Rabu, 08 Juni 2011

Ramlo Hutabarat, Sahabat dan Kawan Berdebat

Corry Aritonang, Lubukpakam

Saya merasa beruntung kenal sama Ramlo Hutabarat sejak lama. Kalau tidak, saya tentu Cuma dapat mengaguminya dari jauh. Dan saya pun akan bersusah-susah agar bisa dekat dengannya. Syukurlah, saya memang sudah lama dekat dengannya, sebelum namanya begitu tenar seperti sekarang. Entah bagaimana pun kehebatannya kata orang, kalau berhadapan dengannya saya merasa biasa-biasa aja.
Saya memang mengakui kehebatan Ramlo Hutabarat dalam dunia tulis menulis. Tulisannya mengalir deras seperti air. Gaya bahasanya enak dibaca. Kadang bergaya sarkasme dibumbui lelucon yang menggelitik. Kadang penuh sindiran bahkan ejekan. Pihak yang dikritiknya tak bisa dibilang apa-apa. Ramlo memang penulis pintar dan hebat.
Begitupun, berhadapan dengan Ramlo Hutabarat, saya biasa-biasa saja. Itu karena saya sudah lama sekali kenal dia. Terus terang, saya tak pernah merasa MC (rendah diri) bila berhadapan dengan dia. Kami kerap bercanda apa adanya. Juga berdebat soal apa saja. Antara aku dan dia memang banyak kesesuaian. Di akhir pertemuan kami, selalu ada titik temu dan kesamaan pendapat. Dia memang kawat berdebat yang hebat.
Aku kenal Ramlo sejak 1976. Waktu itu aku masih kelas 3 SMP di Lubukpakam. Seperti remaja lain yang tengah jatuh cinta, saya suka bikin puisi di Harian SIB Medan. Dari puisi akhirnya kami bersahabat pena. Saling berkirim surat lewat pos. Suatu hari dia datang ke rumahku di Lubukpakam. Aku terpesona dengan lagak dan gaya bicaranya yang penuh humor. Sekali bertemu kesan itu langsung tertanam. Dan aku pingin selalu bertemu dengannya. Tapi jarak memisahkan kami.
Sebagai seorang remaja yang suka bersahabat pena, aku banyak punya teman. Bila dalam satu hari, aku menerima balasan surat. Untuk membalas surat-surat itu, waktu itu aku pakai seorang asisten. Tapi surat Ramlo tak pernah dibalas asistenku. Aku secara langsung membalasnya. Soalnya aku tertarik sekali membalas suratnya karena bahasanya begitu menarik, mengikat dan memikat. Dan surat-suratan kami tetap nyambung.
Pada 1980 saya melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, saya sengaja memilih Fakultas Sastra Jurusan Sastra Indonesia di USU Medan. Itu demi menunjang bakat saya dalam dunia tulis menulis. Saya dan Ramlo pun kerap bertemu. Frekwensi pertemuan kami bertambah. Sampai akhirnya dia dipindahtugaskan ke Pekanbaru. Kami pun tak pernah bertemu lagi untuk waktu yang cukup lama.
Dalam perpisahan kami yang cukup lama, saya merasa kehilangan dia. Dalam merenung, saya merasa persahabatan kami tidak sekedar bersahabat lebih dari itu, dia harus saya akui ikut mempengaruhi perjalanan karir saya selanjutnya. Saya pun merasakan Ramlo bukan sekedar sahabat, tapi sekaligus guru yang meskipun tak secara formal berdiri di depan kelas. Dia memberi berbagai teori dalam menulis. Tapi meskipun lama tak bertemu, saya masih bisa bertemu lewat tulisan-tulisannya di beberapa media terkenal.
Pada 1985 saya selesai kuliah. Sayapun disibuki pekerjaan saya pada sebuah perusahaan penerbit terkenal. Dengan panduan kurikulum yang dikeluarkan Depdikbud saya asyik menyusun Buku Pelajaran Bahasa Indonesia untuk SD dan SMP. Buku itu berhasil lolos setelah dinilai oleh Dirjen Dikdasmen Depdikbud untuk dipakai di sekolah negeri dan swasta di seluruh Indonesia. Saya kehilangan kontak dengan Ramlo.
Pada 2000 tanpa diduga saya bertemu dengan Ramlo. Waktu itu saya menulis untuk Surat Kabar Simalungun Pos. Dan ternyata, dia waktu itu sudah bagian terpenting dari Surat Kabar Simalungun Pos. kami pun kembali bertemu. Berdebat, bercanda dan berdiskusi. Masih seperti dulu, dia tetap seorang sahabat yang dekat, memikat dan mengikat.
Bagaimana pun saya harus mengakui, Surat Kabar Simalungun Pos lah Ramlo Hutabarat. Dan Ramlo Hutabarat adalah Surat Kabar Simalungun Pos. Nafas surat kabar Simalungun Pos, saya pikir adalah Berita Utama, Editorial dan Opini yang dengan setiap ditulisnya. Ditulisnya dengan jernih, lugas dan cerdas.
Sekali lagi, saya merasa beruntung bisa kenal dekat dengan Ramlo Hutabarat. Dan saya lebih beruntung lagi, sebab saya kenal dia jauh sebelum orang hebat mengakui dia sebagai orang hebat.
Penulis sekarang sebagai penyiar Radio Pemkab Deli Serdang di Lubukpakam

1 komentar: