Senin, 06 Juni 2011

Dengan Pegawai Berjibun, Bagaimana Pemkab Simalungun Membangun ?

@ Untuk Belanja Pegawai Saja Tersedot APBD Lebih 77 Persen

Oleh : Ramlo R Hutabarat


Waktu JR Saragih belum menjadi Bupati Simalungun, ada harapan berbinar di benaknya. Simalungun, akan dibangunnya dengan segenap kesungguhan hati yang membara, mengejar ketertinggalan dan meninggalkan keterpurukan. Khususnya, di bidang infrastruktur termasuk pertanian dalam arti luas. Berbagai ide, gagasan dan segala macam terobosan tersimpan di benak JR Saragih, ketika dia belum menjadi Bupati Simalungun. Dan dengan latar belakang pemikiran yang begitulah, akhirnya dia membulatkan tekad untuk maju sebagai calon Bupati Simalungun.

Tapi sebegitu terpilih dan dilantik menjadi Bupati Simalungun, JR Saragih pun terpana dan terkesima. Segala macam ide, gagasan, kreasi, terobosan dan entah apa pun namanya yang ada di benaknya tempo hari ternyata hanya sebuah mimpi. Namanya saja mimpi, sesuatu yang tidak berwujud. Termasuk jargon kampanyenya tempo hari untuk memekarkan kabupaten ini, juga hanya ada dalam mimpi. Meski pun sejak awal saya sudah memprediksi, yang namanya jargon akan tetap menjadi jargon. Janji yang tidak akan pernah ditepati, dan bagi politisi serta pemimpin, ingkar janji bukanlah sesuatu kesalahan. Janji cuma basa basi bagi politisi.

Bagaimana tidak. Betapa riskan memang dengan hanya mengandalkan DAU (Dana Alokasi Umum) Kabupaten Simalungun bisa dibangun. Tahun Anggaran 2011 ini misalnya, untuk belanja langsung saja Pemkab Simalungun harus mengalokasikan lebih 77 persen dari APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanaja Daerah)-nya. Sisanya, 22 persen lebih, yang bisa digunakan untuk belanja tidak langsung. Artinya, 77 persen lebih untuk belanja aparatur dan 22 persen lebih untuk belanja pembangunan. Betapa memilukan bahkan menyayat hati.

Sebenarnyalah memang, saya agak malas kalau harus berbicara dengan angka-angka. Tapi apa boleh buat, sekarang saya harus berbicara lewat angka-angka agar paparan saya ini sedikit realistis. Coba simak yang akan saya paparkan dengan pembulatan bilangan seperti di bawah ini.

APBD Simalungun Tahun Anggaran 2011 ini jumlah keseluruhannya Rp 1 triliun. Kalau 77 persen artinya Rp 770 miliar. Lantas kalau 22 persen artinya Rp 220 miliar. Artinya lagi, Rp 770 miliarlah APBD Simalungun yang mau tidak mau dialokasikan untuk belanja aparatur dan hanya Rp 220 miliarlah APBD Simalungun yang bisa dipergunakan untuk membangun daerah ini. Artinya (lagi), Rp 220 miliar saja yang bisa dimanfaatkan untuk membangun 31 kecamatan di daerah ini dengan jumlah anak negeri hampir 1 juta jiwa dan luas wilayah sekira 430 ribu hektar. Silahkan bagi sendiri berapa miliar rata-rata kecamatan mendapat porsi dari ‘kue pembangunan’ itu.

Lantas bandingkanlah dengan Kabupaten Humbang Hasundutan. Dari kawan saya Tigor Munthe, saya mendapat tahu APBD-nya Tahun Anggaran 2011 ini sekira Rp 400-an miliar. Tapi porsi untuk belanja langsung sekira 65 persen sementara untuk belanja tidak langsung sekira 35 persen. Dengan pembulatan saya ingin kemukakan belanja langsung tadi sekira Rp 300-an miliar dan belanja tidak langsung sekira Rp 100 miliar. Kecamatan di Humbang Hasundutan hanya 10 sementara anak negerinya hanya sekira 170-an ribu saja.

Saya tidak akan memberi Anda – Pembaca – angka-angka untuk membandingkannya secara matematis. Silahkan bandingkan sendiri dengan menggunakan kalkulator yang Anda miliki. Yang pasti, secara riel tentunya Pemkab Humbang Hasundutan akan lebih gampang membangun negerinya bila dibanding dengan Pemkab Simalungun. Artinya saya ingin katakan, harapan dan cita-cita JR Saragih untuk membangun Simalungun hanya akan ada dalam mimpi selama dia masih secara klasik mengandalkan APBD-nya.

Bengkak dan tersedotnya APBD Simalungun untuk belanja langsung sebenarnya terjadi akibat berjibunnya pegawai Pemkab Simalungun baik yang PNS mau pun non PNS. Selain, tentu, rakus dan tamaknya oknum aparat Pemkab disini yang menganggarkan belanjanya di masing-masing SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Pegawai Pemkab Simalungun saja ada sekira 16 ribuan, padahal pegawai Pemkab Humbang Hasundutan hanya sekira 4000-an.

Dalam soal ini, Mendagri sendiri agaknya telah mensinyalir kondisi riel. Dalam acara sosialisasi Permendagri Nomor 22 Tahun 2011 kemarin seperti diwartakan kawan saya Efendy Naibaho,Mendagri minta Sekda Propinsi mengeavaluasi jumlah aparatur atau PNS yang sesuai dengan keebutuhan daerah. Kami (kata Mendagri) minta supaya Sekda mengevaluasi jumlah aparatur di wilayah masing-masing. Tidak hanya di propinsi tapi juga di kabupaten/ kota. Evaluasi ini perlu karena sat ini postur APBD sebahagian besar untuk membiayai belanja aparatur.

“Uang kita belum berpihak kepada publik”, kata Mendagri.

Lantas Bagaimana

Dengan terus terang sekarang saya mau katakan : APBD sesungguhnya perlu dipertanyakan apakah kebodohan atau hasil konspirasi. Kebodohan DPRD maksud saya, atau konspirasi antara DPRD dengan Pemkab. Tak jelas sekali hingga saat ini bagi saya, sebab memang saya belum pernah melakukan suatu penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Saya katakan kebodohan, sebab kalau kita cermati APBD di mana pun juga selalu berpihak pada pemerintah daerah sekaligus (kadang) DPRD-nya. Kondisi ini memang acap terjadi sebab secara umum para oknum eksekutif merupakan kumpulan orang-orang pintar ketika berhadapan dengan oknum-oknum DPRD. Jadi ketika menyusun draft RAPBD, oknum-oknum eksekutif sangat cerdas mengelabui oknum-oknum DPRD dengan ‘menyembunyikan’ berbagai hal dalam nomenklatur.Dan seperti biasa, karena dibahas dalam tempo yang relatif singkat apalagi dengan waktu yang diburu-buru akhirnya ‘yang disembunyikan’ tadi pun tidak pernah terungkap.

Saya sebut konspirasi, acap sekali memang kita mencermati adanya banyak mata anggaran yang namanya berbeda tapi hakekatnya sama dan sebangun. Ragam mata anggaran diciptakan baik oleh SKPD mau pun DPRD. Misalnya, studi banding, reses, pelatihan, sosialisasi, kunjungan kerja dan entah apa lagi. Ada uang lembur, uang makan, intensif, uang puding, upah pungut , honorarium dan hantu balau. Sehingga, saya melihat PNS mendapat gaji karena statusnya sebagai PNS, sedang dia mendapat segala macam dalam bentuk uang untuk dan karena pekerjaannya. Jadi, ada semacam kompromi yang diciptakan antara pemerintah daerah dengan DPRD.

Lalu dalam kondisi yang seperti ini, saya yakin sekali JR Saragih sebagai Bupati Simalungun tidak akan mampu membangun daerah ini seperti harapan dan cita-citanya. Harapan dan cita-cita itu akan tetap menjadi harapan dan cita-cita semata, ibarat mimpi di siang bolong belaka. Dan ketika JR Saragih tidak lagi menjadi Bupati Simalungun, sejarah akan mencatat bahwa selama menjadi Bupati Simalungun tidak membangun daerah ini sesuai dengan konsep awalnya.JR Saragih selama memimpin daerah ini, nyatanya tidak apa-apa dan tidak siapa-siapa.

Makanya saya pikir, kalau JR Saragih memang masih memiliki tekad kuat dan semangat untuk membangun Simalungun, dia harus melakukan gebrakan serta terobosan yang cerlang cemerlang. PAD (Pendapatan Asli Daerah) seyogianya digenjot hingga angka yang klimaks seraya menutupi ‘kebocoran’ di sana-sini. Jangan malah misalnya, pendapatan dari PPJ (Pajak Penerangan Jalan) bisa turun dari tahun sebelumnya, padahal ini merupakan sesuatu yang mustahil. Tak masuk diakal saya kalau PPJ bisa turun tergetnya dari tahun sebelumnya. Sebab seiring dengan berjalannya tahun, pemakai jasa PLN semakin meningkat pula. Tak pernah berkurang apalagi menurun.. Kalau turun, pasti kasus yang perlu diusut.

Selanjutnya, saya pikir JR Saragih harus mampu membawa investor ke Kabupaten Simalungun ini. Saya tidak yakin tanpa investor suatu daerah bisa dibangun jika hanya mengandalkan APBD-nya. Bahan mentah yang banyak di Simalungun misalnya, bisa diproduksi minimal hingga menjadi barang setengah jadi. Industri, sudah barang tentu salah satu jalan pintas untuk meningkatkan pendapatan anak negeri. Tanpa industri, jangan harap ada perubahan dan sektor ini diserahkan saja kepada pihak ketiga. Jadi tidak ditangani Pemkab hingga seperti PD Agromadear yang terus menerus hingga sekarang disubsidi. Termasuk saya pikir, JR Saragih tak perlu sekaligus menjadi investor di daerah ini karena hal itu menjadikannya berperan ganda sebagai pemimpin. Jadi kalau sudah terlanjur JR Saragih menjadi investor pembangunan ruko di Sondi seperti sekarang, ya silahkanlah. Cuma ke depan, jangan lagi dengan mendirikan inilah, itulah dan segala macam. Sementara kalau memang sudah terlanjur menjadi investor pembangunan ruko di Sondi, JR Saragih jangan ingin kaya sendiri. Bijaksana sekali jika dia tidak membeli lahan baru, tapi sebaiknya mengajak warga pemilik tanah sebagai pesaham.

Selanjutnya, JR Saragih pun diharapkan cerdas dan cemerlang serta brilian ketika memilih stafnya untuk menduduki posisi-posisi strategis. Apa boleh buat, zaman sekarang ini zamannya lobby-lobby ke pemerintah atasan agar mendapatkan segala macam dana yang tersedia di APBN misalnya. Untuk itulah JR Saragih diharapkan memakai staf yang memiliki kemampuan lobby tingkat tinggi serta punya kreasi, inovasi serta motivasi yang kokoh tidak ngoyo. Staf yang lembe apalagi lebay tak bargairah bagai kurang darah sekarang tak boleh dipakai. Ada banyak dana di pemerintah pusat misalnya yang bisa diperoleh dengan pendekatan yang piawai semisal Dana Penunjang Pembangunan Infrastruktur, DAK (Dana Alokasi Khusus), serta segala macam nama lainnya yang tersedia di berbagai kementerian. Dan untuk itu, JR Saragih silahkan saja ‘mengimport’ staf dari daerah lain semisal Manimbul Silalahi yang sekarang di Pemkab Humbang Hasundutan sana. Sebagai PNS, Manimbul memang dikenal cerdas dan cemerlang untuk mendatangkan dana dari pemerintah pusat ke daerah.

Selain itu, JR Saragih pun harus berani untuk menolak formasi PNS baru yang diusulkan oleh pemerintah pusat, kelak. Faktanya, PNS ditambah non PNS di jajaran Pemkab Simalungun sekarang sudah sangat berjibun. Dan kondisi inilah yang menjadikan anak negeri Simalungun hampir tidak mendapatkan bagian ‘kue pembangunan’ lagi sesuai dengan porsinya yang pantas dan wajar. Dengan kondisi pegawai yang berjibun, Simalungun tidak akan bisa dibangun.

Cara lain membangun Simalungun dengan program pemekaran, saya berani taruhan itu tidak akan tercapai. Minimal dalam dan selama kepemimpinan JR Saragih. Memekarkan kabupaten ini menjadi dua daerah otonomi apalagi tiga, cuma ada dalam mimpi. Cuma ada dalam mimpi. Mimpi.
__________________________________________________________________
Ramlo R Hutabarat HP : 0813 6170 6993 Email : ramlo.hutabarat@yahoo.com ____________________________________________________________________

Tidak ada komentar:

Posting Komentar