Minggu, 11 September 2011

Ketika Kepala Daerah Berulah, Bertingkah dan Bersalah

(Studi Kasus Bupati Simalungun JR Saragih)
Oleh : Ramlo R Hutabarat

Sebagai jurnalis apalagi sebagai seorang anak negeri Simalungun, saya acapkali malu dan tersentak bila ketika berkunjung ke luar daerah dan ditanyai beberapa kawan : Bagaimana Bupati Anda JR Saragih ? Bah, kenapa rupanya ? Agar tidak berpanjang-panjang dan menimbulkan terkurasnya energi berlebihan, biasanya saya jawab singkat saja. Bupati kami JR Saragih, merupakan seorang yang jago dan jago sekali. Dia seorang doktor ilmu pemerintahan, dan ketika dia menggonta-ganti pejabat di jajaran Pemkab Simalungun dan segala macam ulah dan ringkah, tak ada siapa pun yang bilang apa. Kenapa rupanya ?

Nyatanya jawaban saya tidak bisa menghentikan pembicaraan. Kawan-kawan di luar daerah akan menerangkan begini-begitu tentang JR Saragih yang sekarang Bupati Simalungun. Singkatnya menurut mereka berdasarkan pemberitaan di berbagai media massa yang mereka baca, JR Saragih sebagai Bupati Simalungun selalu berulah dan bertingkah. Dan tingkah serta ulahnya itu, selalu membuat banyak pihak menjadi resah dan gelisah. Dan sikapnya itu, perlu serta harus dirubah agar Simalungun ke depan tak lagi mendesah. Wah. Orang-orang luar daerah pun nyatanya paham sekali apa yang belakangan terjadi di Simalungun.

Sebagai warga Simalungun yang mendukung pemerintahan JR Saragih, saya tentunya berupaya membela orang nomor satu di kabupaten ini. Saya katakan, kalau seorang kepala daerah masih sekadar berulah dan bertingkah, itu masih wajar dan lumrah. Apalagi seorang kepala daerah yang baru saja menduduki jabatan basah. Yang jadi soal memang, jika seorang kepala daerah sudah berbuat salah. Ini bisa memang menghantarnya ke jurang yang dalam : Bedebah !

Kontroversial

Sosok JR Saragih memang, antara lain dikenal acap mengambil kebijakan yang tidak populer. Misalnya, sehari begitu dilantik dia langsung mencopot beberapa pejabat eselon II di jajaran Pemkab Simalungun. Ada yang dicopotnya dengan alasan sudah memasuki batas usia pensiun seperti almarhum Revanus Sormin, tapi menjadi kontroversi sebab yang menggantikannya justru Anna Girsang yang juga sudah memasuki batas usia pensiun. James Simamora yang waktu itu sudah memasuki batas usia pensiun tapi diperpanjang masa tugasnya sebagai Staf Akhli Bupati Simalungun, aneh bin ajaib dimutasinya pula sebagai Kepala Dinas Tenaga Kerja. Padahal, sebagai seorang doktor dalam bidang ilmu pemerintahan, JR harus tahu seorang PNS yang menduduki jabatan boleh diperpanjang masa tugasnya tapi harus pada jabatan yang sama. Jadi, tidak malah dimutasi untuk menduduki jabatan lain.

Penghunjukan Ismail Ginting sebagai Plt Sekdakab Simalungun pun, merupakan ulah dan tingkah JR Saragih yang pantas dan patut untuk dicermati.Waktu diangkat sebagai Plt Sekdakab Simalungun, Ismail tidak sedang menduduki jabatan apapun yang artinya dia sedang dalam status non job. Tidak seperti JR Saragih, saya sungguh tak memiliki pendidikan apapun dalam bidang pemerintahan. Tapi, tak terlalu bodoh saya agaknya jika saya heran bercampur bingung. Bagaimana seorang yang tidak menduduki jabatan apapun tapi dihunjuk sebagai Plt Sekdakab. Padahal, seorang Sekdakab karena jabatannya adalah Koordinator Panitia Anggaran, yang sekaligus Ketua Baperjakat, juga sebagai Kuasa Pengguna Anggaran di Sekretariat Pemkab. Apalagi, seorang Sekdakab juga merupakan pimpinan tertinggi PNS di suatu pemerintahan daerah.

Mensedernakannya, begini. Kepala Dinas Pendidikan Nasional Simalungun yang sekarang Albert Sinaga misalnya, harus mengikuti Sekolah Pimpinan (Sespim) selama beberapa bulan karena memang dia belum pernah lulus dari pendidikan penjenjangan karir itu. Berdasarkan aturan yang berlaku, apabila seorang pejabat mengikuti pendidikan selama lebih dari enam bulan, dia harus diberhentikan sementara dari jabatannya Dan untuk menggantikannya sebagai Plt Kepala Dinas Pendidikan Nasional Simalungun, harus seorang PNS yang sedang menduduki jabatan pula. Boleh jadi yang dihunjuk sebagai Plt adalah salah seorang Kepala Dinas dari SKPD lain, atau salah seorang Kepala Bidang di dinas yang bersangkutan. Tidak boleh seorang PNS yang tidak sedang menduduki jabatan. PNS yang menduduki jabatan Eselon IV saja tidak boleh. Konon pula PNS yang sedang tidak menduduki jabatan.

Sosok JR Saragih juga memang, merupakan seorang yang tak terlalu salah jika disebut sebagai seorang kontraversial. Kebijakan-kebijakannya kerap sekali mengundang perhatian khalayak ramai. Misalnya, membangun lapangan terbang di Sondi Raya dengan secara liar mengangkangi aturan yang ada. Bangun dulu, belakangan izinnya kata JR Saragih seperti dilansir berbagai media tempo hari. Sikap seperti ini, betul-betul suatu sikap pemimpin yang tak perlu ditiru. Kalau anak negeri Simalungun menirunya, bisa berabe dan celaka tiga belas. Orang akan ramai-ramai membangun rumah masing-masing tanpa IMB (Izin Mendirikan Bangunan) dengan memberi alasan : Bangun dulu belakangan diurus IMB-nya Sama seperti alasan JR Saragih ketika membangun lapangan terbang.

JR Saragih juga memindah-mindahkan kantor-kantor SKP Pemkab Simalung
Un. Mula-mula, kantor Bappeda dan BKD dipindahkannya ke Kantor Sekretariat. Juga, kantor-kantor lain dipindah-pindahkan dengan alasan yang tidak jelas. Belakangan, Sekretariat pun dipindahkannya ke gedung lain, seperti kantor Bappeda dan Kantor BKD. Orang ramai jadi bingung dibuatnya. Kantor – kantor koq dipindah-pindah. Tidak cukup cuma memindah-mindahkan pejabat. pemerintahan.

Pemagaran seluruh gedung kantor Pemkab Simalungun dengan sejenis seng juga membuat nama JR Saragih bertambah populer di tengah masyarakat sampai pada warga di daerah lain. Ketika kawan-kawan saya menanyakan apa maksud pembuatan pagar itu pun, saya hanya bisa terdiam dan terpelongo. Saya tak tahu mau jawab apa dan bagaimana mengapa kantor-kantor itu dipagar sehingga menimbulkan kesan angker. Saya pikir, JR Saragih saja memang yang bisa menjawabnya. Yang saya tahu, alam pun tak setuju dengan pemagaran-pemagaran itu. Buktinya, alam Simalungun pernah murka dengan menjungkir-balikkan pagar itu. Tapi dasar bandel, JR Saragih pun tetap bertahan memagarnya dengan mendirikan kembali pagar - pagar yang sudah ditumbangkan angin.

Bisa Dilengserkan

Kalau hanya sampai disitu, saya pikir JR Saragih masih bisa digolongkan sebagai kepala daerah yang suka buat ulah dan tingkah. Belum bisa disebut dia menyalah karena tak ada aturan hukum yang dilanggarnya. Ulah dan tingkah, tidak bisa dibawa menjadi persoalan hukum. Tapi kalau sudah menyalah dari aturan hukum dan perundangan, seorang kepala daerah bisa diseret ke meja hijau yang berakibat pelengserannya dari singgasana kekuasaannya.

Dalam pandangan saya, JR Saragih sebagai kepala daerah justru sudah melanggar aturan perundangan yang berlaku. Dimana karena status dan kedudukannya sesungguhnya mau atau tidak mau, suka atau tidak suka dia harus patuh dan tunduk. Tak ada jalan lain bagi JR Saragih sebenarnya, sebagai Bupati Simalungun dia mutlak tunduk dan patuh pada aturan perundanagan yang berlaku. Apa boleh buat, itulah resiko seorang kepala daerah.

Keputusan JR Saragih yang mencopot beberapa PNS dari jabatan struktural dengan mengabaikan tata cara pemberhentian PNS seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah, saya pikir merupakan salah satu pelanggaran hukum yang dilakukannya. Betul sampai sekarang tak ada PNS yang mempersoalkannya, tapi itu bukan berarti keputusan JR Saragih tadi legal secara hukum. Saya sendiri tak heran mengapa tak ada PNS di Pemkab Simalungun yang menggugat JR Saragih ke PUTN misalnya, karena mereka menyadari tak akan ada gunanya. Dari pengalaman-pengalaman yang lewat-lewat, putusan PTUN selalu mandul tak akan ada eksekusinya. Sabrina Tarigan Kepala Dinas Kesehatan Simalungun sekarang misalnya, waktu di Tanah Karo dulu pernah menggugat Bupati Karo ke PTUN dan dia dimenangkan. Tapi apa lacur, putusan PTUN tadi hanya putusan semata yang tak pernah digubris siapa-siapa. Dan siapa-siapa pun tak peduli sampai Sabrina pindah dari Pemkab Tanah Karo ke Pemkab Simalungun.

Kebijakan JR Saragih yang tidak membayar Insentif Guru Swasta tapi mengalihkannya untuk penggunaan lain pun, saya nilai merupakan suatu pelanggaran terhadap aturan perundangan. Termasuk, menggunakan anggaran yang sudah jelas peruntukkannya tapi digunakan untuk pembayaran proyek-proyek di Dinas Tarukim dan Bina Marga. Membelikan kendaraan roda empat untuk pimpinan-pimpinan fraksi di DPRD Simalungun juga saya pikir merupakan suatu pelanggaran hukum yang dilakukan JR Saragih, meski pun penyediaan kendaraan roda empat untuk pimpinan-pimpinan fraksi di DPRD Simalungun itu direkayasa dengan istilah dipinjampakaikan.

Lantas, bagaimana pula kalau seorang kepala daerah sudah melanggar aturan perundangan yang berlaku ?

Kawan saya dari DPC GAMKI (Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia) Pematangsiantar di facebooknya yang dikirimkan ke Forum Pengawasan Pelayanan Publik dan Penegakan Hukum menulis : Seorang Bupati/ Walikota saat diangkat sumpahnya meneyatakan akan taat dan setia pada Pancasila dan UUD 1945 serta peraturan perundanagan yang berlaku. Dan kalau seorang Bupati/ Walikota melanggar sumpahnya, menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 seorang Bupati/ Walikota bisa diusulkan oleh DPRD untuk diberhentikan oleh Menteri Dalam Negeri.

Tapi menurut kawan saya DR Sarmedi Purba seorang tokoh yang pantas untuk digugu dan didengar pendapatnya di daerah ini, Bupati atau Walikota yang melanggar sumpah diajukan ke pengadilan, dijatuhkan keputusan tetap. Atas dasar keputusan ini Mendagri memberhentikan Bupati/ Walikota. Artinya, kalau saya tak salah mengerti, jika seorang kepala daerah dihukum oleh pengadilan dan telah mendapat keputusan tetap, kedudukannya sebagai kepala daerah akan dengan sendirinya dilengserkan.

Lantas, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daearah dan Wakil Kepala Daerah khususnya pada Bab X Pasal 123 dinyatakan : Kepala Daerah dan atau Wakil Kepala Daerah berhenti karena : a. meninggal dunia, b. permintaan sendiri, atau c. diberhentikan. Sementara pada (Ayat) 2 huruf d dinyatakan antara lain : Kepala Daaerah dan/ atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan karena : dinyatakan melanggar sumpah/ janji jabatan Kepala Daerah dan/ atau Wakil Kepala Daerah.

Selanjutnya bagaimana ? Sekarang apakah JR Saragih sebagai Bupati Simalungun telah melanggar sumpah/ janjinya sebagai kepala daerah ? Terus terang, saya tidak tahu secara pasti. Yang pasti saya tahu adalah sumpah/ janji seorang kepala daerah ketika dilantik bunyinya adalah : Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/ berjanji akan memenuhi kewajiban saya sebagai kepala daerah/ wakil kepala daerah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan seluruh-lurusnya, serta berbakti kepada masyarakat, nusa dan bangsa.

Sekarang yang ingin saya sampaikan adalah, saya tidak seperti JR Saragih yang doktor ilmu pemerintahan dan saya sungguh tidak memiliki pengalaman pemerintahan. Saya juga bukan seorang politisi, bahkan saya benar-benar seorang non partisan karena saya hanya jurnalis yang punya kewajiban menulis. Menulis bagi saya, merupakan suatu kewajiban bahkan merupakan ibadah. Yang namanya ibadah, saya harus lakukan senang atau tidak senang, suka atau tidak suka. Jadi mohon dipahami oleh siapa saja, terutama bagi pihak yang tak menyukai tulisan saya ini.

Karena saya tak seperti JR Saragih yang doktor dalam bidang ilmu pemerintahan itu, saya wajar saja tak tahu apa yang harus diperbuat siapa jika seorang kepala daerah telah melakukan pelanggaran sumpah atau penyelewengan wewenang. Apalagi, saya tidak akan menggurui orang-orang di DPRD Simalungun sana, karena yang namanya politisi semuanya bisa dilakukan untuk dan oleh karena semua. Politik itu kejam Nak, kata Mamak saya puluhan tahun lalu. Karena itulah, saya enggan untuk menjadi politisi. Sampai kini, sampai mati !
Simalungun, 11 September 2011 - Ramlo R Hutabarat - HP : 0813 6170 6993
____________________________________________________________________

Tidak ada komentar:

Posting Komentar