Rabu, 08 Juni 2011

JR Saragih, Bupati yang Punya Hobby Aneh

Oleh : Ramlo R Hutabarat


Seorang kawan baru datang dari udik. Jengkel juga saya dibuatnya. Di rumah saya di Tepian Bah Bolon di pinggiran Simalungun pada Nagori Siantar Estate yang berbatasan dengan Kota Pematangsiantar, seharian kerjanya membaca melulu. Yang dibacanya justru koran-koran lama yang bertumpuk di rumah saya. Yang membuat saya jengkel, koran-koran lama yang dibacanya dipediarkan saja berserakan setelah dibacanya. Untunglah istri saya tidak termasuk perempuan cerewet. Koran-koran yang berserakan dibuat kawan itu, dirapikan kembali oleh istri saya serta disusun di rak buku saya. Saya makan hati dibuat kawan orang udik itu. Saya makan hati dibuatnya. Inilah resiko punya kawan orang udik. Apa boleh buat.

“Aneh agaknya Bupati Simalungun, JR Saragih”, katanya tiba-tiba ketika kami ngopi di teras rumah saya suatu sore. Istri saya menyediakan kopi Koktung satu teko sore itu , dan ubi goreng yang sebelumnya dikukus.

“Aneh kenapa ?”, kata saya mendelik.

Kawan itu berceloteh. Setelah membaca koran-koran lama dia bilang banyak sekali mutasi pejabat yang dilakukan sejak JR Saragih menjadi Bupati Simalungun. Sejak hari pertama begitu JR Saragih dilantik, mutasi pejabat dilakukannya agaknya terlalu sering. Sampai-sampai, menurut kawan itu, halaman-halaman surat kabar dipenuhi oleh berita pemutasian pejabat. Sebenarnya, kata kawan itu sok tahu, kalau mutasi dilakukan bolak-balik tak perlu lagi diberitakan. Peristiwa yang berulang-ulang sesungguhnya tidak berita (lagi), katanya.

Saya diam saja mendengar celoteh kawan yang satu ini. Saya hisap rokok saya dalam-dalam. Asapnya saya hembuskan ke udara lepas dan bebas. Karena saya diam saja mungkin, kawan saya orang udik itu merasa aman untuk meneruskan celotehnya.

Rupanya ketika mengangkat PNS untuk menduduki jabatan struktural, JR Saragih tidak memfungsikan Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan), katanya. Ini terkesan karena nyatanya banyak sekali PNS yang sekarang diangkat untuk menduduki jabatan A misalnya, tapi bulan depan sudah dimutasi ke jabatan B. Aneh sekali, bisa juga bulan depannya dikembalikan lagi ke jabatan A. Sudiahman Saragih misalnya, yang semula dimutasi dari Bagian Umum Setdakab tapi tak lama berselang dikembalikan lagi ke Bagian Umum Setdakab.

Saya masih saja diam mendengar celoteh kawan yang satu ini. Dalam pikiran saya, sebagai orang udik apa sih yang dia pahami soal pemerintahan. Apalagi, dia sama sekali tidak memiliki pendidikan dan pengalaman di bidang pemerintahan. Kawan itu memang pernah bermukim di Siantar ketika mengikuti pendidikan di STT (Sekolah Tinggi Teologia) HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) di Jalan Sangnawaluh yang persis berada di depan Makam Pahlawan Siantar. Sekarang, kawan itu menjadi pimpinan resort sebuah Gereja di daerah terpencil.

Ketika saya tetap berdiam diri, kawan itu pun semakin aman untuk berceloteh. Binsar Situmorang juga yang semula diangkat JR Saragih pada pertengahan Nopember tahun lalu sebagai Asisten III, masih dua tiga bulan berikutnya sudah dimutasi menjadi Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Ekh, hanya sekejab disana, sekarang dimutasi lagi sebagai Kepala Bappeda (Badan Perencana Pembangunan Daerah) Ada malah PNS yang sejak pemerintahan JR Saragih tujuh bulan ini dimutasi sampai lima kali seperti Ubahman Sinaga yang mantan Camat Raya, kata kawan itu lancar sekali. Beberapa camat, malah ada yang dimutasi meski pun masih menduduki jabatan sebulan dua bulan, katanya lagi.

“Agaknya, ada hobby JR Saragih yang aneh dan unik. Dia punya hobby memutasi PNS dari jabatannya”, katanya sambil tertawa lepas.

Dasar orang udik yang kurang gizi, meski pun saya diam saja tak memberi reaksi apa pun dia tak memahami situasi. Terus terang saya katakan, saya tidak mau tahu dengan kebijakan JR Saragih yang punya hobby aneh dan unik itu. Saya merasa tidak punya urusan dengan kepemimpinan JR Saragih di daerah ini. Betul waktu pemilukada lalu saya menulis buku tentang JR Saragih, tapi itu saya lakukan sebagai seorang profesional. Saya menulis tentang program JR Saragih kalau terpilih menjadi Bupati Simalungun, karena saya dibayar waktu itu. Sebagai seorang profesional memang, saya tak pernah mau menjadi TS (Tim Sukses) seorang calon kepala daerah

Menurut kawan itu, sesungguhnya ada aturan yang mau tidak mau harus dipatuhi dan ditaati seorang kepala daerah ketika mengangkat PNS (Pegawai Negeri Sipil) dalam jabatan struktural. Penangkatan PNS dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin,suku, agama, rasa dan golongan. Dan dalam pengakatan Binsar Situmorang misalnya, ketentuan itu tidak dipenuhi JR Saragih. Jadi pengangkatan Binsar sesungguhnya cacat hukum atau minimal tidak sesuai dengan azas kepatutan dan kewajaran. Termasuk, kata kawan itu, pengangkatan Ismail Ginting sebagai Plt Sekda (waktu itu), Sabrina Tarigan sebagai Kepala Dinas Kesehatan dan beberapa lainnya.

“Kenapa ?”, saya mulai teretarik dan kawan saya itu cepat memotong :

“Bagaimana JR Saragih mengangkat Binsar Situmorang yang pindah ke Pemkab Simalungun saja terhitung 8 Nopember tapi 15 Nopember sudah diangkat menjadi Asisten III.. Apa yang dipakai JR Saragih sebagai dasar pengangkatan Binsar, sedang prestasi kerjanya di Pemkab Simalungun belum ada sama sekali”, katanya dan bernapas lega.

Apalagi menurut dia, untuk mewujudkan peneyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan, diperlukan PNS yang profesional, bertanggung jawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karir yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.

Saya akhirnya jengkel dibuat kawan saya yang satu ini. Kata saya, mau kapan saja JR Saragih memutasi atau mengangkat PNS untuk menduduki jabatan struktural. Itu menjadi urusan dia. Sukak-sukak dialah kata saya, apalagi sekarang ini diakan bupati. Jadi mumpung jadi bupati, ya dia mau apa dan bagaimana kenapa rupanya, kata saya. Terasa longgar dada saya setelah mengucapkan kalimat itu.

“O, tidak bisa. Tidak bisa. Sebagai Bupati Simalungun memang, JR Saragih berkuasa penuh di daerah ini. Tapi jangan silap, dalam dan ketika menjalankan kekuasaannya JR Saragih harus taat dan patuh pada peraturan perundangan yang berlaku”, katanya menyeringai bagai menyergap saya.

Hobby aneh JR Saragih menurut kawan itu, justru akan berakibat fatal kelak, jika tak dibuangnya minimal dirubahnya dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Kalau hobby aneh JR Saragih ini akan terus dilakukannya, sudah pasti suasana kerja para pejabat tidak akan kondusif bahkan mereka akan selalu resah dan gelisah. Hari-hari akan terus berlalu, sementara di sisi lain para pejabat akan terus menerus gedebak-gedebuk dalam hati kapan dimutasi (lagi) dan kemana oula.

Akibatnya gampang ditebak kata kawan itu, para pejabat tidak akan merasa nyaman dalam bekerja. Mereka pun tidak akan berkreasi, berinovasi dan bahkan pula tidak akan mau melakukan inisiatif. Soalnya, kalau semua itu dilakukan, tak ada jamainan ke depan. Boleh jadi kreasi, inovasi dan inisiatif para pejabat akan tak berguna karena boleh jadi mendadak dimutasi lagi ke jabatan lain. Yang paling sederhana, boleh jadi program si A justru dilaksanakan si B. Dan akibat yang begini, boleh jadi si A tidak membuat program sebab ragu tidak akan dilakukannya.

Sebagai mantan tentara menurut kawan tadi, JR Saragih agaknya memang masih terbawa-bawa dalam ketentaraannya. Yang celakanya, para stafnya umumnya menurut saja bagai kerbau dicucuk hidung. Staf Akhli Bupati Simalungun, menurut kawan saya itu harus berperan memberi masukan kepada JR Saragih yang memang tidak memiliki penegalaman di bidang pemerintahan itu. Termasuk Kepala BKD dan Sekda, juga harus memberi pertimbangan yang baik dan benar kepada JR Saragih. Meski dia merupakan doktor dalam bidang ilmu pemerintahan, namun melihat gelagatnya selama berbulan-bulan ini menjadi Bupati Simalungun, JR Saragih agaknya waktu sekolah dulu tidak mengikuti pelajaran dengan baik. Makanya, terutama Staf Akhli Bupati, Sekda dan Kepala BKD harus mampu untuk memberi masukan. Jangan justru tidak berani,. Karena staf yang baik adalah staf yang mau dan berani mengingatkan pimpinannya, katanya.

Saya diam saja mendengar celoteh kawan itu. Sebagai warga Simalungun saya memang mendukung program JR Saragih dalam membangun daerah ini. Dukungan itu saya wujudnyatakan dengan melakukan kritik terhadap kebijakan-kebijakannya yang saya nilai tidak bijaksana. Kekuasaan dan penguasa menurut saya memang, harus dikritik agar tidak terjungkal, apalagi menurut saya, pers di daerah ini belakangan tidak memposisikan diri lagi sebagai alat kontrol yang profesional.

Tentu memang, saya mendukung JR Saragih Bupati Simalungun dalam melakukan perubahan di daerah ini seperti jargon politiknya pada kampanye lalu. Bukan mendukung JR Saragih ketika dia merubah-rubah aturan dan kebijakan. Mendukung perubahan, tidak mendukung yang mengubah-ubah!_________________________________________________
Ramlo R Hutabarat HP 0813 6170 6993 Email : ramlo.hutabarat@yahoo.com______________

Tidak ada komentar:

Posting Komentar