Jumat, 14 Oktober 2011

Bernhard Dananik versus JR Saragih

Bernhard Dananik versus JR Saragih

Bernhard Damanik, dieja Bernad, adalah seorang di antara empat puluh lima anggota DPRD Simalungun. Politisi muda dari PIB (Partai Indonesia Baru) yang berlatarbelakangkan pengusaha. Ganteng dan perlente serta pintar bergaul. Peduli dan penuh perhatian terhadap siapa saja. Dan yang lebih penting, untuk ukuran Siantar dan Simalungun, laki-laki warga Jalan Besar Sidamanik Dusun Manik Rambung Kecamatan Sidamanik, Simalungun ini terbilang cukup kaya. Namanya saja pengusaha.
Barangkali, di antara empat puluh lima anggota DPRD Simalungun, Bernadlah yang paling populer. Binton Tindaon yang Ketua DPRD Simalungun saja, kalah pamor dan kalah populer dibanding Bernad. Itu karena Bernad acap bersuara nyaring dan keras selain tegas. Ucapannya selalu dipublikasi surat-surat kabar terbitan Siantar dan ditempatkan pada halaman-halapan utama. Apa yang disampaikan Bernad, selalu laku dijual surat kabar. Surat kabar bisa laris manis di pasaran.
Secara umum, suara Bernad selalu mengkritisi Pemkab Simalungun di bawah kepemimpinan JR Saragih. Biasalah. Kalau media mengkritisi penguasa, media yang bersangkutan akan menarik perhatian publik. Metro TV dan TV One barangkali bisa diambil sebagai misal. Siapa sih yang tak suka menyaksikan tayangan kedua televisi swasta ini ?
Bernad selalu bersuara garang dan lantang. Padahal, di DPRD partainya cuma memiliki satu kursi saja dan karena itu dia bergabung dengan Fraksi Demokrat. Wajar dan pantas kalau suara Bernad nyaris tak dipedulikan siapa-siapa, apalagi fraksinya karena di Fraksi Demokrat dia sesungguhnya hanya bagai ‘penumpang’ belaka. Tapi seperti sering dikatakannya, dia anggota DPRD. Anggota DPRD menurut dia harus bicara untuk membela kepentingan rakyat. Didengar atau tak didengar siapa-siapa, seorang anggota DPRD harus bicara. Apakah suaranya berpengaruh atau tidak berpengaruh, tidak menjadi soal katanya. Yang penting dan wajib dilakukan seorang anggota DPRD katanya lagi, ya berbicara. Parlemen itu memang artinya orang yang berbicara.
“Ketika menjalankan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan, anggota DPRD memang harus berbicara”, katanya.
Seperti sudah dikatakan tadi, Bernad selalu lantang, keras dan tegas dalam menyikapi kebijakan-kebijakan JR Saragih sebagai Bupati Simalungun. Ucapan-ucapannya penuh kritik yang tajam dan pedas, bahkan kadang menghentak, menyengat. Pernah bahkan Bernd menyebut JR Saragih bagaikan harimau. Dan publik pun tercengang-cengang dibuatnya. Tapi Bernad tenang-tenang dan kalem saja. Dasar Bernad. Temperamennya memang terkesan tenang dan kalem.
Puncak kritik Bernad, dilakukannya 25 September lalu. Sepucuk surat dilayangkannya kepada KPK, Kepala Kejaksaan Agung, Kapolri, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK – RI), Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, dan Kepala Polda Sumatera Utara. Surat yang dilengkapi dengan bundelan-bundelan setebal lebih seratus halaman itu disebutnya sebagai Laporan dan Pengaduan Dugaan Korupsi pada Pemerintah Kabupaten Simalungun. Dan entah mengapa publik pun menyebut-nyebut belakangan, Bernad mengadukan JR Saragih ke KPK karena dituduh telah melakukan tindak pidana korupsi. Maka orang-orang pun ramai memperbincangkannya. Bernad mengadukan JR Saragih karena dituduh telah melakukan korupsi ?
Sebenarnya, dalam surat itu Bernad menyebut adanya kesalahan pengelolaan keuangan daerah sehingga menyebabkan terjadinya dugaan tindak pidana korupsi yang telah merugikan keuangan negara. Sementara, pihak-pihak yang terkait dengan kesalahan itu masing-masing menurut dia adalah Kepala Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan Daerah dan Asset Simalungun, Kepala Dinas Tarukim Tamben, Pejabat Pembuat Komitmen pada Dinas Tarukim Tamben, Asisten Bidang Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Simalungun, Inspektorat Simalungun, Sekretaris Daerah Kabupaten Simalungun selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daearah Kabupaten Simalungun, dan Bupati Simalungun.
Dirinci Bernad, pada Tahun Anggaran 2010 sesuai dengan Undang-undang APBN Tahun Anggaran 2010, Pemerintah Kabupaten Simalungun mendapatkan Dana Alokasi Umum sebesar Rp 676.489.615.000,00. Tapi anehnya katanya, justru dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Simalungun kepada DPRD Simalungun hanya disebutkan sebesar Rp 644.610.865.000,00 saja. Sehingga, katanya, ada terdapat selisih sebesar Rp 31.878.750.000,00.
Lantas, masih menurut Bernad, pada Tahun Anggaran 2010, juga menurut Undang-undang APBN Tahun 2010, Pemerintah Kabupaten Simalungun mendapatkan DAK (Dana Alokasi Khusus) sebesar Rp 70.279.300.000,00. Padahal menurut Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Simalungun yang dilaporkan kepada DPRD Simalungun hanya sebesar Rp 62.053.050.000,00. Sehingga, katanya, ada selisih pagu DAK ini sebesar Rp 8.226.250.000,00.
Selanjutnya, menurut Undang-undang APBN Tahun 2010, Pemerintah Kabupaten Simalungun kata Bernad mendapatkan Dana Bagi Hasil Pajak sebesar Rp 68.014.186.621,00. Padahal dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Simalungun kepada DPRD Simalungun hanya sebesar Rp 62.103.155.295,00 saja. Sehingga, terdapat selisih pagu anggaran sebesar Rp 5.911.031.326,00.
Lalu, berdasarkan Undang-undang tentang APBN Tahun Anggaran 2010 kata Bernad Pemkab Simalungun mendapatkan Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus sebesar Rp 125.627.054.000,00, padahal yang dilaporkan Bupati Simalungun kepada DPRD Simalungun dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban hanya sebesar Rp 112.627.054.000,00. Sehingga, katanya, terdapat selisih sebesar Rp 13.363.395.782,00. Meski pun, kata Bernad, selisih Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus ini menurut Bupati Simalungun terjadi karena adanya dana yang tidak ditransfer oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Kabupaten Simalungun. Sementara, penjelasan Bupati Simalungun ini tidak dibuktikan dengan memberikan bukti print out transfer atau rekening koran Pemkab Simalungun sebagai Rekening Penerima Pendapatan untuk Pemkab Simalungun dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Atasan.
Tidak cukup hanya sampai disitu, Bernad juga menyampaikan kepada KPK, Kajagung, Kapolri, Kajatisu, Kapoldasu serta BPK-RI, Pemkab Simalungun tidak membayarkan Tunjangan Profesi Guru Pegawai Negeri Sipil sebanyak enam puluh sembilan orang yang nilainya semua Rp 1.035.000.000,00. Pemkab Simalungun sendiri, tidak menjelaskan alasan kenapa Tunjangan Profesi Guru PNS ini tidak juga dibayarkan, kata Bernad.
Selanjutnya, masih menurut surat pengaduan Bernad, Pemerintah Propinsi Sumatera Utara pada Tahun Anggaran 2010 telah memberikan Dana Tambahan Penghasilan bagi guru non PNS sebesar Rp 1.276.920.000,00 kepada Pemkab Simalungun untuk dibayarkan kepada mereka yang berhak.. Tapi, menurut dia sampai sekarang uang itu belum kunjung juga diberikan Pemkab Simalungun kepada masing-masing guru non PNS. Berat dugaan katanya, uang ini sudah digunakan/ dipakai oleh Pemkab Simalungun untuk program kegiatan lain , yang jelas-jelas tidak sesuai dengan peruntukannya.
Kalau ini yang terjadi kata Bernad, artinya Bupati Simalungun telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundangan yaitu Perda Sumatera Utara tentang APBD Tahun Anggaran 2010. Juga pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang telah dirubah menjadi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah khususnya pada Pasal 192 Ayat (4) yang bunyinya : “Kepala Daerah/ Wakil/ Pimpinan DPRD dan Pejabat Daerah lainnya dilarang melakukan peengeluaran atas beban Anggaran Daerah untuk tujuan lain yang telah ditetapkan dalam APBD.
“Seharusnya, kalau pun peruntukan dana itu mau dialihkan Bupati Simalungun bagi program kegiatan lain, sebelumnya harus mendapatkan persetujuan Gubernur Sumatera Utara serta DPRD Sumatera Utara”, kata Bernad.
Dalam soal ini juga, menurut Bernad Bupati Simalungun telah melanggar pula Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Khususnya pada Pasal 34 Ayat (1) dikutip Bernad : “Menteri/ Pimpinan Lembaga/ Gubernur/ Bupati/ Walikota yang terbukti melakukan kebijakan yang telah ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN/ Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan Undang-undang” Juga, kata Bernad lagi, kalau tuduhannya ini benar maka JR Saragih sudah melakukan pelanggaran atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara khususnya pada Pasal 3 Ayat (2) yang bunyinya : “Peraturan Daerah tentang APBD merupakan dasar bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan penerimaan dan peengeluaran daerah”, serta Ayat (3) yang menyebut :”Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN/ APBD jika anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia.
Cerita tentang pengaduan Bernad masih panjang. Dia juga menyampaikan bahwa menurut Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Simalungun kepada DPRD Simalungun, Pemkab Simalungun pada Tahun Anggaran 2010 memiliki utang ke pihak ketiga sebesar Rp 24.149.341.437,00 yang sampai sekarang belum terbayarkan. Utang itu terjadi menurut Bupati Simalungun, kata Bernad, karena tidak terealisasinya dana transfer dari pemerintah pusat sebesar Rp 21.783.195.914,00. Sampai disini saja sudah aneh dan ganjil. Utang ke pihak ketiga sebesar Rp 24 miliar lebih sedang dana yang terealisasi hanya Rp 21 miliar lebih. Lantas dari mana muncul utang yang nilainya sekira Rp 3 miliar lagi ?
Kata Bernad, gambaran ini sudah sangat ganjil dan tak masuk diakal sehat siapa saja. Persoalannya, katanya, dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Simalungun Tahun Anggaran 2010 disebutkan adanya SILPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) sebesar Rp 1.173.621.022,62. Kalau hal ini benar, tentu kondisi APBD Simalungun 2010 justru surplus sebesar nilai SILPA tersebut sekaligus Pemkab Simalungun seharusnya tidak memiliki utang sebesar Rp 24 miliar lebih tadi.
Bernad masih saja mengungkap. Di Dinas Tarukim Tamben sekarang ini tengah dilakukan kegiatan pekerjaan renovasi dan rehabilitasi Guest House menjadi Rumah Dinas Bupati Simalungun, serta renovasi/ rehabilitasi Laboratorium Badan Lingkungan Hidup menjadi Rumah Dinas Sekretaris Daerah Kabupaten Simalungun. Masing-masing kegiatan itu menurut dia, berbiaya Rp 2.835.000.000,00 serta Rp 450.000.000,00.
Yang menjadi soal menurut Bernad, proses kedua kegiatan ini terindikasi telah melanggar Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang pada Instansi Pemerintah. Sehingga, katanya, diduga telah terindikasi korupsi yang mengakibatkan kerugian pada keuangan negara.

Mau Bagaimana
Berdasarkan temuan-temuan Bernad tadi, dia berharap agar baik KPK, Kejaksaan Agung, Kapolri, Kejatisu dan Kapoldasu melakukan tindakan hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dia menduga telah terjadi tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang dalam menjalankan roda pemerintahan di Simalungun.
Lantas yang menjadi soal sekarang adalah, bagaimana sikap atau reaksi Pemkab Simalungun yang sekarang dipimpin JR Saragih ?
Pengaduan Bernad Damanik tadi, spontan mendapat respons dari berbagai kalangan. Seperti biasa, pengaduan ini pun menjadi santapan lezat bagi berbagai media seraya mempublikasinya secara luas. Bahkan awal Oktober ini sejumlah aktifis pun melakukan aksi demo di Gedung KPK di Jakarta yang intinya mendesak agar pihak berwajib mengusut tuntas persoalan yang diadukan Bernad ini. Biasalah. Para aktifis pergerakan akan segera melakukan sesuatu dengan gaya dan caranya sendiri dalam rangka memberantas segala bentuk kejahatan korupsi.
Bagi para pengamat dan pemerhati, pengaduan Bernad ini ditanggapi sebagai suatu yang positif apalagi dilakukan oleh seorang anggota DPRD. Terlepas ada apa di balik batu, yang pasti berbagai pengamat dan pemerhati mencermati kondisi ini sebagai sesuatu yang menarik untuk dikaji. Apalagi, JR Saragih baru dalam hitungan bulan saja menjadi Bupati Simalungun tapi sudah diterpa masalah yang cukup besar dan prinsipil.
Sayangnya Pemkab Simalungun sampai sekarang tidak atau belum pernah memberikan tanggapan atas pengaduan Bernad tadi. Tak ada respons, tak ada reaksi bahkan tak ada apapun. Pengaduan Bernad ini sepertinya terkesan dianggap angin lalu, bak seperti kata pepatah Melayu : Anjing menggonggong kafilah berlalu.
Sikap seperti yang dilakonkan Pemkab Simalungun ini sebenarnya justru merugikan dirinya sendiri. Sebuah sikap yang tak terpuji, bahkan tak terlalu salah jika disebut sebagai suatu sikap yang tercela. Dituding melakukan tindak pidana korupsi merupakan suatu aib yang tak cuma pada diri sendiri. Juga bisa-bisa tercemar harga diri anak dan istri, bahkan sanak saudara dan entah siapa lagi.
Sebagai seorang Bupati, JR Saragih seyogianya harus cepat-cepat berupaya membersihkan diri. Laporan pengaduan sekaligus tudingan Bernad Damanik, harus ditampiknya dengan tanggap, responsif bahkan harus dengan secara reaksioner. Tidak malah diam membisu, sehingga anak negeri tak bertanya-tanaya lagi dalam hati apa yang sesungguhnya terjadi. Apalagi, bagi mereka yang sejak pemilukada lalu mendukung dan memilih JR Saragih sebagai Bupati Simalungun.
Sebagai Bupati Simalungun, JR Saragih memiliki alat kelengkapan dan perangkat yang hampir sempurna. Dia punya Bagian Humas, punya Bagian Hukum, punya Asisten, punya Staf Akhli. Bahkan JR Saragih yang Bupati Simalungun itu kabarnya pun memiliki Tim Asistensi Bidang Hukum yang terdiri dari Pardomuan Nauli Simanjuntak, Albert Pane, Binaris Situmorang serta Riduan Manik. Dimana mereka semua dan mengapa tidak berbuat apa dan bagaimana terhadap tudingan Bernad Damanik ?
Pemerintah memang harus tanggap dan responsif terhadap segala sesuatu. Sikap masa bodo bagai buta dan tuli agaknya merupakan sesuatu yang wajib dihindari. Membela diri sekaligus membersihkan diri, agaknya bukan merupakan sebuah perbuatan keji. Bahkan wajib dilakukan oleh siapa saja yang merasa dizolimi.
Tapi terlepas dari semua itu, bukankah DPRD Simalungun bisa juga membuat reaksi ? Kalau benar seorang Kepala Daerah telah melanggar peraturan perundangan yang berlaku, apakah hal itu tidak sama dengan telah melanggar sumpah ? Dan kalau seorang Kepala Daerah telah melanggar sumpah, apa yang harus dilakukan DPRD ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar