Jumat, 09 September 2011

Kiat Pemkab Simalungun Mengatasi Keterpurukan Keuangannya

Oleh : Ramlo Hutabarat

Kondisi keuangan Pemkab Simalungun, sekarang ini dalam situasi morat-marit. Betul-betul dalam kadaan gawat darurat, dan tak terlalu salah jika disebut Pemkab Simalungun sekarang cenderung tumpur dan bangkrut. Kenapa jadi begitu, sulit untuk mengurainya dengan rinci dan detail. Singkatnya, keuangan Pemkab Simalungun agaknya sudah salah urus hingga tak terurus. Di hampir semua lini kesan yang muncul adalah, Pemkab Simalungun sekarang benar-benar kurus.

Seperti sudah jamak diketahui publik, utang Pemkab Simalungun sekarang menggunung melilit pinggangnya. Ada utang kepada pihak ketiga (penyedia barang dan jasa), ada kepada PNS (Pegawai Negeri Sipil)-nya, ada pula utang kepada guru-guru swasta. Selain itu ada utang kepada PT Askes, termasuk utang ke Kementerian Keuangan. Nilainya, seperti diakui Bupati Simalungun JR Saragih, mencapai tujuhpuluhan miliar rupiah. Jumlah yang relatif besar. APBD Simalungun saja tahun ini, hanya sekira kurang lebih Rp 1, 1 triliun doang.

Menanggapi kondisi itu, Sekdakab Simalungun Ismail Ginting mengatakan akan melunasi seluruh utang-utang itu pada tahun anggaran 2012 nanti. Dia yakin utang-utang itu bisa dilunasi tahun depan dengan akan bertambahnya pendapatan daerah. Juga, pihaknya akan mengefektifkan anggaran, katanya pada Rapat Pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Perubahan Plafon Angaran Sementara (KUA-PPAS) bersama Badan Anggaran DPRD Simalungun Rabu 7/9.

“Untuk tahun 2012, Pemkab telah merencanakan pembersihan utang ke pihak lain. Sehingga kita berharap dalam pembahasan anggaran ini benar-benar diefektifkan dan disesuaikan dengan kebutuhan yang ada”, katanya.

Lantas Ismail masih berceloteh. Menurut dia Pemkab Simalungun juga memprogramkan untuk mengurangi jumlah pegawainya. Khususnya, katanya, pegawai yang berstatus honorer dan tenaga harian musiman. Hal ini dilakukan pihaknya kata mantan PNS di Tanah Karo itu, untuk mengurangi beban APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Kebijakan pengurangan dan pemberhentian pegawai honorer sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005, masih kata Ismail. PP itu memang mengisyaratkan pelarangan pengangkatan pegawai honorer sejak diterbitkan dan diberlakukan.

Lain Kata Lain Perbuatan

Ismail memang boleh saja bilang apa. Dan DPRD Simalungun yang dalam hal ini Badan Anggaran boleh juga mendengarnya dengan terkesima. Singkatnya, utang Pemkab Simalungun sekarang menggunung, dan tahun depan akan diberesi. Selesai ?

Menurut saya, berutang saja pun sesungguhnya sulit sekali. Konon pula membayar utang. Artinya, sesulit-sulitnya berutang lebih sulit (lagi) membayar utang. Buktinya, belum lama ini Pemkab Simalungun pernah berupaya berutang ke Kementerian Keuangan tapi permintaan berutang itu ditolak oleh Menteri Keuangan. Tak elok memang berutang untuk membayar utang. Kalau pun mau berutang, sebaiknya digunakan untuk membangun infrastruktur yang produktif. Mana ada di muka bumi ini yang mau memberi utang kalau utang dimaksud akan digunakan untuk membayar utang.

Saya pikir, utang-utang Pemkab Simalungun itu bisa terjadi justru akibat salah urus dan tidak profesionalnya aparat Pemkab khususnya mereka yang membidangi masalah keuangan. Juga, disebabkan oleh suatu tindakan yang keliru sekaligus berpotensi sebagai suatu kejahatan. Kalau benar salah urus, agaknya sikap yang harus dilakukan adalah tindakan administratif. Lantas kalau benar disebabkan oleh suatu tindakan atau keputusan yang keliru, persoalannya harus diselesaikan melalui jalur hukum. Apalagi, bila keputusan itu berpotensi sebagai suatu bentuk kejahatan.

Disebutkan salah urus, misalnya utang Pemkab Simalungun kepada pihak ketiga yang dalam hal ini para kontraktor yang mengerjakan berbagai proyek yang bersumber dari APBN (dana ad hock) Bupati Simalungun sendiri JR Saragih mengatakan dana dimaksud tidak dicairkan oleh Pemerintah Pusat karena Pemkab Simalungun tidak membuat laporan pelaksanaannya sesuai dengan aturan yang berlaku. Jadi bisa disebut, karena aparat atau staf Pemkab Simalungun tidak profesional ketika menjalankan tugas dan kewajibannya.

Ketidakprofesionalan aparat ini, saya pikir antara lain disebabkan oleh hobbi aneh JR Saragih yang kerap menggonta-ganti pejabat di jajaran Pemkab Simalungun. Kerap sekali menggonta-ganti pejabat, melahirkan kesan bahwa seseorang diangkat untuk menduduki jabatan dengan tidak mempertimbangkan berbagai aspek yang dibutuhkan. Akibatnya, itu tadi. Secara khusus pengelolaan keuangan menjadi kacau balau dan centang perenang. Buktinya, Resman Saragih yang sempat dipercaya menjadi Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Asser Daearah, mendadak dicopot meski pun dia masih beberapa bulan menduduki jabatan itu.

Keputusan yang keliru dan berpotensi kejahatan adalah kebijakan JR Saragih yang tidak taat aturan. Misalnya kebijakan JR Saragih yang membayarkan Dana Insentif Guru Swasta untuk pembelian kendaraan dinas pimpinan DPRD Simalungun. Kalau aparat berwajib di daerah ini tanggap dan responsif, kebijakan tadi bisa dibawa ke wilayah hukum dan tidak mesti karena adanya pengaduan para korban. Bukankah suatu kejahatan bila dana yang diterima dari Pempropsu untuk Insentif Guru Swasta tapi digunakan untuk pembelian kendaraan dinas Pimpinan DPRD ? Jadi tidak sekadar kesalahan pembayaran seperti yang dikatakan Julius Silalahi salah seorang Wakil Ketua DPRD Simalungun, kepada saya. Lebih dari itu kebijakan tadi sudah tergolong sebagai penyalahgunaan wewenang.

Maka menurut hemat saya, ketika seorang Bupati telah menyalahgunakan wewenangnya, apa yang harus dilakukan DPRD ? Saya pikir sederhana saja. Pendapat DPRD itu bisa disampaikan kepada Mahkamah Agung untuk diuji materi. Dan ketika pendapat tadi telah dikuatkan Mahkamah Agung, DPRD Simalungun bisa melakukan Sidang Paripurna untuk mengusulkan pemberhentian JR Saragih sebagai Bupati Simalungun. Klop ? Meski pun saya sependapat semua itu akan membawa dampak yang besar secara sosial dan politik sekaligus membutuhkan dana yang cukup besar. Padahal, di sisi lain keuangan Pemkab Simalungun saja sekarang ini tengah morat-marit dan ngos-ngosan.

Celoteh Ismail Ginting di depan Badan Anggaran DPRD itu, saya nilai hanya sekadar celoteh belaka untuk menunda kekalahan saja. Apalagi menurut dia, Pemkab Simalungun akan mencoba mengatasi pembayaran utang dengan mengurangi pegawai honorernya. Celoteh yang lain diucapkan, lain pula yang dilakukan. Kata Orang Melayu, jauh panggang dari api. Kapan yang dipanggang bisa matang untuk dapat dinikmati.

Nyata-nyatanya, Pemkab Simalungun sendiri di bawah kepemimpinan JR Saragih, sampai sekarang masih mengangkat pegawai honorer. Tak percaya ? Saya sendiri tentu tidak akan berani sembarang sebut. Dan supaya jelas, datang saja ke Dinas Kehutanan. Disana ada seorang pegawai honor yang diangkat kurang lebih sebulan lalu. Dia lulusan Universitas HKBP Nommensen jurusan psikologi yang tamat tahun ini. Kalau pernyataan saya ini benar, bukankah hal ini sudah merupakan pelanggaran dari Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 ? Dan kalau ada pelanggaran peraturan pemerintah dilakukan seorang kepala daerah, apa yang harus dilakukan DPRD ?

Saya pikir, Sekdakab Simalungun Ismail Ginting taklah elok bila bermanis-manis bibir seperti penggalan syair lagi almarhum Pance Pondaag. Kiat yang dikemukakannya di depan Badan Anggaran DPRD Simalungun tadi saya nilai hanya sekadar manis di bibir saja, pelipur lara belaka. Mengefektipkan anggaran seperti dikatakannya, seolah-olah selama ini anggaran di Pemkab Simalungun belum dan tidak efektif. Padahal, dalam menyusun anggaran unsur efektifitas menjadi salah satu cara yang digunakan sesuai dengan pedoman penyusunan dan penetapan APBD seperti yang diisyaratkan oleh Permendagri.

Saya justru berpendapat, kiat untuk mengatasi keterpurukan Pemkab Simalungun secara khusus dalam bidang keuangan adalah itikad baik yang dijalankan dengan tulus dan ikhlas. Keterpurukan keuangan ini sesungguhnya adalah masalah seluruh anak negeri Simalungun tanpa terkecuali. Termasuk, masalah putra-putri Simalungun yang berada di perantauan. Lantas kalau begitu, kenapa tidak dilakukan saja semacam pertemuan akbar untuk mencari jalan keluar ? Kenapa tidak mengundang segenap komponen dan elemen yang ada untuk suatu dialog yang konstruktif dan dialogis ?

Saya pikir, dalam suatu pertemuan akbar semacam itu dapat dicari jalan keluar berdasarkan hasil kesepakatan bersama. Menurut sejarah yang pernah saya dengar, dahulu kala Raja-raja Simalungun selalu melakukan musyawarah untuk mengatasi persoalan yang terjadi di tengah anak negeri. Musayawarah semacam inilah yang kelak dalam sejarah dikenal sebagai Harungguan Bolon. Suatu kegiatan yang masih dilakukan sampai sekarang oleh khususnya para Maujana. Dan dalam kegiatan semacam ini, segala sesuatu bisa diputuskan asalkan berdasarkan keputusan bersama.

Karenanyalah saya ingin menyampaikan saran ini kepada semua pihak di Tanoh Habonaron do Bona ini. Ayo kita selesaikan secara bersama-sama utang Pemkab yang menggunung. Boleh jadi dengan menjual asset yang ada kalau memang dirasa perlu, boleh jadi dengan cara lain asal tidak dengan cara berutang (lagi) ke pihak lain, Bank Sumut misalnya. Sekali lagi, tak elok rasanya berutang untuk membayar utang.

Orang-orang di Pemkab Simalungun juga, termasuk orang – orang di DPRD Simalungun, jangan seperti selama ini merasa sombong dan angkuh. Seolah-olah hanya mereka pemilik Negeri Simalungun ini dan anak negeri termasuk perantau dianggap sebagai penonton belaka. Simalungun adalah negeri bersama yang bisa dibangun secara bersama-sama pula. Tidak oleh Pemkab semata bersama DPRD, tapi oleh segenap anak negeri dari berbagai lapisan dan tingkatan.

Saya mimpikan memang suatu pertemuan akbar semacam itu, sebagai kiat untuk mengatasi keterpurukan keuangan Pemkab Simalungun yang terjadi belakangan ini, ketika dipimpin JR Saragih sebagai Bupati Simalungun. (***)
____________________________________________________________________
Ramlo R Hutabarat HP : 0813 6170 6993
____________________________________________________________________

Tidak ada komentar:

Posting Komentar