaratan kesehatan jasmani dan rohani, atau : hal-hal lain yang ditentukan dalam peraturan perundangan yang berlaku.
Saya sendiri tidak melihat semua itu ketika JR Saragih mencopot 109 pejabat di jajaran Pemkab Simalungun seperti yang dilakukannya Senin pekan ini. Karena itu saya mau katakan, keputusan JR Saragih tadi adalah prematur dan berpotensi untuk digugat para PNS yang dicopot dari jabatannya itu ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara)
Lantas ?

Sesungguhnya, saya sudah letih untuk mengingatkan JR Saragih saat memimpin pemerintahan di Simalungun ini. Letih tapi juga jenuh, apalagi kesan selama ini JR Saragih selalu mengambil sikap bagai ‘anjing menggonggong kafilah berlalu’ Tapi sebagai warga yang ikut memilih dia untuk menjadi Bupati Simalungun tahun lalu, saya wajib menyampaikan saran dan pendapat kepadanya. Sesungguhnya, tak urusan saya apakah saran saya didengar atau tidak didengarnya. Yang menjadi urusan bahkan kewajiban saya adalah mengingatkan JR Saragih sebagai seorang pemimpin di daerah ini.
Akhirnya saya hanya ingin mengajak Anda - Pembaca – untuk sekadar menyegarkan otak semata. Dan yang ini, berkaitan dengan judul yang saya buat pada paparan ini.
Kata copot bisa keseleo diucapkan lidah menjadi copet. Padahal arti dan maknanya jauh berbeda. Copot secara umum berarti ‘terlepas’, ‘tanggal’, ‘keluar’ . Juga bisa berarti ‘depak’, ‘tendang’, ‘gusur’, ‘jatuh’, ‘peretel’, dan ‘rontok’ Padahal, kata copet adalah suatu aksi kejahatan yang dilakuan dengan cara mengambil barang atau uang orang lain dari saku atau tas tanpa sepengetahuan atau tanpa seizin korban. Jadi, tegasnya, copot dan copet sangat kontras berbeda.
Tapi kalau kedua kata ini dimain-mainkan sembarang suka, boleh jadi copot copet, mencopot mencopet. Pencopot pun bisa jadi pemcopet. Dan dalam hal ini saya pun jadi tak tahu siapa yang dicopot siapa pula yang dicopet. Selanjutnya, siapa yang mencopot, siapa pula yang mencopet. Jangan-jangan, kelak orang akan katakan, pencopet mencopot dompet penyopet. Dan perkara copot mencopot, erat kaitannya dengan copet mencopet.
Wahai, oyong juga bah. Pening ! Selamat pagi !
Nagori Siantar Estate, 20 Desember 2011
Ramlo R Hutabarat HP 0813 6170 6993
____________________________________________________________________

Kamis, 15 Desember 2011

Disiplin PNS di Pemkab Simalungun dan Finger Print

Oleh : Ramlo R Hutabarat

Perkara disiplin, pegawai di Pemkab Simalungun lebih tertib dibanding dengan pegawai di Pemko Pematangsiantar, kata seorang kawan, Yosef Saragih. Dia boleh jadi bisa memberi penilaian secara obyektif dengan metoda teori pembandingan, karena selama ini Yosef bertugas sebagai wartawan di Unit Pemko Pematangsiantar. Belakangan, oleh pimpinannya Ulamatuah Saragih di Tabloid KONSTRUKTIF , Yosef dimutasi ke Pemkab Simalungun di Sondi Raya, dan penilaian Yosef saya nilai boleh jadi benar.
Masih cerita Yosef kepada saya, berdasarkan pengamatannya setelah bertugas di Pemkab Simalungun sebagai wartawan, pegawai di jajaran Pemkab yang sekarang dipimpin JR Saragih itu secara umum masuk kerja sesuai dengan ketentuan. Pulangnya juga demikian, dan agaknya gairah kerja mereka belakangan ini tengah berkobar serta menyala-nyala. Boleh jadi kata Yosef, ini disebabkan prinsip yang kita anut : ada kerja ada uang. Kalau uangnya jelas, kerjanya pun apasti akan jelas. Yang sulit adalah jika ada uang tapi tak ada kerja. Dan kami berdua pun terbahak-bahak di salah satu kedai minuman di Hapoltakan, Kecamatan Raya awal pekan ini.
Tapi dalam pandangan saya, pendapat kawan yang satu ini sesungguhnya masih perlu untuk dikaji ulang. Okelah, saya akui memang, soal disiplin pegawai di Pemkab Simalungun belakangan ini sudah membaik meski disana-sini masih diperlukan pembenahan. Sudah sangat sulit mencari pegawai Pemkab Simalungun yang ongkang-ongkang di warung-warung pada saat jam-jam kerja. Sama sulitnya dengan mencari maling di gereja.
“Saya masih meragukan disiplin yang mulai tertib itu datang dari hati sanubari mereka yang paling dalam”, kata saya pada Yosef. Boleh jadi karena Bupati Simalungun yang sekarang berlatarbelakangkan TNI yang dikenal kuat dalam disiplin. Jadi mereka – para pegawai itu - cuma karena takut semata kepada pucuk pimpinannya. Janganlah karena Bupati Simalungun kebetulan seorang yang ketat pada disiplin, lantas pegawainya pun ikut-ikutan berdisiplin. Kalau itu yang terjadi, sesungguhnya belum merupakan suatu perubahan, kata saya. Yosef pun mengernyitkan keningnya. Asap rokoknya dihembuskannya lepas ke udara bebas.
Taat dan Patuh
Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang dipercaya termasuk melakukan pekerjaan tertentu yng menjadi tanggung jawabnya. Itu menurut teori yang saya ambil dari Google. Dan kata kawan saya, disiplin mencakup sesuatu yang sangat luas dan bermakna. Bukan hanya taat pada jam kerja, tapi juga taat pada perintah dan ketentuan. Juga taat dan patuh pada aturan atau hukum yang berlaku. Orang yang tidak taat hukum, tak terlalu salah jika disebut tidak berdisiplin.
Dulu, ketika saya masih berstatus PNS, (Pegawai Negeri Sipil) ada aturan yang mengatur tentang disiplin yang namanya Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980. Sekarang, PP itu sudah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Konon kata kawan saya Resman Saragih yang sekarang Kepala BKD (Badan Kepegawaian Daerah) Simalungun, PP Nomor 30 Tahun 1980 itu diganti dengan PP Nomor 53 Tahun 2010 karena tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan.
Secara khusus pada Pasal 3 Ayat (11) Peraturan Pemerintah tadi, disebut setiap PNS wajib datang, melaksanakan tugas, dan pulang sesuai dengan ketentuan kerja serta tidak berada di tempat umum bukan karena dinas. Artinya, setiap PNS wajib mentaati ketentuan kerja yang sudah digariskan. Sementara, ketentuan jam kerja adalah dari pukul 08.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Dan, secara khusus sesuai dengan penjelasan PP Nomor 53 Tahun 2010 pada Pasal 3 Ayat (11) disebutkan : Keterlambatan masuk kerja dan atau pulang cepat dihitung secara kumulatif dan dikonversi 7 setengah jam sama dengan stu hari masuk kerja.
Dalam pandangan saya, penerapan disiplin pegawai di instansi mana saja terutama diinstansi pemerintah, sudah masanya dilakukan dengan mengikuti teknologi canggih yang memang sudah tersedia. Jadi tidak akurat lagi jika dilakukan secara manual tradisional. Lihat misal yang terjadi di DPR – RI Senayan sana. Kata Ketua DPR Marzuki Ali, ada anggotanya yang tak pernah mengikuti Sidang Paripurna sama sekali, tapi justru ikut mengisi absen. Absen bodong istilahnya, dan itu dimungkinkan terjadi karena sistem pengabsenan tidak dilakukan secara komputerisasi.
Maka saya pikir pun, kebijakan Pemkab Simalungun yang belakangan memanfaatkan Finger Print merupakan sesuatu langkah yang sangat tepat untuk mendisiplinkan para pegawainya. Finger Print, seperti yang saya dapat tahu dengan cara membuka Google, merupakan terjemahan dari absen sidik (jari) Artinya, setiap pegawai hanya bisa membuktikan kehadirannya melalui sidik jarinya yang direkam melalui sebuah alat dan peralatan canggih. Jadi tak akan terjadi lagi absen bodong.
Selain itu, dengan tehnologi yang dibuat sedemikian rupa, Finger Print juga dapat merekap data daftar hadir/ absensi yang ada di seluruh SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) termasuk di kantor-kantor kecamatan yang bagaimana pun terpencilnya. Tak ada lagi batas ruang dan waktu, sebab setiap saat BKD Simalungun yang kantornya di Sondi Raya justru dapat memantau seluruh pegawainya dimana saja. Semua pegawai yang tidak masuk kerja, terlambat masuk atau cepat pulang misalnya, dapat dideteksi dengan gampang sekali.
Perlahan-lahan
Maka cerita kawan saya Yosef Saragih yang menyebut soal disiplin pegawai Pemkab Simalungun belakangan ini semakin baik, saya pikir merupakan buah atau hasil pemanfaatan Absensi Pegawai dengan Sidik Jari atau yang populer disebut dengan istilah Finger Print tadi. Melalui alat elektronik ini sekarang dilaksanakan proses dan prosudur serta pelaporan absensi pegawai. Seluruh pegawai di Pemkab Simalungun pun, tak lagi bisa ‘neko-neko’ Setiap harinya, pegawai yang tidak masuki kerja dapat diketahui secara cepat dan akurat walau pun pegawai yang bersangkutan bertugas di kecamatan yang jauh bahkan terpencil dari Kantor BKD Simalungun di Sondi Raya.
Lalu saya pikir, proses ini semua tentu tidak seperti makan cabai atau merica. Begitu dimakan, pada saat itu juga terasa. Juga, tidak seperti membalikkan telapak tangan. Sekarang juga bisa dilakukan, dalam hitungan detik.
Setahu dan menurut pemahaman saya, yang namanya teknologi canggih berupa peralatan elektronik, hanya bisa digunakan secara berangsur lambat laun. Pesawat teve yang baru dibeli saja tidak bisa langsung digunakan begitu sampai dari toko. Sebelumnya harus dilakukan penyesuaian terutama dengan arus listrik yang akan menggerakkannya. Termasuk dengan suhu ruangan.
Namanya saja peralatan baru sekaligus pemasangan baru. Sudah barang tentu Finger Print yang sekarang dimiliki Pemkab Simalungun belum dapat digunakan secara maksimal. Orang-orang di Pemkab Simalungun tentu, masih terbatas penguasaannya terhadap peralatan ini yang akan masih dicermati ketika hari-hari berjalan seiring dengan berjalannya waktu. Masih perlu upaya penguasaan teknologi (baru) ini di lingkungan Pemkab Simalungun, dan karena itu sekali lagi masih wajar dan pantas sekali masih belum terlihat hasil yang maksimal.
Cuma dalam hati saya membenarkan apa yang disebut kawan saya Yosef Saragih. Disiplin pegawai di jajaran Pemkab Simalungun sekarang ini semakin tertib, baik dan sesuai aturan. Tak usahlah saya katakan lebih baik dari pada disiplin pegawai di Pemko Pematangsiantar, sebab kata Ompung saya tak elok membanding-bandingkan. Dan itu saya pikir, antara lain dikarenakan pemanfaatan Finger Print yang (sekaligus) diterjemahkan sebagai peralatan elektronik dimana pelaksanaan proses dan prosudur serta pelaporan absensi pegawai dilakukan dengan sidik jari.
____________________________________________________________________
Nagori Siantar Estate 15 Desember 2011
Ramlo R Hutabarat
Email : ramlo.hutabarat@yahoo.com HP : 0813 6170 6993
____________________________________________________________________