Sabtu, 28 Mei 2011

Kontroversi Robohnya Dua Tower PLN di Langkat

Oleh : Ramlo R Hutabarat


GERPHAN (Gerakan Rakyat Peenyelamat Harta Negara) melalui Direkturnya Janto Dearmando awal pekan lalu merelis berita. Isinya tentang robohnya dua tower milik PLN (Perusahaan Listrik Negara) di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Sekaligus, GERPHAN juga melaporkan kondisi itu kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara di Medan. Masalahnya, GERPHAN mensinyalir robohnya kedua tower tadi disebabkan oleh dugaan manipulasi kualitas dan kuantitas material besi yang digunakan.

Dalam relisnya, GERPHAN menyebut ada dua tower milik PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Jaringan Sumatera I masing-masing Tower 8 rentangan 400 meter di Pasar 4 Tandem Hilir Binjai Utara dan Tower 50 di Desa Lama Kecamatan Wampu Gohor Lama. Kedua tower itu baru saja selesai dibangun dengan biaya Rp 18.019.693.000. Pelaksanaan pembangunannya dipercayakan kepada PT Maju Jaya Abadi Utama sebagai perusahaan penegakan tower, PT BBS sebagai perusahaan pembuatan pondasinya, dan PT Tehate sebagai perusahaan yang menyediakan pembesiannya. Jadi, ada tiga perusahaan yang melaksanakan pembangunan tower tadi secara utuh.

Namun ketika masa kontraknya sudah berakhir dan uangnya pun sudah dibayarkan oleh pihak PLN, kedua tower itu menurut GERPHAN roboh sekira Maret 2011 lalu. Peristiwa ini menurut mereka diduga terjadi karena penggunaan material besi yang bermutu rendah. Seyoginya besi yang digunakan merupakan produksi PT Krakatau Stell atau produksi PT Karunia Berkah Indonesia, tetapi menurut GERPHAN yang digunakan justru produksi Cina yang diragukan kualitasnya dan keabsahan sertifikat SNI (Standart Nasional Indonesia) –nya. Apalagi, masih menurut GERPHAN, harga besi produksi Cindi pasaran lebih murah antara 30 sampai 35 persen dibanding dengan besi produksi Indonesia..

Ketika relis GERPHAN tadi sudah dipublikasi beberapa surat kabar pada Rabu pekan lalu, General Manager PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Jaringan Sumatera I Bintatar Hutabarat kontan membantahnya. Menurut Bintatar, robohnya kedua tower di Langkat itu murni disebabkan oleh bencana alam. Waktu itu terjadi angin puting beliung dan tower pun roboh diterjang, katanya. Pada kejadian itu ada juga empat ekor lembu milik warga disana yang mati diterjang angin, kata Bintatar lagi. Dan, musibah ini sudah disiarkan di media massa hingga tingkat nasional, masih kata Bintatar.

Sama halnya dengan Bintatar, Hadi Wirawan Muslim Direktur PT Maju Jaya Abadi Utama dan Ir Junjungan Pasaribu Direktur PT BSS segera pula membantah isi relis yang dibuat GERPHAN. Keduanya menyebut peristiwa robohnya kedua tower itu murni akibat bencana alam, yakni angin putting beliung. “Sebagai sebuah fakta, saya tidak bisa membantahnya. Memang tower itu roboh karena bencana alam. Namun kalau kemudian GERPHAN menuding robohnya tower itu karena pelaksanaan proyek yang buruk, no way, saya menolak dan membantah dengan keras tudingan tersebut”, kata Junjungan Pasaribu (Medan Bisnis, Kamis 26 Mei 2011)

Lantas Junjungan pun mengancam GERPHAN. Lembaga Swadaya Masyarakat yang berkantor pusat di Jakarta ini disebutnya telah melanggar Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), khususnya pada Pasal 55. Menurut Junjungan, GERPHAN telah menyampaikan sebuah informasi yang jauh dari fakta. Masih menurut Junjungan, karena GERPHAN telah memberikan informasi yang sesat, dia sedang mempertimbangkan opsi berupa langkah hukum.

Junjungan pun berharap, ke depan semua elemen menghormati Undang-undang KIP dengan tidak melakukan penyebaran informasi publik yang menyesatkan. “Kami benar-benar akan mempertimbangkan opsi hukum ini karena GERPHAN telah memberikan informasi yang jauh dari fakta”, katanya lagi.

Analisa

Kontroversi soal robohnya dua tower milik PLN di Kabupaten Langkat ini, sebenarnya saya lihat sebagai sesuatu yang wajar dan pantas saja. Untuk memenuhi tugas dan fungsinya sebagai sebuah LSM yang namanya saja penyelamat harta negara, GERPHAN sudah melakukan sesuatu yang sesuai dengan perannya. Jelas dan pasti, niat GERPHAN merelis berita tadi sekaligus melaporkannya kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara merupakan sesuatu yang pantas untuk diacungi jempol. Yang mereka lakukan dalam hal ini adalah upaya untuk menyelamatkan harta negara.

Tanggapan dan reaksi Ir Bintatar Hutabarat pun sebagai General Maneger PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Jaringan Sumatera I (dulu namanya PT Pikitring Suar), saya melihatnya sebagai sesuatu yang wajar dan pantas pula. Harap dicatat, GERPHAN menduga robohnya kedua tower itu akibat material besi yang digunakan tidak bermutu bagus, tapi Bintatar mengatakan robohnya kedua tower itu akibat bencana alam (diterjang) putting beliung. Sampai disini masih sangat wajar dan pantas. M Nazaruddin saja mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat mengaku tidak mengenal Mindo Rosa Manullang meski pun ada data otentik bahwa mereka berdua duduk dalam satu perusahaan yang sama. Apalagi, Daniel Sinambela saja mengungkap bahwa Nazar dan Rosa kerap datang bersama dalam beberapa kali pertemuan atau rapat.

Yang tidak wajar saya cermati adalah penjelasan Bintatar yang menyebut bahwa pada peristiwa itu ada empat ekor lembu penduduk disana yang mati diterjang angin. Termasuk penjelasan Bintatar yang menyebut peristiwa itu sudah disiarkan media massa hingga tingkat nasional. Kenapa saya katakan tidak wajar, sebab lembu-lembu tadi bukan mati diterjang angin tapi mati setelah tertimpa tower yang roboh. Karena itulah mengapa pihak PLN memberikan ganti rugi kepada warga pemilik lembu tadi. Kalau benar lembu tadi mati akibat diterjang angin seperti yang dikatakan Bintatar, apa hubungannya maka pihak PLN memberikan ganti rugi kepada pemilik lembu. Bukankah yang wajar dan pantas memberikan ganti rugi kepada pemilik lembu tadi adalah justru angin putting beliung ?

Untuk soal sudah diberitakan media massa sampai ke tingkat nasional, bukan berarti sama dengan tower itu roboh pasti karena bencana alam. Saya mau berikan ilustrasi begini. Semua media massa nasional sudah memeberitakan dugaan keterlibatan Muhammad Nazaruddin pada kasus penyuapan Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga. Lantas dengan fakta itu apakah sekarang kita boleh menyimpulkan bahwa Nazaruddin memang terlibat ? Sekali lagi, kalau ada media massa nasional menyiarkan bahwa putusnya jembatan di sebuah kampung akibat banjir, apakah hal itu bisa dijadikan sebagai suatu kesimpulan ?

Ketika Junjungan Pasaribu dan Hadi Wirawan Muslim menyampaikan bantahan sekaligus ancaman terhadap GERPHAN, saya melihatnya justru sangat-sangat tidak wajar dan tidak pantas. Saya menyebutnya dengan kata sangat-sangat (sampai dua kali sangatnya) karena memang bantahan serta ancaman tadi tidak wajar dan juga tidak pantas dilakukan keduanya. Kenapa ?

Pembangunan kedua tower itu dilakukan secara bersama-sama oleh tiga perusahaan. Masing-masing perusahaan memiliki bidang pekerjaan masing-masing yang semuanya diatur dalam kontraknya. Artinya, PT Maju Abadi Jaya Utama bertanggung jawab soal penegakan tower, PT BSS bertanggung jawab soal pembangunan pondasi tower, sementara PT Tehate bertanggung jawab soal material besi yang digunakan.

Sekadar mengingatkan, robohnya kedua tower itu diduga GERPHAN akibat material besinya yang bermutu rendah. Ini harus diingat dan sekaligus dipahami. Jadi bukan karena salah pasang (salah tegak) oleh PT Maju Abadi Jaya Utama dan juga bukan salah pembangunan pondasinya yang dilakukan oleh PT BSS. Supaya jelas sekali : GERPHAN menduga robohnya kedua tower itu karena material besinya yang tidak berkualitas. Lantas mengapa pula Junjungan Pasaribu dan Hadi Wirawan Muslim yang membantah sekaligus mengancam GERPHAN ? Bukankah yang wajar
dan pantas untuk melakukan itu adalah Heru Juwono yang menjadi Direktur PT Tehate ?

Lantas Bagaimana

Informasi itu penting. Dan, informasi juga mahal. Karena informasi yang keliru bisa melahirkan kekacauan bahkan khaos. Juga sebaliknya, karena informasi yang benar bisa menciptakan kesejukan dan suasana kondusif. Bayangkan, waktu 1987 dulu terjadi gempa di Tarutung, beredar informasi yang menyebut kota Tarutung akan ambruk 40 kilometer ke bawah laut. Kontan anak negeri Tarutung hengkang berhamburan dari kota itu menuju daerah yang dianggap aman pada saat yang bersamaa. Begitu juga ketika tiba-tiba beredar informasi di Porsea beberapa tahun lalu yang menyebut tabung cholorine milik PT Inti Indo Rayon meledak dan bisa mematikan, banyak warga setempat yang mengungsi dalam waktu bersamaan menjauh dari Kecamatan Porsea. Sekarang saya membayangkan kedua peristiwa itu bagaikan “pralaya” yang terjadi menyusul tewasnya Raja Dharmawangsa.

Saya pikir, untuk mencegah hal-hal yang seperti diataslah antara lain mengapa diterbitkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) Khususnya dalam Pasal 55 disebutkan :”Setiap orang yang dengan sengaja membuat Informasi Publik yang tidak benar atau menyesatkan dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dipidana dengan penjara paling lama satu (1) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 5.000.000.00 (Li,a juta rupiah)

Maka dalam soal kontraversi robohnya tower PT PLN di Kabupaten Langkat ini, saya pikir masalahnya dihadapi saja dengan wajar dan pantas. Tidak malah saling bantah membantah yang akhirnya menjadi polemik berkepanjangan tak ada ujung-ujungnya. Di negeri kita ini memang, banyak persoalan yang jelas awalnya tapi ujung-ujungnya justru STJ (sangat tidak jelas) Contohnya, kasus Bank Sianturi (maaf, Bank Century)

Usul saya, Junjungan Pasaribu dan Hadi Wirawan Muslim jangan cuma mengancam GERPHAN yang sesungguhnya saya nilai hanya gertak sambal belaka. Relis GERPHAN sebaiknya dibawa saja dan dijadikan masalah hukum terutama dengan menggunakan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008. Sehingga di pengadilan kelak akan terungkap kondisi yang sebenarnya. Dan, tentunya tangan mencincang bahu memikul sementara jangan pula bisa menjadi bagai menepuk air di dulang atau meludah ke langit.

Lebih dari itu saya rasa, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara pun seyogianya melakukan proses hukum atas Laporan GERPHAN. Tentu saja saya tidak akan mengajari ayam bertelur karena itu merupakan pekerjaan yang sia-sia. Sebagai jaksa, mereka tahu sekali apa yang harus mereka lakukan sesuai dengan fungsi, tugas dan kewajibannya. Saya hanya ingat apa yang dikatakan para pendekar hukum, biar langit runtuh hukum harus ditegakkan. Dan, lebih baik melepaskan seribu orang bersalah dari pada menghukum satu orang yang tidak bersalah.

Tower di Langkat. Oalah. Tumbang karena besinya bermutu rendah atau karena bencana alam diterjang angin putting beliung ?
____________________________________________________________________
Ramlo R Hutabarat HP : 0813 6170 6993 Email : ramlo.hutabarat@yahoo.com
________________________________________________________________________

1 komentar:

  1. kami atas nama warga&konsumen PLN Desa lama,Gohor lama merasa dirugikan,sering mengalami pemadaman listrik yg tak wajar,mohon di tindak lanjuti

    BalasHapus