Selasa, 17 Mei 2011

Plt Sekdakab, Antara Kasmin Simanjuntak dan JR Saragih

Ramlo R Hutabarat


Tak elok membanding-bandingkan. Apalagi dilanjutkan dengan membayang-bayangkan. Membandingkan istri sendiri dengan istri tetangga misalnya, bisa masuk penjara. Bahkan, boleh jadi kena bacok dan melayang nyawa. Membayang-bayangkan buah dada Marissa Haq yang kerap dipamer-pamerkannya melalui layar kaca, juga bisa berbahaya. Makanya, jangan coba-caba. Bahaya !

Tapi sekarang, saya mau membanding-bandingkan antara Liberty Manurung Plt Sekdakab Tobasa, dengan Ismail Ginting, Plt Sekdakab Simalungun. Yang pasti, keduanya sekarang berstatus sama. Sama-sama Plt Sekdakab di dua daerah otonomi yang berbeda. Saya pikir, membanding-bandingkan keduanya, tak ada masalah. Tak ada aturan yang saya langgar kalau sekarang saya membanding-bandingkan keduanya. Juga, tak ada bahayanya. Jadi saya pasti tidak akan masuk penjara.

Liberty dan Ismail berbeda dalam statusnya masing-masing. Tapi harap diingat, ini menurut saya. Dan kalau landasan pemikirannya adalah menurut saya, tentu sangat besar kemungkinannya tidak benar. Masalahnya, apalah saya. Saya tidak siapa-siapa dan tidak apa-apa. Saya, jelas dan pasti tidak memiliki ilmu dan pengetahuan tentang pemerintahan. Seperti yang kerap saya katakan, saya cuma seorang jurnalis. Itu pun hanya jurnalis yang kerap dipinggirkan. Lantas, kalau apa yang saya kedepankan ini tidak benar, harap dan silahkan koreksi.

Perbedaan status antara Liberty dan Ismail, jelas, tegas dan pasti. Liberty sekarang menduduki jabatan Eselon II di Pemkab Tobasa. Dia adalah Kepala Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Tobasa. Dan karena status serta kedudukannya itulah, Bupati Tobasa Kasmin Simanjuntak menunjuk dan mengangkat Liberty menjadi Plt Sekdakab Tobasa. Sah !

Ismail ? Sesungguhnya, dia tidak apa-apa dan juga tidak siapa-siapa di Pemkab Simalungun. Artinya, dia tidak menduduki jabatan apa pun di lingkungan Pemkab Simalungun. Lagi pula, dia sudah pensiun sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) Kalau tak percaya, simak dan cermati NIP (Nomor Induk Pegawai) –nya. Disitu tertera kapan dan bilamana dia lahir.Tegasnya, Ismail sudah pensiun.

Inilah pokok persoalannya, saya pikir. Seorang yang tidak menduduki jabatan apa pun, justru dihunjuk dan diangkat sebagai Plt Sekdakab. Sedang PNS yang menduduki jabatan Eselon III saja tak layak untuk diangkat menjadi Plt Sekdakab. Konon pula PNS yang tidak menduduki eselon. Aneh. Tapi boleh jadi, bagi Bupati Simalungun JR Saragih, hal ini tidak aneh. Barangkali, inilah yang dimaksudnya dengan perubahan yang sering didengung-dengungkannya itu. Saya pikir, JR bisa benar. Sebab perubahan boleh jadi dari kupu-kupu menjadi kepompong dan akhirnya menjadi ulat. Yang penting nampaknya memang, berubah. Kalau bisa beruba-ubah.

Sekiranya JR Saragih memberi alasan menghunjuk dan mengangkat Ismail sebagai Plt Sekdakab karena dan atas nama kekuasaan, saya pikir juga tidak tepat dan tidak benar. JR benar adalah orang yang sangat dan paling berkuasa di Simalungun (sekarang) Tapi harap diingat, dia berkuasa untuk menjalankan serta taat pada peraturan perundangan yang berlaku. Sumpah JR ketika dilantik tempo hari, antara lain dia akan taat dan setia pada UUD 1945 dan Pancasila, serta peraturan perundangan yang berlaku. Sekarang kalau dia mengingkari sumpahnya itu, lihat Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tindakan apa yang harus dilakukan (DPRD) Apalagi, di negeri kita ini yang penting adalah benar meski pun tidak baik. Orang baik bisa masuk penjara, sedang orang benar tidak akan. Makanya, banyak orang baik di penjara sana karena dia tidak benar. Dan banyak orang benar tak pernah masuk penjara meski pun dia tidak baik. Akh, sesungguhnya pun, saya tidak bisa membedakan yang baik mana pula yang benar. Brengsek saya. Oalah.

Menjadi semakin aneh, jika Ismail itu sebenarnya sudah pensiun tapi masih melantik para pejabat di lingkungan Pemkab Simalungun. Bahkan, yang menurut saya sangat ganjil, dia juga menandatangani Surat Keputusan PNS yang naik pangkat misalnya. Menandatangani DP3, dan segala macam lainnya. Saya harus tertawa-tawa jadinya, meski pun orang lain mentertawakan saya. Biar saja. Sampai sekarang tak ada aturan yang melarang orang untuk tertawa. Makanya, kesempatan ini saya manfaatkan untuk tertawa. Tertawalah sebelum dilarang, kata kawan saya.

Yang menjadi soal sekarang adalah, bagaimana PNS yang tidak menduduki jabatan apa pun tapi melantik PNS lainnya untuk menduduki jabatan. Lebih jauh lagi, bagaimana seorang PNS yang sudah pensiun justru menandatangani SK Kenaikan Pangkat PNS lainnya yang bukan atau belum pensiun. Kalau mau semakin jauh dicermati, bagaimana pula seorang PNS yang tidak menduduki jabatan mengomandoi PNS yang (sedang) menduduki jabatan ? Aneh bagi saya, meski pun tidak aneh bagi orang lain apalagi bagi JR Saragih. Makanya, kembali lagi pada teori usang. Sesungguhnya sekarang ini tak jelas lagi mana yang aneh mana pula yang tidak aneh.

Saya pikir, tak ada unsur kejahatan yang dilakukan JR kalau pun sekarang Ismail Ginting dihunjuk dan diangkatnya menjadi Plt Sekdakab Simalungun. Tak ada kerugian pada keuangan negara yang ditimbulkannya. Makanya, barangkali, persoalan ini tidak menarik perhatian orang lain. Sementara saya sendiri pun, hanya karena kurang kerjaan saja barangkali makanya memaparkan ini kepada Anda – Pembaca- Sekiranya saya punya kesibukan lain, barangkali hal ini tak akan sempat-sempatnya saya pikirkan dan tuliskan.

Cuma saya pikir, malu sekalilah JR kalau belakangan oleh pemerintah atasan meminta agar semua produk hukum yang diterbitkan Pemkab Simalungun dianulir dengan alasan yang menandatanganinya justru tidak berwenang (lagi) Kalau sempat terjadi yang seperti ini, mau dikemanakan wajah ini ? Orang Batak bilang, sakkitna tak sabarapa. Tapi maluna ini.

Alhasil, saya pun menjadi bingung. Bingung sekali. Setahu saya, Kasmin Simanjuntak sebenarnya kalah jago dari JR Saragih meski pun keduanya sama-sama jago. Mana ada bupati yang tidak jago, memang. Sedang Rosa Manullang saja jago, meski pun kawan saya Eriwayati marah kalau saya katakan Rosa Manullang jago.

Kasmin Simanjuntak saya sebut kalah jago dari JR Saragih, karena sebelum jadi Bupati Tobasa dia memakai gelar Prof di depan namanya. Tapi waktu mendaftar ke KPU, gelar itu tak digunakannya lagi. Sementara, sebelum menjadi Bupati Simalungun JR menggunakan gelar SH, MM, Mars dan Dr, hanya Mars saja yang ditanggalkannya ketika mendaftar sebagai calon Bupati Simalungun di KUPD.

Kasmin juga kalah jago dari JR, karena ketika meraih S2-nya, JR mampu mendapatkannya dengan cepat sekali. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana cerdasnya seorang JR jika membandingkan tahun perolehan S1-nya dengan interval waktu perolehan gelar S2-nya. Luar biasa dan tidak biasa

Begitu pun, dalam soal penghunjukan dan pengangkatan Plt Sekdakab di masing-masing daerah otonomi itu, saya jadi ragu. Siapa sebenarnya yang lebih jago antara Kasmin Simanjuntak dengan JR Saragih ? Yang pasti, JR itu Doktor. Doktor dalam bidang ilmu pemerintahan pula.

Akhirnya, saya pun jadi enggan untuk membayang-bayangkan antara Kasmin dengan JR Saragih. Untuk apa saya bayang-bayangkan ? Membayang-bayangkan buah dada Marissa Haq saja saya tak sempat. Apalagi membayang-bayangkan istri tetangga. Bisa bahaya. Berbahaya dan bisa membuat pralaya !
____________________________________________________________________
Ramlo R Hutabarat
HP : 0813 6170 6993
_____________________________________________________________________

.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar